Tak ingin gadis lain

1044 Words
"Tumben telat?" Reya mencolek pundaknya Ratu, membuat gadis juita itu merenggut. Reya adalah teman kerjanya yang cukup dekat. Dia masih satu tim dengan Ratu. "Geli," protesnya. Ia segera berjalan ke arah mejanya. Reya menghampiri, "Lo tau gosip baru gak?" "Apaan?" Mulai menyalakan laptop-nya. Reya menatap kanan - kiri, "Ada gosip, kalau Pak Raja bakal dijodohin sama anaknya pihak Zero!" Tangan yang hampir memegang mouse, tiba - tiba terhenti, "Owh." Reya menarik kursinya, hingga mendekat ke arah Ratu, "Orang bilang, namanya Alesya. Dia gadis berkerudung yang alim gitu. Dan ... ya pastinya segelan lah, gadis berkerudung gitu, lo," Meneruskan kembali aktivitasnya, Ratu hanya menanggapi ucapan temannya itu dengan sebuah gemingan. "Kalau menurut gue, wajar aja sih kalau Pak Raja, nyarinya yang segelan. Secara, cewek jaman sekarang tuh, jarang yang masih segelan. Iya gak sih?" Tangan Ratu mendadak gemetar, hingga pas bunga di atas mejanya jatuh, dan pecah ke atas lantai. Membuat tim yang berisi dua puluh orang dalam ruangan itu kaget. "Duh, lo kenapa?" Reya membantu Ratu yang berjongkok membereskan pas bunga kecil itu. Ratu hanya tersenyum, melirik Reya. Gadis itu tentu saja tidak akan tahu seperti apa masa lalunya Ratu. Jadi, mungkin ketika temannya itu berbicara masalah tadi. Tentu saja bukan bertujuan untuk menyindirnya. "Enggak, gue lupa kalau ada pas bunga, di meja," Ratu segera membawa pecahan pas bunga itu ke tempat sampah. "Hati-hati deh, lagian lo ngapain simpen bunga di atas meja?" Wajah panik Reya, menghadirkan senyuman bingung dari Ratu. Dia sendiri pun tidak mengerti. Kenapa jatuh cinta pada pas bunga tanah itu. Ketika ia melewati tukang pedagang barang antik, di pinggir jalan kala itu. "Suka aja sih," kembali duduk, dan kembali memegang mouse nya. Reya kembali duduk dikursinya, "Gue penasaran banget, kaya gimana wajahnya anak pemilik Andreas itu." Ratu menghela napas pelan, pikirannya kembali mengingat bagaimana cara Raja memeluknya di tangga darurat tadi. Tolong ... sebentar saja ... Rasanya nyaman, dan menyenangkan. Banyak harapan yang Ratu genggam. Kala Raja terlihat membutuhkan dirinya. Seolah dirinya adalah gadis yang layak untuk laki-laki sempurna itu. Sadar Ratu ... Rasa sesak yang menyeruak, membuat Ratu terlihat gelisah dan malah menatap layar laptopnya dengan tatapan kosong. "Lo lagi sakit, ya Rat?" Reya memegang keningnya. "Enggak ko," Ratu mendorong pelan tangannya Reya. "Lo gak mau ke meja lo, gitu?" Reya terlihat mengerucutkan bibirnya, "Lo usir gue?" Ratu mengangkat kedua bahunya masa bodo, "Gue lagi banyak tugas. Lagian, kenapa lo seneng banget deket - deket gue? Suka ya lo, sama gue?" "Oy! Oy!" Reya heboh, "Sorry ya ... gue masih suka yang batangan." Ia kembali ke mejanya, dengan menarik kursi yang di dudukinya. Membuat suara lima roda kecil itu berdecit dan berisik. Menghadirkan gelengan jengah dari Ratu, seraya kembali mulai mengerjakan tugasnya. *** "Eh, kata anak - anak. Lo sama Pak Raja pernah makan siang di kantin bareng ya?" Reya bertanya, saat ini keduanya sedang berada di kantin kantor. Melakukan rutinitas, makan siang. Ratu mengangguk, "Kantinnya penuh waktu itu." Reya menatap antrean yang lumayan panjang, "Ini kantin, kayanya kurang geude. Gue ngerasa kaya dikejar - kejar waktu. Padahal, habis cuma buat antre, doang." Ratu hanya bergeming, "Eh, Pak Raja juga antri di sini ya?" Reya menatap ke arah Raja yang memasuki kantin itu. Membuat Ratu menghela napas gelisah. Bertemu dengan laki - laki itu di tangga darurat tadu sudah membuatnya berat. Kenapa harus juga bertemu di kantin? "Padahal kan dia anak dari pemilik perusahaan ini. Kenapa gak makan di Restoran yang ada di luar aja?" sambung Reya lagi, "Kan enak, gak harus antri kaya gini. Makanannya pun pasti lebih enak." "Mungkin males ke luar, kali," sahut Ratu, gadis itu sibuk membaca ebook diponselnya. Tidak terlalu suka baca, hanya sesekali saja, kalau ia sedang suntuk. Reya mendorong pelan Ratu, "Udah kosong, Ratu ... malah asik main ponsel!" Terlalu fokus pada cerita yang ia baca, Ratu malah lupa pada antrean yang mulai kosong di depannya, "Eh, kirain." Reya kembali melirik Raja, yang ternyata antre di sampingnya. "Rat, Pak Raja liatin lo. Bener gak sih? Atau cuma filing gue aja?" Bisik Reya, hal yang cukup membuat Ratu menegang. Melirik dengan ujung matanya, ia meringis pelan. Sungguh tidak sanggup, meski hanya membayangkan bahwa laki - laki sempurna itu tengah menatap padanya. "Rat, bener gak sih?" Duh, bisa diem gak sih lo? Memang teman yang tidak peka, harus banget, ya, menceritakan tentang segala kegiatan laki-laki itu padanya? Ratu menggeleng pelan, dengan tetap fokus pada petugas yang sedang menjaga makanan di sana. Berterima kasih pada antrean yang kini giliran dirinya, Ratu mulai menyibukan diri dengan mengambil makanan yang ia mau. "Sebenarnya dia natap siapa sih? Sampe lekat banget, kan gue penasaran, Rat?" bisik Reya lagi, sungguh ingin sekali Ratu memukul kepala temannya itu dengan centong yang ia pegang. Tapi sekali lagi, Ratu tidak berani mengangkat tatapannya. Meski tangan mulai gemetar, karena sensasinya. Sampai, kuah sayur yang ia ambil jatuh ke mana - mana. Membuat si petugas makanan itu menggeleng jengah, "Belum sarapan ya, Mbak?" Dan Ratu hanya menanggapinya dengan cengiran malu. Selesai, Ratu segera membawa nampan berisi makanannya itu ke arah meja. Kala ia malah bertabrakan dengan seseorang. Dan membuat makananya mengotori jas orang itu. "Maaf," Ratu mundur, dan mengangkat tatapannya. Mendapati kedua mata teduh, dengan senyuman lembut di bibir menawannya. "Saya tidak tahu, kenapa kamu nunduk terus?" Raja membantu Ratu memegang nampannya, "Apa menatap saya membuat kamu rugi?" Deg! Ratu segera melirik kanan - kiri, beruntung mereka tidak terlalu fokus padanya, dan Reya sedang sibuk mengambil makanan. Sehingga ia yakin sekali, kalau pembicaraan Raja ini, tidak terdengar. "Ini tisu Pak, maaf ya, sekali lagi," Gadis itu segera memutar diri, dan berjalan membawa makanannya. Beruntung, hanya sedikit kuah sayur yang tumpah ke jasnya Raja. Sehingga ia tidak harus kembali mengantre, untuk mendapatkan makanan baru. Namun hal itu tidak berhasil membuatnya menjauh dari laki-laki itu. Karena Raja kini malah mengikutinya, "Saya tidak bisa makan di sini?!" Dan atas kalimat yang diucapkan Atasannya itu, Ratu mengerjap. Tangannya yang hampir meraih sendok, malah kembali menjauhkanya dari benda itu. Memberanikan diri menatap pemilik suara itu, dengan sesekali melirik ke arah Reya yang sudah berhasil mendapatkan makanannya. "Ma-maksud Bapak?" Raja menghela napas gelisah, "Saya tahu kamu menghindari saya! Kamu juga pasti denger berita hoax itu kan?" "Berita hoax?" Raja mengangguk, "Tentang perjodohan saya." "Owh, selamat Pak," Ratu menjulurkan tangannya, sebagai ucapan selamat. Raja meraih tangan itu erat, dengan sebuah bisikan ditelinganya. "Terima kasih, tapi saya tidak akan menikah dengannya!" Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD