MY SWEETIES BOY ~ 03

1685 Words
Pagi ini seperti biasa, gue bangun dan bergegas ke kamar mandi, tak lupa membawa handuk, baju dan peralatan mandi gue. Kebetulan si Jutek Pibi belum bangun, gue bisa mandi sepuasnya. Gue melepas kaus longgar gue, celana pendek gue, terus membebaskan lilitan kain tebal di d**a gue. Ih, lega. Seharian dibebat kain semacam ini, gue berasa tak nyaman. Nah, ketika gue akan melepas CD gue, pandangan gue tak sengaja jatuh ke pantulan cermin diatas wastafel. Anjrit! Nyaris gue berteriak, tapi secepat kilat gue menutup mulut.. Sial! Mengapa gue tak menyadari kehadiran Pibi? Dia lagi BAB! Bukannya biasanya jam segini dia masih di alam mimpi? Untung dia BAB sambil membaca komik, tanpa peduli sekelilingnya. Buru~buru gue memakai lilitan kain didada gue dan kaus gue. Sialnya, ketika gue akan memakai celana pendek, Pibi berteriak pada gue, "Eh, Banci! Lo ngapain disitu?" Dia menurunkan komik yang dibacanya dan kini sedang memandang gue galak. "Gue mau mandi. Maaf, gue gak tau lo disini. Secara jam segini, biasanya lo masih di pulau kapuk." Gawat! Gue belum sempat memakai celana pendek lagi! Dia memandang paha gue dan tersenyum melecehkan. "Paha lo kecil. Gak keker sama sekali! Cih, pantas lo kayak banci, gitu!" Yaelah, paha gue kecil, kan, karena gue cewek. Kalau kekar, bodi tukang pukul, dong. Secepat kilat gue memakai celana pendek gue. Baru gue berniat keluar kamar mandi, si Jutek Pibi kembali berteriak. "Banci, buruan ambilin tissu! Lo jadi jongos gak berguna betul! Tisu abis juga kagak tau," omelnya kesal. "Iya, iya, sab.." Ups, nyaris gue mengucap kata 'sabar'. Bisa berabe bibir gue kalau dipluntir lagi! "Nih tisu lo." Gue menyerahkan tissu tanpa masuk ke dalam kamar mandi. Hanya tangan gue yang gue selipkan di sela pintu yang terbuka sebagian. "Masuk, Banci! Gue lagi b**l, lo suruh gue berdiri dan jalan ke pintu, apa!" Kampret! Masa gue harus masuk dan melihatnya dia BAB? Pasti bau sekali. Terpaksa gue masuk sambil menutup hidung, juga menutup mata. "Nih." Gue menyerahkan tisu gulung tanpa membuka tangan dari wajah gue. "Lo jijik sama gue? Lo jongos gue! Biar gue suruh makan taik gue, lo harus lakuin. Turunin tangan lo!" perintahnya galak. Huffttt, terpaksa gue menurunkan tangan gue, tapi gue tak berani memandang wajah jutek Pibi. Gue terus menunduk dan... DEMI DEWA!! Baru sekali ini gue melihat barang cowok dewasa! Gue syok dan terpukau. Ih, besar sekali! Sontak mulut gue ternganga lebar. Si Pibi menyadari arah tatapan gue dan spontan menutup selangkangannya. Gue buru-buru memejamkan mata. Tapi sudah mubazir, ya? Sudah terlanjur lihat juga. Ish, gue menjadi malu. Pipi gue terasa panas. "Lo, lo kayak belum pernah lihat barang cowok aja!" Memang belum, lo cowok pertama yang gue lihat itunya. "Emang belum pernah," jawab gue keceplosan, lalu gue sadar kesalahan gue. Maka gue lanjut bicara sekenanya, "maksudnya, gue belum pernah melihat yang sebesar punya elo!" Haiyaaa, mengapa omongan gue semakin kacau balau?! Ingin gue membenturkan kepala ke dinding. Si Jutek Pibi seakan bangga dipuji barangnya, lantas ganti dia memperhatikan s**********n gue. "Punya lo juga jumbo! Besar mana ama punya gue? Ayo buka celana lo, gue mau bandingin!" "TIDAKK!!" jerit gue histeris sambil memegang s**********n gue. Please, jangan sampai dia memaksa gue untuk buka celana didepannya. Si Jutek Pibi tersenyum mencemooh. "Lo aneh. Lo kayak cewek aja. Sikap lo sok polos macam anak perawan aja! Emang banci, lo! Kalau gue perhatiin d**a lo juga agak kegedean sebagai cowok." Gue bukan banci. Gue emang cewek, Dodol! Tangan gue beralih