MY SWEETIES BOY ~ 05

1287 Words
Entah mengapa gue jadi parno. Setiap kali melihat Pibi gue jadi was~was, mungkin saja dia mau mem-bully gue. Tapi ternyata sejauh ini tak ada yang terjadi. Namun dia berubah tak mempedulikan gue, seakan tak menganggap keberadaan gue. Jujur, gue merasa ada sesuatu yang hilang. Tapi ambil sisi positifnya aja. Status gue bukan jongosnya lagi! Efek samping dari terbongkarnya sandiwara gue adalah .. kini cowok~cowok m**o itu semakin agresif mendekati gue. Terutama Johny. Dia selalu mengikuti kemanapun gue pergi. Siang ini dia datang menemui gue di kantin. "Hai, Yang, kok gak ngajak aku kesini, sih?" Begitu datang dia langsung duduk di samping gue dan menyambar gelas minum gue. "Eh, itu minum gue!" teriak gue protes. Ish, tanpa babibu Johny menghabiskan sisa minum gue dalam sekali teguk. k*****t! Gue sengaja mengirit minum, dia seenaknya saja main sabotase minum gue sampai habis. Mana gue kepedasan gegara makan bakso dhower lagi! "Johny! Ayo gantiin minum gue! Ayo cepat beliin!" "Iya iya. Itungan banget sih ama pacar sendiri, Yang!" Johny beranjak hendak membelikan gue minum. "Es teh apa es jeruk?" "Es jeruk!" Untung sebelum si tengil itu bergerak, gue teringat sesuatu. Jangan sampai minum gue dibekasin sama dia lagi! "Sini duit lo, gue beli sendiri aja." Johny mengeluarkan dompetnya, dengan cepat gue menyambarnya. "Eh, kok dompet gue diambil semua?" protes Johny. "Brisik, lo! Ntar gue balikin abis dipakai bayar minuman." Gue memang berniat akan mengerjai Johny. Sengaja gue pakai duitnya untuk membeli minuman, tapi tak hanya buat gue doang! Gue membeli sepuluh gelas es jeruk. Tapi akhirnya gue yang harus susah payah membawa nampan berisi sepuluh gelas es jeruk itu ke meja kami. "Permisi...permisi.." Gue melangkah hati~hati, supaya nampan gue selamat sampai di tempat. Namun mendadak ada kaki yang menjegal langkah gue. BRAKK!! Gue jatuh di lantai kantin. Nampan berisi sepuluh gelas es jeruk itu juga jatuh berantakan. Tentu saja gelas~gelas itu pada pecah. Air jeruk sontak membasahi lantai dan tubuh gue. Saat gue mendongak keatas untuk melihat siapa oknum yang sengaja melakukan ini, pandangan gue bertemu tatapan tajam Pibi. Dia memandang gue penuh cemooh. "Kenapa? Gak terima?!" tantangnya. Gue berdiri dengan susah payah, lantas memberanikan diri untuk menegurnya. "Apa salah gue sampai lo tega berbuat ini, Pibi?" "Lo gak tau salah lo? Lo itu cowo m**o yang bikin gue jijik!" Tentu, gue kesal sekali pada cowok sok ini, tapi gue harus bertahan demi Mama. Gue tak mau membuat masalah yang bisa menyebabkan gue didepak dari tempat ini. "Lo juga bikin jijik gue!" Perkataan gue langsung bikin suasana kantin hening. Baru sekali ini ada yang berani bilang jijik pada Pibi dan itu gue, cowok yang dimata mereka terlihat tak jantan sama sekali! Tatapan semua orang di kantin tertuju pada kami berdua. Pibi menatap gue penuh dendam. Dengan cepat disambarnya semangkuk bakso di meja dan dituangkannya diatas kepala gue. Kuah bakso beserta isinya yang panas itu langsung membasahi rambut dan muka gue. Gue merasa perih dan terhina, tapi gue berusaha bertahan. "Jadi ini cara murahan yang lo pakai untuk ngebully orang? Lo gak ada cara yang lebih smart lagi?" sindir gue pedas. Wajah Pibi semakin masam dan bengis, baru sekali ini ada orang yang berani menantangnya secara terbuka! Dia melayangkan tangannya untuk memukul gue. Gue memejamkan mata gue pasrah. Tapi mengapa tak terjadi apa pun? Perlahan gue membuka mata. Tangan Pibi ditahan oleh tangan seorang cowok yang menghadang di depan gue. "Selesaikan permasalahan dengan kepala dingin, jangan menggunakan kekerasan, Bung." Suara itu, gue amat mengenalnya! Betulkah ini..? "Abang.." panggil gue ragu. Cowok itu menoleh, dan gue bagai dalam mimpi menemukan sosok tampan dengan mata teduh dan hangat miliknya. "Abanggggg!!" Spontan gue memeluk cowok itu dengan erat untuk menumpahkan kerinduan gue. Abang balas memeluk gue sambil mengelus rambut gue. "Pa kabar, Bi? Lo udah besar sekarang dan makin can..eh manis aja!" Abang terkekeh geli, "tapi bau acemmmm," tambahnya menggoda. Gue baru tersadar kalau gue telah mengotori seragam abang. Secara kondisi gue berantakan sekali gegara terkena kuah bakso, juga cucuran es jeruk. "Ish, baju Abang jadi kotor gegara gue." "Tak apa, Sayang. Yuk kita ganti baju dulu. Habis itu kita ngobrol~ngobrol. Abang kangen sama kamu," kata Abang sembari mengacak~acak poni gue. Gue tak sadar jika tatapan seluruh penghuni kantin kini tertuju pada gue dan abang dengan pandangan bertanya~tanya. Demikian pula Pibi yang sedang menatap kami dengan tatapan bingung bin galau. Abang menggandeng gue untuk mengajak gue meninggalkan kantin, tapi mendadak gue mengaduh. Seketika abang memeriksa gue dengan teliti. "Ya ampun, kaki lo berdarah, Bi. Kena pecahan gelas. Perih?" Gue mengangguk. "Bisa jalan?" "Gue usahain Bang." Tapi saat gue pakai jalan, kaki gue terasa makin perih. Gue meringis menahan sakit. Abang menghela napas lalu mendadak dia menggendong tubuh mungil gue. "Bangg.." "Udah, kalau gak gue gendong entah kapan kita nyampai UKS. Anggap aja ojek pribadi, Yang." Gue malu tapi suka. Saat digendong Abang, gue mengalungkan lengan gue ke leher Abang. Gue pun menyembunyikan wajah gue di ceruk leher Abang. Semua menatap kami dengan takjub. *** Di UKS. Gue dan Abang sudah berganti baju bersih. Kini Abang sedang mengobati gue. "Abang sekolah disini juga? Kok gue baru tau sekarang?" "Iya. Abang kan baru ngikutin olympiade sains di Jerman selama seminggu. Mewakili sekolah." "Wihhhhh! Abang hebat! Jempol. Sekolah pasti bangga pada Abang, ya." "Iya sih, tapi Abang lebih bangga jadi hero elo aja, Bi." Perkataan Abang sukses membuat gue melting. Ohya, Abang gue ini namanya Helga. Dulu dia tetangga gue. Kami besar bersama. Dari dulu gue selalu mengidolakan Abang, malah dulu gue pernah melamarnya menjadi suami gue saat usia gue tujuh tahun. Bang Helga sekeluarga akhirnya pindah ketika usia gue duabelas tahun. Kabarnya, mereka pindah ke Amerika. "Jabatan Abang apa sih di sekolah ini? Kok mereka kayak segan gitu ama Abang?" "Abang jadi ketua osis disini, Bie. Juga ketua tim basket." "Pantas, si Pibi juga kayaknya segen ama Abang tuh." Mendadak Abang memandang gue penuh selidik. "Lo ada urusan apa sama dia sampai lo dibully gini, Bi?" Gue menceritakan semuanya pada Abang, dari A sampe Z. Abang geleng~geleng kepala mendengarnya. "Lagian lo, Bi, udah tau orangnya kayak gitu, main ngaku~ngaku aja jadi pacarnya!" "Iya, nyesal gue Bang. Coba kalau lo ada saat itu, Bang, mending elo yang gue akuin jadi pacar gue!" cerocos gue asal. Abang langsung menoyor kepala gue. Gue cuma menyengir. Tiba~tiba gue teringat pesan Mama, tentang Peri Biru yang akan menjaga gue di sekolah. Apakah itu Abang? "Bang, elo udah tahu ya kalau gue bakal masuk sini?" Abang mengangguk. "Mama menemui gue sebelum mendaftarkan lo kesini. Mama sudah menceritakan semua kenapa lo mesti sembunyi dan terpaksa menyamar kayak gini. Jangan khawatir, Bi, gue akan melindungi lo!" Abang memeluk gue dan mengecup kening gue. "Bi, gue akan menemui Pak Kuncung. Gue akan minta lo pindah sekamar ama gue. Lo lebih aman dan nyaman kan sekamar ama gue dibanding cowok lain?" "Iya Bang, gue nurut aja ama elo." Hati gue melambung mendengar ucapan Abang. Duh, sejak dulu dia memang selalu melindungi gue. Betapa beruntungnya gue mengenal Abang, cinta pertama gue! *** Author pov Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang asik memperhatikan mereka. Entah mengapa dia datang kemari. Melihat mantan jongosnya terluka ada sekelumit rasa khawatir di hatinya. Dan di UKS dia justru menemukan pemandangan yang membuatnya enek. Si Helga itu! Selama ini dia mengira cowok itu normal. Dia juga agak segan pada cowok itu karena Helga pernah menolongnya. Tapi yang disaksikannya tadi, si Helga mesra sekali pada mantan jongosnya! Dia jadi galau. Mengapa melihat itu dadanya terasa sesak? Ada rasa tak rela Boy dekat dengan cowok lain! Menjijikkan sekali! Dia harus melawan perasaan ini! Dia harus membuat Boy semakin membencinya supaya Boy tak bersikap manis padanya dan membuatnya terlena. Dan apa yang didengarnya tadi? Helga mau menyabotase teman sekamarnya? Jangan harap!! Dia tak akan membiarkan hal itu terjadi! Boy harus sekamar dengannya, apapun yang terjadi! Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD