Bi Asti menepati janjinya dengan menjemputku sepulang sekolah. Ia sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri, ia sering kali menghiburku dikala sedih.
"Memangnya kita mau ke mana, Bi?",tanyaku.
"Nanti Nona Azzura juga tau, sekarang kita naik bus kota dulu saja ya”, jawabnya.
Aku hanya mengangguk. Aku penasaran akan dibawa ke mana aku olehnya.
Tak berselang lama Bibi menghentikan bus yang kami tumpangi. Dan yang pertama kali kulihat adalah banner tempat bimbingan belajar. Jangan-jangan...
"Bibi mau mengajakku ke sana?",tanyaku bingung.
"Betul Nona, tapi nona jangan salah paham dulu ya. Bibi sama sekali tidak mendengarkan ucapan wali kelas Nina Azzura, hanya saja bibi memikirkan masa depan nona nantinya. Bibi sangat yakin Nona itu cerdas. Sangat cerdas. Hanya saja belum mendapat kesempatan untuk menggunakan kecerdasannya”, terang bibi.
Aku tertawa kering mendengarnya.
"Bibi, aku tau bibi menyayangiku tapi tidak perlu sampai berbohong seperti itu kepadaku”, sarkasku.
"Tidak, non. Bibi tidak berbohong. Sekarang, ayo kita buktikan ucapan bibi. Nona akan mengikuti bimbingan belajar secara privat",tantang Bi Asti.
Aku mau-mau saja sih, tapi bagaimana dengan Ayah dan Ibu? Bukankah mereka tidak suka jika aku melakukan kegiatan lain selain sekolah? Pernah suatu hari aku ingin pergi ke toko buku yang berada tidak jauh dari sekolah. Aku hanya ingin melihat buku baru yang berisi beberapa lukisan dari pelukis kesukaanku, Anthoanette. Dan pulangnya aku mampir membeli es krim di salah satu restoran cepat saji.
Tak kuduga, saat itu Ibu dan Ayah pulang jauh lebih cepat dari biasanya. Aku yang sudah senang melihat mereka sudah datang harus mengurut senyuman karena wajah orang tuaku sama sekali bukan raut menyambut dengan suka cita. Mereka marah karena aku pergi ke tempat lain sepulang sekolah, mereka berpikir setiap harinya aku seperti itu. Ayah dan Ibu menegaskan aku tidak boleh beraktivitas lain selain sekolah. Semuanya harus atas persetujuan Ayah atau Ibu.
Dan sekarang...
Mereka pasti akan marah jika mengetahui rencanaku dan Bi Asti.
Aku menatap Bi Asti dengan memohon.
"Bi, aku akan menuruti bibi dengan ikut les di sini. Tapi, aku mohon jangan katakan apa pun kepada Ayah, Ibu, maupun Kak Adera. Karena nantinya bukan hanya aku yang akan mendapat masalah, bibi juga akan terkena dampak dari perbuatanku ini"
Aku menangkap kilat kesedihan di mata Bi Asti.
"Saya berjanji ini akan menjadi rahasia kita. Nona Azzura jangan takut, belajarlah dengan tenang. Tidak perlu mengkhawatirkan bibi. Sekarang, ayo kita masuk"
Aku mengangguk mantap. Aku ingin memberi orang tuaku kejutan dengan meningkatnya prestasiku. Semoga cara ini berhasil, walaupun aku melakukannya secara sembunyi-sembunyi dari Ayah dan Ibu.
***
Ini sudah hampir bulan ketiga aku menjalani les privat, tutorku sangat sabar dan menerangkan pelajaran dengan sangat baik sehingga sedikit demi sedikit aku bisa memahami materi. Aku memanggilnya Miss Nessa. Berkat dirinya, sekarang aku mulai bisa mengerjakan PR-PR ku sendiri walaupun harus diajari dulu beberapa kali baru aku paham. Aku salut dengan kesabaran Miss Nessa kepadaku.
Ayah? Ibu?
Mungkin mereka sama sekali tidak tau, beberapa bulan ini Ayah dan Ibu selalu pulang larut. Bahkan terkadang aku tidak tau kapan mereka pulang karena aku sudah terlelap. Kami hanya bertemu di pagi hari saat sarapan dan tetap seperti biasa. Hanya membicarakan seputar pekerjaan mereka dan tidak pernah bertanya bagaimana hari-hariku selama ini.
Sedih? Tentu saja!
Terkadang aku berpikir jangan-jangan aku bukan anak kandung Ayah dan Ibu. Tapi tidak mungkin kan? Aku tidak boleh berpikiran buruk, yang harus aku lakukan adalah berusaha agar prestasiku meningkat lalu melihat Ayah dan Ibu tersenyum bangga atas hasil prestasiku.
Iih aku tidak sabar melihat reaksi Ayah dan Ibuuuu!!!
Jika semuanya terwujud, aku tak tau bagaimana caranya untuk menyampaikan rasa terima kasih pada Bi Asti.
Aku mengakui, sejak belajar dengan Miss Nessa aku menjadi lebih mudah memahami pelajaran di sekolah. Semoga semuanya berjalan lancar sampai nanti.
***
Hari Senin. Seperti biasa, aku berdiri di barisan belakang saat upacara bendera. Nasib menjadi gadis bertubuh pendek ya begini, tidak akan bisa melihat apa pun yang terjadi di depan. Huft!
"Untuk amanat. Kepada pembina upacara. Istirahat di tempaaaat grak!"
Dengan patuh kami semua melakukan instruksi dari pemimpin upacara. Aku mendengar Pak Kepala Sekolah mengetuk microphone beberapa kali untuk mengetes.
"Baik. Selamat pagi, anak-anak”, sapa Pak Kepala Sekolah.
"Selamat pagi, Pak”, jawab kami kompak.
"Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan dalam upacara hari ini. Yang pertama, Ujian Tengah Semester (UTS) akan dilaksanakan Senin depan. Jadi saya harap, kalian menyiapkan ujian tengah semester ini dengan baik"
Aarggh!! Ini dia nightmare yang selalu aku takutkan di sekolah. Pengumuman ujian! Aku akan semakin giat belajar dengan Miss Nessa. Harus!
"Yang kedua, saya khususkan untuk siswa-siswi kelas 3. Tahun ini adalah tahun terakhir kalian di sekolah ini. Sebentar lagi kalian akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di luaran sana, banyak siswa-siswi dari sekolah lain yang juga akan berusaha untuk bisa lulus seleksi perguruan tinggi favorit di negara kita. Kalian tau apa maksudnya? Artinya.. stop main-main dalam belajar. Dunia kalian tidak hanya di sekolah ini saja, kalian yang menentukan sendiri masa depan kalian. Jika kalian ingin masuk universitas dambaan semua orang, maka kalian membutuhkan usaha yang gigih untuk bisa lulus seleksi. Dengan cara apa? Dengan cara berhenti bermain dan serius dalam belajar mulai sekarang. Seperti biasa, setiap tahunnya akan ada pemantapan materi belajar. Semoga itu bisa membantu kalian dalam menghadapi ujian nasional. Tahun ini, semua harus lulus. Tanpa terkecuali. Mengerti?"
"Siap. Mengerti"
"Yang ketiga. Di akhir tahun nanti, kita akan melakukan field trip ke Bali. Jadi siapkan izin dari orang tua kalian masing-masing. Saya rasa sekian, terima kasih. Selamat pagi"
Suasana terasa riuh rendah, entahlah.. mungkin karena sebentar lagi upacara selesai atau pengumuman field trip ke Bali. Tapi rasa-rasanya aku tak tertarik. Pokoknya hari ini aku harus belajar sampai paham semuanya. Harus!
***
"Apa sudah mengerti, Zura? Harus diingat kata kunci dari persamaan kuadratnya. Lalu kamu tinggal mengikuti alur rumusnya saja. Mudah bukan?”, tanya Miss Nessa.
Aku mengangguk senang. Akhirnya aku bisa mengerjakan soal-soal rumit yang diberikan Miss Nessa, entahlah sudah berapa kali ia mengulang untuk menerangkan rumus itu kepadaku.
Miss Nessa tersenyum.
"Kamu itu anak yang cerdas Azzura. Tinggal sedikit meningkatkan fokus maka kamu akan jadi anak yang sangat cerdas. Percayalah padaku. Besok lusa kamu akan menghadapi ujian tengah semester. Semangat ya, review lagi pelajaran-pelajaran yang sudah Miss Nessa terangkan”, ungkap Miss Nessa.
"Baik Miss, kalau begitu aku pulang dulu. Terima kasih atas ilmu yang diberikan, semoga aku berhasil"
***
Satu minggu sudah aku melalui ujian tengah semester. Dan rasanya sangat mendebarkan. Apakah hasilnya buruk?
"Azzura"
Kulihat Bu Imelda memanggilku dengan tatapan yang aneh.
"Iya Bu?”, jawabku.
"Ikut Ibu ke ruang rapat guru sekarang"
DEG!
Ada apa ini?!
"Maaf Bu, apa ada kesalahan yang saya perbuat?", tanyaku ragu.
"Ikut saja”, jawab Bu Imelda.
Sesampainya di ruang rapat, belasan pasang mata menatapku dengan pandangan yang aneh. Kenapa? Ada apa? Apa salahku?
"Silakan duduk, Azzura”, perintah Bu Imelda.
"Baik, saat ini kami sedang membicarakan prestasi siswa pasca ujian tengah semester kemarin", jeda Bu Imelda.
"Dan kami menemukan kejanggalan di hasil ujianmu, Azzura”, lanjutnya.
"Maksudnya kejanggalan bagaimana ya, Bu?",tanyaku bingung.
"Nilai-nilaimu tinggi bahkan sangat tinggi dan mengalahkan siswa yang berada di peringkat 10 besar. Dan kami merasa hal itu janggal”, jawab Bu Imelda.
Hatiku terasa seperti diremas oleh perkataan Bu Imelda. Mereka menuduhku.
"Ibu menuduh saya menyontek?", tanyaku lirih.
"Begini Azzura, selama bersekolah di sekolah ini indeks prestasimu selalu menjadi yang terendah dan secara tiba-tiba nilaimu mengalahkan siswa-siswa dengan peringkat teratas. Jangan menganggap kami jahat, kami hanya memikirkan hal sesuai logika”, saut Pak Sardi guru Matematika-Ku.
"Tapi saya tidak pernah sekalipun menyontek. Apakah aneh jika saya bisa mendapat nilai bagus pak, Bu?”, tanyaku lagi.
"Baiklah, katakanlah kami percaya padamu. Tapi bagaimana caranya kami membuktikan hal tersebut?”, tanya Bu Gina, guru IPA-ku.
"Bapak dan Ibu guru bisa memberikan saya soal dan saya akan menjawabnya sekarang. Di ruangan ini. Di hadapan Bapak-Ibu guru semua"
Astaga, entah dari mana keberanianku itu. Yang jelas rasanya mulutku mengucapkannya secara otomatis.
Ya Tuhan, tolong aku!!!