dari s**********n gue ke d**a gue. Aduh karena tadi terburu~buru, lilitan kain didada gue jadi kurang rapat. d**a gue menjadi sedikit menonjol. "Biar, hinalah gue sepuas lo. Yang tau gue banci atau enggak kan gue sendiri. Gue gak peduli hinaan lo!" Setelah mengatakannya, gue secepat mungkin berlari keluar dari kamar mandi. *** Sejak peristiwa di kamar mandi tadi pagi, gue jadi grogi kalau bertemu pandang dengan si Pibi. Dih, mengapa gue jadi terbayang itunya mulu? Hadeh, gue tak mau menjadi makhluk m***m seperti ini! Gue pun berusaha menghindar darinya, bahkan sampai gue rela berdekatan dengan Johny dan cowok~cowok m**o itu. "Kockie, sini! Lihat gue bawa apa?" Johny memamerkan cake lucu yang baunya sangat harum. Idih, bagaimana bisa semua orang pada tahu kelemahan gue di bidang makanan? Pokoknya pantang hukumnya menolak makanan lezat. Sekarang jam istirahat sekolah. Johny sengaja datang ke kelas gue dan memamerkan kuenya nan menggoda itu. "Johny, itu buat gue?" "Apa sih yang enggak buat lo, Yang?" rayunya receh. "Mana? Kasih gue!" Gue ingin menyerobot kue itu, tapi Johny lebih cepat mengangkat tangannya keatas. Meski gue loncat keatas setinggi mungkin, gue tak bisa menggapai kue itu. "Ish, lo permainin gue ya?! Lo kata, kue itu buat gue!" sembur gue kesal sambil meniup poni gue. Sebagian poni gue melayang, lalu kembali mendarat di dahi gue. Johny terpesona melihat gerakan itu. "Lo sweet banget, Yang." Tangannya bergerak ingin mencubit pipi gue, tapi gue berhasil menghindar. "Udah gak usah ganjen. Gak mau kasih ya udah. Pergi sono!" "Lho, gue mau kasih elo kok, Yang. Tapi ada syaratnya. Gak ada barang gratis di dunia ini." Gue menatapnya curiga. Ide busuk apa yang berkelebat di otak kotornya? "Sini, Yang." Tiba~tiba dia menarik tangan gue dan menarik gue keluar kelas. Ketika gue melewati kelas si Jutek, tak sengaja gue melihatnya baru keluar kelas dan memandang dingin pada gue yang sedang ditarik paksa si Johny. "Eh, Banci! Sini!!" teriaknya keras. Si Johny terus menarik gue, jadi gue tak bisa menghampiri Pibi. Kebetulan, memang gue lagi tak ingin berdekatan dengannya. "Sorry ya, gue.." Tangan gue menunjuk Johny. Gue tak menyangka, si Jutek yang biasa tak mempedulikan orang, kini dia berlari mengejar kami. Pibi menghadang didepan gue dan Johny. "Lepasin Jongos gue!" perintah si Pibi ketus. Johny cengegesan. "Ayolah Pibi, gue cuma pinjam jongos lo bentar aja. Gue ada perlu dikit ama dia. Gue gak gangguin dia, kok. Nih, malahan gue bawain dia kue!" Pibi? Mengapa Johny berani memanggil seperti itu didepan si jutek ini? Mendadak Pibi menarik tangan Johny yang tengah menggandeng gue dan memeluntirnya ke belakang punggung cowok itu! Johny sontak berteriak kesakitan. "Gue-enggak-suka-jongos-gue-diperintah-orang-lain." Si Pibi berkata keji pada Johny. "Pibi! Dia enggak merintah gue kok. Gue ikut sukarela. Gue mau ambil kue gue!" Fix. Gue t***l sekali karena berbicara seperti itu. Pertama gue ikut memanggilnya ‘Pibi’. Kedua, mengapa gue terkesan seperti cewek .. eh, cowok yang amat rakus? Si Jutek Pibi ganti melotot sadis pada gue. Dengan geram dia merebut kue yang dipegang Johny. "Lo pengin kue ini?" Gue mengangguk penuh minat. "Ck! Gampang sekali, ya, menyogok lo!" Dan dia melumat kue itu didepan gue! "Pibi! Kenapa dihancurin! Sayang, tau!" protes gue. Pibi lalu melempar kue itu sejauh mungkin. "Sekarang lo gak punya alasan ikut cecunguk ini! Ikut gue, Banci!" kata Pibi sembari menarik tangan gue. Gue bersikeras tak mau beranjak hingga Pibi menoleh dengan geram. "Gue gak mau ikut elo! Gue mau pergi ama Johny!" tolak gue. "Lo, jongos gue. Lo harus ikut gue!" Kemudian gue merasa tubuh gue terangkat. Anjrit! Si Pibi memondong gue seakan gue adalah karung beras. "Lepasin! Lepasin, Pibi!" Sepanjang jalan gue berteriak tapi makhluk jutek itu tak peduli. Bahkan dengan semena~mena dia memukul p****t gue. "Diam, lo! Atau gue ceburin ke got!" Gue langsung kincep. Dia tak serius mau nyeburin gue ke got, kan? Si Pibi membawa gue ke taman belakang sekolah, terus seenaknya melempar gue ke atas rumput. Ck! p****t gue terasa sakit. "Apa lo tak bisa menurunkan orang dengan sedikit lembut? Gue bukan karung beras, tau!" "Kalau lo karung beras, gue gak bakalan mau mondong lo, dari tadi!" "Ck! Percuma ngomong ama elo. Dasar kepala batu!” Gue memperhatikan sekeliling gue. Baru gue sadar, ada pemandangan seindah ini di sekolah. Disini penuh bunga berwarna~warni dan dibawah pohon raksasa itu ada ayunan dari kain jaring yang terlihat nyaman sekali. "Kok gue baru tau ada tempat seindah ini di sekolah kita." "Gak sembarang orang bisa masuk kesini. Ini daerah teritori gue," kata si jutek angkuh. "Trus ngapain elo bawa gue kemari?" "Lo, sebagai jongos gue, mulai sekarang punya kewajiban merawat dan membersihkan taman ini!" Ih, senang sekali dia membuat gue kerja rodi. Tapi sekarang taman ini masih terlihat rapi dan bersih. "Trus sekarang gue ngapain? Masih terlihat bersih kok." Si jutek berjalan kearah ayunan dibawah pohon itu dan berbaring didalamnya. "Sini," perintahnya ke gue. Gue mendekat dan berdiri di samping ayunan. "Lo menyuruh gue bobok cantik disitu?" "Bacot, lo! Sini, kipasin gue!" Dia melempar kipas besar dari daun yang dikeringkan ke kepala gue. "Pibi, eh Aska, tapi bentar lagi mau masuk kelas," kilah gue berusaha menghindar. "Kita bolos! Gue ngantuk. Dan panggil gue Pibi aja. Gue benci nama Aska!" Si Jutek Pibi menutup matanya, seakan tak ingin mendengar gue lagi. Huh, terpaksa gue mengipasinya. Mirip raja dan b***k kipasnya saja. Lama kelamaan kaki gue pegal karena berdiri melulu. Dan ayunan itu menggoda sekali, betapa nyamannya jika gue ikut duduk di situ. Lagipula si Pibi sudah tidur. Gue akan pelan~pelan naik, supaya dia tidak menyadarinya. Jadilah gue ikut duduk di ayunan itu. Untung si Pibi tak terbangun. Gue terus mengipasinya sambil memperhatikan wajahnya. Dia sangat tampan, sayang terlihat jutek! Not my tipe. Gue suka cowok humoris yang berkepribadian hangat. Sayang gue belum menemukan model begitu. Angin yang bertiup semilir dan suasana tenang membuat gue mengantuk. Tanpa sadar gue tertidur. Entah berlangsung berapa lama, hingga gue terbangun ketika ada tangan yang menowel kepala gue. "Hmmm .." Gue berasa tidur di rumah, seakan dalam pelukan Mama. "Masih ngantuk, Ma," desah gue sambil memeluk tubuh dibawah gue semakin erat. Mengapa tubuh yang gue tindih berubah tegang? Masa dia Mama? Perlahan gue membuka mata dan langsung syok saat menemukan manik mata biru yang menyorot tajam! Gubrak!! Gue terjatuh dari ayunan diikuti sesosok tubuh yang dari tadi tak sengaja gue peluk! Kini posisi kami berbalik. Pibi berada diatas tubuh gue. Gue terpaku menatap mata biru yang berkilau indah itu. Tampannya. Mulut gue ternganga melihatnya. Apa gue GR? Perasaan, wajah Pibi semakin dekat, bibirnya mendekati bibir gue. Apa dia berniat mencium gue? Alamaaak! Gue tak tahan melihatnya, spontan gue memejamkan mata. "Banci, lo sengaja godain gue ya?" tanya Pibi dengan suara beratnya. Dia lagi~lagi memluntir bibir seksi gue. "Auwwwwww, sakit Pibi!" protes gue keras. Hilang sudah momen mendebarkan tadi. Pibi memang menyebalkan! Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD