~>Songo<~

1286 Words
**Reina POV** . . . (Udah siap belum kalau memulai keuwuan di antara keduanya?) Yang terjadi setelah saling membuat perjanjian adalah, aku yang terkurung di dalam ruang kerja Pak Yogi. Aku duduk di sofa dan sibuk mengerjakan semua pekerjaan dengan tak nyaman. Posisi meja yang lebih pendek membuatku harus membungkuk. Yang lebih parah aku kini duduk di lantai. Dan Pak Yogi? Sama sekali tak terusik atau merasa bersalah. Benar-benar bukan manusia. Berkali-kali aku tatap jam di laptop. Lima belas menit lagi pukul empat sore. Yes! Aku mulai merapikan kertas laporan yang berserak. Pagi hingga sore hari ini seperti kutukan untukku. Setelah merapikan aku berusaha berdiri. "Aduh," keluhku merasakan kaki yang terasa pegal juga punggungku, saat terbangun. Lalu si Bos? ya cuek saja, ckckck. "Selesai balikin laptop ke ruangan, tunggu saya di depan ruangan kamu." "Ngapain Pak?" tanyaku terkejut. Pak melirikku, sambil mulai juga merapikan meja kerjanya. "Ya, kita pulang bareng?" "Jangan Pak, hari ini saya mau pilih mobil sama Mas Jun," tolakku. tak mungkin aku gagal beli mobil lagi kali ini. "Jun itu kakak kamu?" Aku mengangguk. "Yaudah, biar saya saja yang beli untuk kamu. Kita bisa bilang itu hadiah perayaan satu bulan kita pacaran." Ide gila lagi dari si bos ini. Maunya apa sih Pak? Enggak capek bikin saya jantungan? Hadiah satu bulan pacaran mobil? kalau satu bulan? kapal pesiar? "Pak jangan sembarangan. Ini mobil, bukan seharga mau beli siomay lho Pak." "Iya saya tau. Beli mobil kan? bukan beli siomay?" Pak Yogi menenteng tas miliknya. Ia berjalan mendekat lalu dengan ragu mengandeng tanganku. Aku lepaskan, sungguh aku tak bisa seperti ini. "Saya masih bisa jalan sendiri Pak." Ia mengangguk, mengerti aku tak nyaman dengan apa yang ia lakukan. Aku berjalan di belakangnya seperti biasa. Sementara para pegawai di depan ruangan Pak Yogi menatap kami berdua. Mereka jelas tau aku berada di ruangan bosku itu seharian. Ku tundukan kepala, tatapan mereka seolah menghujam. Apalagi untuk aku yang terkesan penyendiri di kantor. Bukan karena apa-apa. Kadang saat istirahat sering kali pak Yogi juga memberikan pekerja. Langkah bosku melambat, aku ikuti membuat ia menoleh. Ia lalu tersenyum. "Buruan dong." Kata-kata meluncur begitu manis. Sialan, sialan, sialan lebih baik dia ketus dan dingin kaya biasanya. Ini kenapa manis gitu? Bikin diabetes. Pak Yogi sialan! Aargh! Aku jalan ke depan, sekarang aku bersebelahan dengannya. Berjalan menuju lift terasa lama sekali. Kami masuk setelah ada di sana. Semua menyapa Pak Yogi. Ia sahuti dengan anggukan tanpa ekspresi seperti biasa. Pekerja padat mereka juga ingin pulang cepat. Biasanya Pak Yogi pulang lebih larut. Hari ini tumben sekali ia pulang lebih cepat. Kami masuk, berdesak-desakan karena begitu ramai. Begitu kakiku melangkah masuk. Lift berderit, biasa lah. Aku tau diri ingin melangkah keluar lift. Pak Yogi lagi-lagi menggenggam tanganku dan mengajakku ke luar. Sial!!! Sekarang satu lift memerhatikan. Ia bahkan melambaikan tangan dengan tangan kami yang tergenggam. "Pak!" kesalku. "Hmm?" "Astagfirullah." "Inget status kita." "Enggak harus kaya gini sih." Pintu lift sebelah terbuka, terlihat Tedi berdiri di sana. Aku melotot terkejut, ngapain si rese ini ada di sini? Kami saling tatap. Apalagi, Tedi jelas melihat jika tanganku dan Pak Yogi saling menggenggam. Segera aku lepaskan. Aku dan Pak Yogi berjalan masuk ke dalam lift. Berusaha bersikap biasa saja. Tak siap jika mendapatkan pertanyaan dari Tedi saat ini. Aku berdiri di antara Tedi dan si pucat. Aku melirik Tedi. "Lo ngapain ke sini?" "Mas Jun minta tolong buat anter lo." "Biar saya yang antar," sahut Pak Yogi tanpa menatap aku atau pun Tedi. "Kok Bapak?" Tedi bertanya penasaran. "Iya, saya kan—" "AAAAA!" Aku menjerit menutup kedua telinga tak sanggup mendengar jawaban Pak Yogi. Tedi memukul kepalaku, seperti biasa segera ku balas. "Sakit!" Aku kesal, peduli amat ada Pak Yogi di sini. Pak Yogi berpindah, ia kini berada di tengah. Tedi menoleh menatapku dengan tatapan tang jelas bingung, bertanya ada apa. Ini belum waktunya aku tak bisa mengatakan apa-apa. "Jangan pukul pacar saya kaya gitu," larang Pak Yogi sambil mengusap kepalaku. "HAH?!" Lihat kelakuan Tedi, dia teriak dan buat kupingku sakit. Pak Yogi melirik jelas ia kesal juga dengan teriakan Tedi tadi. Sampai pintu lift terbuka, Tedi berjalan mengikuti kami. "Pak maaf nih, saya dikasih tanggung jawab untuk antar Reina." Halah-halah alasan, aku tau dia butuh waktu untuk mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang ia lihat dan saksikan di lift tadi. Langkah atasanku terhenti mendengar penuturan Tedi. "Sekarang Reina tanggung jawab saya. Jangan khawatir." Ya Allah mleyot denger Pak Yogi ngomong begitu. Sadar Reina, sadar ... Kamu hanya butiran debu di hati Majendra Yogi Finanda. Sialan emang, belum dua puluh empat jam jadi pacar bohongan udah dibuat mleyot. Gimana harus menjalani tiga tahun ini? Apa tidak lebur ini hati. Sialan! Kalau aku jatuh hati siapa tumbalnya nanti? "Uhuuukk!" Tedi terbatuk-batuk tanpa alasan. Jelas sih dia kaget syok. "Bapak sehat kan?" Yogi diam lalu menarik tanganku untuk berjalan ke luar. Aku melambaikan tangan pada Tedi yang menatap dengan tampang bodohnya. Seneng banget lihat dia bego begini. Sementara aku tertawa kecil beneran cocok sekali bund, jadi bahan penistaan. "Kenapa ketawa?" Pak Yogi bertanya. Kenapa, harus tanya sih? Padahal dia jelas lihat muka Tedi kaya apa tadi? "Muka Tedi lucu banget Pak. Kaget gitu," jawabku. Pak Yogi menoleh ke belakang, lalu kembali menatapku. "Memang wajah dia kaya gitu kan?" Mendengar yang dikatakan bosku aku tertawa semakin keras. Pak Yogi menyentak tanganku pelan, seolah memberitahu agar aku menghentikan tawa. Setelahnya aku dengan pasrah mengikuti. Dan kini berada dalam mobil bersama si bosku dsn Juki. "Pak nanti saya turun sendiri aja ya?" pintaku ramah. Ia melirik lalu sedikit bergerak mendekat mengikis jarak di antara kami. "Kenapa?" Lembut ... Pertanyaan yang keluar dari bibirnya lembut banget. Pak Yogi beneran ya! Ya Allah kuatkan hambamu ini. "Sa-saya kan mau ketemu kakak saya untuk milih mobil." "Ya, saya bilang kalau kamu mau saya bisa belikan untuk hadiah satu bulan kita—" "STOP!" Mendengar teriakanku Juki segera menepikan mobilnya. "Kenapa mbak?" "Maaf." Aku merasa bersalah. "Jalan lagi Juk." Pak Yogi meminta dan mobil kami melaju kembali. Aku bisa tau atasanku ini kesal. Kuakui ternyata dia sabar juga. Ia melirik berusaha tersenyum. Aku sadar ia coba membuat kesan di depan Juki. "Pak?" "Hmm?" "Saya sendiri saja ya?" Pak Yogi menggenggam tanganku. "Biar saya temani." Okelah, malas juga kalau terus melawan. Aku bisa melihat Juki melirik dari kaca dashboard. Penasaran juga pasti kenapa bos yang judes, mendadak jadi manis macam playboy gini. Ini salahnya lama menjomblo alias enggak pernah pacaran. Cuma karena 'hmm' yang manis bikin hatiku meleleh, dadaku dangdutan, ujung bibir gemetar tahan senyum. Hatiku lemah tak pernah diasah oleh cinta. Jadi sering ngucap sialan dalam hati, bukannya istighfar! Astagfirullah, yang jelas aku tau sekarang aku bakal meleleh lebih dahsyat dari gunung es yang ditabrak kapal Titanic. Saat ini harus mempersiapkan diri untuk patah hati. Kenapa aku yakin banget kalau aku akan jatuh hati? Harusnya sadar diri kalau semua cuma Rekayasa dan alibi. Masalahnya, hatiku tak bisa memilah. Perasaanku Murahan, sama acting manis aja langsung lemes dan pasrah. Iya gini ini, hati lembut tang tak pernah diusik perihal cinta. Ternyata lihat drama Korea yang uwu tak membuat hati kuat bertahan saat menghadapi sendiri sikap manis lelaki. Kami sampai, tanganku dingin membayangkan reaksi apa yang akan diberikan oleh Mas Jun. Kakakku dan Mas Bumi ternyata duduk di depan dealer mobil. Mereka segera menatap tajam begitu melihat aku jalan mendekat dengan Pak Yogi. Begitu dekat tak ada senyum dari kedua kakakku. Ini laki-laki pertama yang aku bawa ke hadapan mereka. Mas Jun melirikku. "Ini bosku Mas. Pak Yogi." Aku menunjuk Mas Jun dan Mas Bumi bergantian. "Ini kakakku Mas Jun, ini kakak sepupuku Mas Bumi." Pak Yogi melirikku, lalu mengulurkan tangan pada Mas Jun. "Maaf saya baru bisa menemui di sini. Saya Yogi, bos dan juga pacarnya Reina." "Pacar?!" Sentak kedua kakakku bersamaan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD