Bab 6. Kecelakaan?

1114 Words
Seperti halnya di lembar pertama, ia melukiskan sosok ayah dan ibunya yang tengah memeluknya erat. Pada saat itu, ketiganya tengah bersembunyi dari kejaran pembunuh bayaran yang pada akhirnya tetap merenggut nyawa kedua orang tua Yuri. Di lembar kedua, terlukis sosoknya yang mungil tengah bersembunyi di dalam sebuah tempat sampah besar. Dan itu benar terjadi. Kala itu, Yuri yang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri, berlari dan bersembunyi di dalam sebuah tempat sampah agar para pembunuh tersebut tidak dapat menemukannya.   Jadi, Yuri bersedih saat melihat sketchbook miliknya seperti itu, karena ia tidak ingin melupakan semua kenangan-kenangan bersama ayah dan ibunya dulu. Ia, tetap ingin mengingat wajah cantik ibunya dan juga wajah tampan sang ayah. Yuri, tidak ingin melupakan keduanya sampai kapanpun.  “Yuri tidak ingin melupakan wajah okaasan dan otousan. Apa Yuri membeli sketchbook saja lagi ya? Akan tetapi, uang Yuri hanya tersisa untuk makan seminggu. Ah tidak apa, okaasan dan otousan lebih peting dari sekedar makan,” gumam Yuri yang langsung bangkit dari duduknya dan bergegas pulang ke rumah.   Namun saat ia tengah berlari di sepanjang trotoar, Yuri melihat sosok perempuan yang tengah kesulitan membawa barang belanjaan sembari menyebrang jalan. Bersamaan dengan hal itu, Yuri juga menyadari bahwa ada sebuah truk besar yang melaju kencang ke arah wanita tersebut.   “Bibi awas!” Pekik Yuri yang langsung berlari kencang dan sedikit mendorong tubuh wanita tersebut menjauh dari arah truk yang tengah melaju kencang itu.   Tubuh wanita itu terjerembab akibat dorongan Yuri. Namun nasib sial menimpanya, tubuh mungil Yuri, terpental hingga kepalanya sedikit membentur trotoar saat truk besar tersebut menghantamnya cukup keras.   “Ya tuhan!” pekik wanita yang terjerembab tadi dengan suara melengkingnya saat melihat Yuri yang sudah terbaring tak berdaya di atas aspal. Sontak, ia pun langsung berdiri menghampiri Yuri yang sudah tak sadarkan diri. Tak hanya dia, orang-orang yang melihat pun sontak berkerumun guna melihat kondisi Yuri saat ini.   “H-halo,” sapa wanita tersebut menelepon seseorang dengan tangannya yang gemetar hebat.   “Apa ma?” Tanya seseorang di sebrang sana.   “T-tolong datang ke sini Sean,” jawab wanita itu dengan raut wajahnya yang benar-benar terlihat panik.   “Dimana?” Tanya orang yang dipanggil ‘Sean’ itu.   “Di depan toko kue Swanless,” jawab wanita tersebut lalu segera memutuskan sambungan telepon.   “M-maafkan saya,” gumam wanita itu sambil meraba wajah Yuri yang kini terlumuri oleh darah segar yang mengalir dari dahinya yang nampak luka atau mungkin bocor.   “Apa sebaiknya kita membawa korban ke rumah sakit sekarang bu?” Tanya salah seorang yang melihat kejadian tabrak lari tersebut.   “S-saya tidak membawa mobil, namun nanti anak saya akan segera ke sini,” jawab wanita itu dengan air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Sungguh, ia benar-benar merasa bersalah sekarang.   ***   Hanya berselang 5 menit, orang yang ditelpon oleh wanita itupun akhirnya datang. Ia, dengan wajah paniknya mengira bahwa sang mama yang telah terluka atau semacamnya. Namun saat ia melihat sosok lelaki mungil yang berada di dalam dekapan sang mama, tiba-tiba saja ia langsung teringat—   “Yuri?!” kagetnya yang tentu membuat sang mama ikut terkaget.   “T-tolong dia Sean, ayo kita bawa dia ke rumah sakit segera,” ujar sang mama yang lebih mementingkan kondisi Yuri saat ini.   “…” Tanpa berkata apapun lagi, Sean langsung mengambil alih tubuh Yuri dari dekapan sang mama dan membawanya masuk ke mobil.   Akhirnya, Sean pun membawa Yuri ke rumah sakit terdekat dengan sang mama yang ikut serta mendampingi. Di perjalanan, suasana nampak hening. Sean, melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi guna mencegah terjadinya kekurangan darah pada Yuri.   ***   Sesampainya di sebuah rumah sakit, Yuri langsung dimasukkan ke dalam ruangan UGD. Sedangkan Sean dan sang mama, tengah menunggu di depan ruangan tersebut. Keduanya, tampak menunjukkan raut cemas mereka. Sampai pada akhirnya, pintu ruangan tersebut dibuka yang menampakkan sosok dokter yang menangani Yuri.   “Bagaimana kondisi pasien dok?” tanya mama Sean yang mengambil alih. Karena, tentu saja ia tahu bahwa sang anak sangat irit bicara.   “Kondisi pasien terbilang cukup buruk. Bukan karena cideranya yang fatal, namun karena fungsi tubuh yang lemah. Pasien sangat kekurangan gizi dan sering melewatkan makannya yang mengakibatkan lambungnya luka. Dan karena cidera yang tidak terlalu fatal ini, luka di lambung tersebut semakin menjadi. Pasien, tidak bisa pulih secara total. Mungkin setelah ini, ia akan sering merasa perih dibagian lambung. Untuk bagian kepala, benturan cukup keras. Efek samping dari hal tersebut, pasien terkadang akan merasakan pusing di bagian kepalanya,” jawab dokter tersebut panjang lebar.   “T-tapi apa pasien sudah boleh kami besuk dok?” Tanya mama Sean pada sang dokter dengan raut wajahnya yang semakin cemas.   “Pasien akan segera dipindahkan ke ruang pemulihan. Setelahnya, barulah ibu bisa membesuk pasien,” jawab dokter tersebut.   “Baiklah dokter terima kasih,” balas mama Sean.   “Namun sebelumnya, apa ibu bisa ikut saya sebentar?” tanya dokter itu menyela.   “Ah boleh dok,” jawab mama Sean mengiyakan.   “Kalau begitu mari ikut saya,”   “Sean, mama tinggal sebentar ya. Tolong jaga dia selama mama pergi nanti,” ujar mama Sean pada sang anak. Setelahnya, barulah kedua orang dewasa itu pergi meninggalkan Sean seorang diri.   ***   Saat ini, Sean tengah berada di dalam ruang pemulihan. Ia, duduk tepat di samping brankar rumah sakit guna menunggu Yuri hingga tersadar.   “Bangunlah,” gumam Sean pelan sambil mengusap helaian rambut Yuri yang menjuntai lebat ke belakang agar tidak menghalangi wajah imut nan cantik itu.   “…” Tak ada balasan dari pemuda mungil itu. Sean, menatap wajah Yuri lekat dengan pandangannya yang datar seperti biasa.   “Eunghh…,” Lenguh Yuri dengan jemarinya yang terus menjentik.   “…” Sean tidak merespon lenguhan Yuri. Ia, masih terus saja terpaku dengan wajah cantik itu.   “Hhh… Nii-chan?” tanya Yuri saat pandangannya yang mengabur menangkap sosok lelaki yang dikenalnya. Sean, tersentak mendengar suara lirih tersebut. Sontak, ia pun langsung tersadar dari lamunannya lalu menatap Yuri seperti biasa.   “Hm,” balas Sean seadanya.   “Y-Yuri sedang dimana? Mengapa terasa sangat asing?” tanya Yuri dengan keningnya yang terus berkerut pertanda bahwa sang empunya tengah berpikir keras.   “Rumah sakit,” jawab Sean jujur.   “K-kenapa Yuri bisa ada di sini Nii-chan?” tanya Yuri panik yang tampak belum mengingat apa yang telah terjadi padanya.   “Tertabrak,” jawab Sean singkat, padat dan jelas.   “A-ah—”   Cklek…!!   “Ah, kamu sudah bangun? Sean, kenapa tidak memberitahu mama?” ujar mama Sean yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut dengan sosok lelaki berjas yang tampak sangat berwibawa. Siapa lagi kalau bukan papa Sean.   “Baru,” balas Sean cuek. Namun, tentu saja ia tidak berbohong bukan?   “Ah begitu, halo… namamu Yuri bukan?” tanya mama Sean pada Yuri yang menatapnya dengan dahi mengernyit bingung.   “Bibi siapa? Kenapa bisa mengetahui nama Yuri?” tanya balik Yuri yang bingung. Sebenarnya, siapa perempuan yang kini tengah berada di hadapannya?—Pikir Yuri.  ~~ Bersambung ~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD