Not time to go back yet-4th Our

2022 Words
Osaka, Japan Perjalanan dari Okinawa hanya beberapa jam saja, tapi Khasaki merasa tubuhnya sangat lelah. Bagaimana tidak lelah, setelah pertandingan mereka langsung pergi liburan. Baru hari ini juga dia bisa tidur dengan nyenyak setelah sekian lama. Pukul sepuluh pagi, Khasaki menggeliat di atas ranjang king size nya saat jam wekernya berbunyi. Khasaki mengeluh dalam hati, kenapa jam itu mengganggu sekali? Khasaki menutup telinganya menggunakan bantal, tapi suara weker seakan sudah mengusik tidur nyenyaknya. “Arrgghh, kenapa weker itu begitu berisik?!" geram Khasaki, tangannya terulur untuk mematikan jam wekernya, bukan hanya itu Khasaki turut melempar jam seharga belasan juta itu ke lantai, entah bagaimana nasibnya, Khasaki tidak peduli. Yang dia pedulikan saat ini hanyalah tidur dengan tenang. Baru lima menit keadaan kamar Khasaki tenang, kini giliran ponselnya yang menjerit-jerit, ingatkan Khasaki untuk mengganti nada deringnya nanti. Mata pemuda itu masih terpejam, tangannya meraba-raba mencari dimana benda pipih itu berada. Saat sudah menemukan ponselnya, Khasaki segera menggeser tombol hijau, lantas menempelkan nya ke telinga tanpa melihat siapa yang menelepon terlebih dahulu. "Hmmm" “Hei, kau masih tertidur? Bagaimana bisa kau membiarkan Kayana sendirian!" seseorang itu langsung berbicara panjang lebar, Khasaki menghela nafas. Tidak bisakah bicaranya pelan pelan saja?? “Ck, kau tidak usah mengkhawatirkan Kayana, dia tidak akan pergi kemana-mana" balas Khasaki dengan suara serak. Pemuda itu mencoba meyakinkan si penelepon. Tapi agaknya, si penelepon masih tidak bisa mempercayai ucapan Khasaki. “Khasaki, cepat bangun dan susul Kayana! Jangan lupakan agenda kita untuk hari ini!" “Bukankah sudah ku bilang dia tidak akan kemana-mana?? Dia aman di rumah itu! Aku ingin tidur sebentar saja. Asal kau tau, Kayana tidak akan bisa pergi ke dunia nyata tanpa sebuah cermin. Aku sudah memecahkan semua cermin yang ada di rumahnya serta membawa cermin-cermin kecil miliknya." Yeon Jin terdiam mendengar jawaban Khasaki barusan. Bagaimana bisa Yeon Jin lupa akan satu hal itu. Semalam Khasaki mengantarkan Kayana sampai di rumah, bahkan dia mampir ke rumah gadis itu hanya untuk mengambil semua kaca milik Kayana serta memecahkan kaca yang tidak bisa dia ambil. Kayana yang melihat aksi Khasaki hanya diam mematung ditempat, dia tak paham apa maksud kekasihnya dengan memecahkan kaca-kaca di rumahnya. Sementara itu, tujuan Khasaki tentu saja mencegah agar Kayana tidak bisa kembali ke dunia nyata. Karena esok hari dia akan membawa gadis itu ke suatu tempat. Khasaki, Yeon Jin, dan Min Jun sudah punya rencana sendiri. Rencana mereka adalah membawa Kayana ke Korea. Khasaki tidak bisa pergi ke Korea sendiri. Harus ada yang menjemputnya, kalau tidak ya dia bisa menggunakan Kayana. Kayana itu ibarat kartu akses untuk mereka. Dan secara tidak langsung gadis itu tengah dimanfaatkan. “Baiklah, aku mempercayakan Kayana kepadamu. Oh, satu lagi Khasaki, beritahu Seo Daniel kalau Kayana ada bersama mu. Aku tidak tau apakah Daniel sudah bertemu dengan Kayana atau belum" “Hmm, akan ku lakukan nanti, tapi untuk sekarang biarkan aku tidur dengan nyenyak.” Yeon Jin langsung mematikan sambungan telepon, Khasaki menaruh asal ponselnya, dia akan menuju ke alam mimpi lagi, tidur tiga sampai empat jam kedepan sepertinya tidak buruk. Pemuda itu tidak tau kalau ada kejadian yang begitu menarik sedang terjadi di rumah Kayana. Akan dipastikan kalau Khasaki menyesal. (^_^)(^_^) Kayana mendesah dalam hati, sedari pukul tujuh pagi gadis itu tak berhenti mondar mandir di kamarnya. Mungkin kalau Kayana kanibal, pasti jarinya sudah putus semua lantaran dia gigiti. Perasaan Kayana tidak enak, hari ini seharusnya dia kembali ke dunia nyata, tapi entah kenapa dia tidak bisa kembali. Apa yang terjadi sebenarnya, apa ini ada hubungannya dengan perbuatan Khasaki kemarin? Dia merasa ada sesuatu yang salah disini. Tapi apa? Apakah cermin itu mengabulkan keinginan nya untuk menetap di Japan? Mungkin iya, tapi sekarang tiba-tiba saja Kayana ingin pulang. Dia sadar kalau dunia ini hanya fantasi, tidak nyata. Kayana bukan pengecut, dia tidak bisa lari dari kenyataan meski kenyataan itu sendiri terlalu menyakitkan untuknya. Dia masih punya Mama-Papa yang harus di banggakan, dia masih punya Kinara yang selalu membutuhkan nya. Seharusnya keberadaan mereka bertiga membuat Kayana cukup yakin kalau dia bisa menghadapi dunia. Selain itu, Kayana juga masih bingung tentang apa maksud Khasaki yang memecahkan semua kaca yang ada di rumahnya. Pemuda tampan bermata tajam itu tidak memberikan alasannya sama sekali. Apa mungkin ini ada sangkut pautnya dengan cerita Kayana saat di pantai? Kalau iya, Kayana pasti akan menyesali perbuatannya dengan bercerita kepada Khasaki. "Seharusnya aku memaksa dia untuk menjawab kenapa dia memecahkan semua kaca-kaca dirumah ini" gumam Kayana, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Gadis itu duduk di tepi ranjang. Dia menutup mulutnya menggunakan dua tangan. Menatap kosong ke arah jendela. "Biasanya aku akan berdiri di depan cermin, dan cermin itu akan membawaku kembali ke dunia nyata. tapi sekarang, semua cermin sudah pecah." Tiba-tiba saja sebuah pemikiran terlintas. "Apa jangan-jangan Khasaki-kun sengaja memecahkan semua kaca itu agar aku tidak bisa kembali? Agar aku terus disini bersamanya?" Kayana spontan berdiri, dia mengangguk-angguk antusias. "Ya! Pasti itu alasannya!" Sekarang Kayana harus mencari cara agar bisa kembali ke dunia nyata. Semua yang ada di sini hanya fantasi dan tentu saja tidak nyata, dia tidak boleh terjebak, dia tidak bisa meninggalkan keluarganya. Persetan dengan bullying yang terus dilakukan oleh Chelsea. "Kaca! Aku butuh kaca, meski kecil asal utuh pasti bisa aku gunakan" Kayana mulai mencari kaca utuh, siapa tau Khasaki melewatkan satu atau dua kaca saat penggeledahan kemarin. Mulai dari lemari-lemari, laci hingga ke toilet dan dapur. Kayana tidak peduli kalau sekarang rumahnya lebih mirip kapal pecah, satu tujuan gadis itu yakni menemukan sebuah kaca. Kayana berhenti di ruang tamu, dia berdecak pinggang, salah satu tangannya di gunakan untuk memegangi kepalanya yang pusing. "Sial! Satupun nggak ada! Khasaki-kun benar-benar membawa semua kaca yang ada!" Tak mau menyerah, Kayana berlari menuju kamarnya lagi. Dia akan memeriksa kamarnya sekali lagi, tapi mau sebanyak apapun Kayana mencari dia tidak bisa menemukan barang satu kaca saja. Sekarang gadis itu bersandar di tembok, rasa putus asa mulai menyelimuti dirinya. "Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan?" Kayana menyugar rambut panjangnya. Tubuhnya perlahan merosot ke lantai hingga jatuh terduduk. Kayana menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan di antara kedua lutut nya. Gadis itu menunduk dalam-dalam, tak lama terdengar suara isakan, ya, Kayana menangis. Akankah dia terjebak disini selamanya? Akankah dia harus mengucapkan selamat tinggal kepada kedua orang tuanya? Semua pikiran-pikiran negatif menyelimuti Kayana, sampai pada akhirnya suara ketukan membuyarkan kemungkinan-kemungkinan yang baru saja dia buat. Gadis itu segera mengusap air matanya, dia menarik nafas beberapa kali. Kayana berharap seseorang yang mengetuk pintu itu adalah Khasaki, dia akan meminta pertanggung jawaban pria itu karena sudah menjebaknya disini. Kayana berjalan keluar kamar dengan perasaan campur aduk. Sampai di depan pintu Kayana kembali mengatur nafasnya, sebelum akhirnya dia membuka pintu tersebut. Kayana menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala, harapannya seketika pupus. Bukan Khasaki yang datang melainkan Ko Haru. Kenapa pemuda itu mendatangi rumahnya? "Haru-kun, apa yang kau lakukan disini?" Ko Haru tanpa menjawab langsung memutar tubuh Kayana, mendorong nya untuk masuk ke dalam rumah. Kayana tak sempat melawan, kini tubuhnya membentur tembok. Haru menutup pintu kembali dan menguncinya. Dia juga mengunci Kayana, memojokkan gadis itu. "Haru-kun, ada apa ini?" tanya Kayana sedikit ketakutan. Pasalnya, Haru menatap dia dengan tidak santai. "Dengarkan aku baik-baik, Kay-chan. Jangan menyela ucapanku, kau mengerti?" Kayana spontan mengangguk. Dia sudah merasa terintimidasi oleh tatapan intens Haru. "Saat di pantai kemarin, aku tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan Khasaki-san. Awalnya aku tidak tertarik untuk menguping, tapi saat kau mulai berbicara tentang sebuah cermin rasa penasaranku muncul. Maaf karena aku sudah mendengarkan percakapan kalian dengan lancang, hanya saja.." Haru mengeluarkan sebuah cermin bulat dari saku celana nya. "Kau bilang kalau dunia ini hanya fantasi, dan kau berasal dari dunia nyata. Aku masih belum paham apa maksudnya, tapi yang pasti kau bukan bagian dari dunia ini" "Haru-kun--" "Sudah ku bilang jangan menyela!" Kayana kembali diam. Ko Haru menarik tangan Kayana, dia meletakkan cermin bundar itu di telapak tangan Kayana. "Kau butuh ini kan? Ambilah, kalau aku tidak bisa memilikimu maka Khasaki pun begitu. Pada akhirnya tidak ada yang bisa memilikimu disini, Kay-chan” Kayana terdiam, dia tengah mencerna ucapan Ko Haru. “Haru-kun, aku minta maaf" Kayana menyela lagi. “Untuk apa? Dengan begini kau sudah bersikap adil baik denganku ataupun dengan Khasaki-san. Kita berdua sama-sama mencintaimu dengan tulus, Kay-chan. Hanya saja, kau tidak nyata. Kau bisa pergi kapanpun kau mau, benar?" Ko Haru menatap Kayana selama beberapa detik dan kemudian memeluk Kayana untuk yang terakhir kalinya. Haru mengecup kening Kayana cukup lama, sebuah perpisahan selalu saja terasa sangat menyakitkan. Baik Haru ataupun Kayana sama-sama merasakan rasa sakit itu. “Aku mencintaimu, Kay-chan. Meskipun kau tidak mendapatkan cinta di duniamu, ingat, masih ada aku dan Khasaki-san disini yang tulus mencintaimu dan selamanya akan seperti itu. Kau bisa datang lagi kesini untuk bertemu dengan kami berdua" Kenapa Ko Haru begitu baik, Kayana meneteskan air matanya saat mendengar penuturan Ko Haru yang begitu menyentuh relung hatinya. Dia terisak di pelukan Haru. Dadanya sesak sekarang, Kayana akan selalu mengingat kata-kata Ko Haru. “Aku akan pergi sekarang, Kay-chan. Begitu juga denganmu.” “Terima kasih, Haru-kun. Terima kasih” “Aku mencintaimu, Kay-chan” Ko Haru melepaskan pelukannya, dia berjalan keluar rumah. Kayana menatap cermin kecil yang tergenggam di telapak tangannya. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam sebelum memejamkan mata, dalam hati dia mengutarakan keinginannya untuk pergi ke dunia nyata. Dan beberapa saat kemudian gelombang muncul, menarik Kayana menuju dunia nyata. (^_^)(^_^) Di kamarnya Khasaki tengah bersiap untuk menuju rumah Kayana, saat ini dia sedang melakukan panggilan telepon bersama Yeon Jin untuk membicarakan rencana mereka setelah Khasaki dan Kayana sampai di Korea. Yep! hari ini juga Khasaki akan pergi dari Japan. Dia tidak akan kembali ke sini lagi. Agenda Khasaki pertama adalah menjemput Kayana, mengajak gadis itu ke rumahnya, dia ingin melihat Okaasan dan Otosan juga Eiji sebelum pergi untuk terakhir kalinya. Mereka juga akan menggunakan cermin yang ada di kamar Khasaki sebagai portal. “Berapa waktu yang tersisa untuk kita, Yeon Jin?” tanya Khasaki, pria itu mengancingkan kemejanya. Ponsel ia jepit di antara telinga dan pundak. “Lima hari di dunia nyata dan 15 hari di dunia fantasi. Tapi jangan anggap waktu ini masih lama, Khasaki. Karena waktu disini punya peraturan sendiri, dan hanya aku yang tau. Kau turuti saja apa kataku, cepat bawa Kayana ke Korea” jawab Yeon Jin serius. Pemuda itu memang serius dan begitu niat kembali ke dunia nyata. Sudah lama sekali Yeon Jin menunggu kedatangan Kayana seperti yang tertulis di amplop coklat terakhir miliknya. "Baiklah, aku paham Yeon Jin. Oh, aku juga sudah menghubungi Seo Daniel, dia bilang siap untuk dijemput kapanpun." Khasaki berjalan mengambil topinya di lemari. "Tunggu dulu, sekarang bukan waktu yang tepat untuk menjemput Daniel" "Satu lagi, Yeon Jin. Ternyata Kayana sudah pernah bertemu dengan Daniel, hanya saja dia tidak sadar soal chip itu." "Aneh, bagaimana dia bisa tidak tahu?" Khasaki mengangkat bahu. "Ada yang lebih mengagetkan, ternyata Daniel dan Kayana hampir menikah" "Wow! Kabar yang cukup mengejutkan" Kini Khasaki sudah siap, dia akan menuju ke rumah Kayana sekarang. "Yeon Jin, baiklah. Aku sudah siap sekarang, mari kita akhiri semua ini segera." "Semoga berhasil, Khasaki." “Doakan saja, Yeon Jin” Memutuskan sambungan telepon, Khasaki segera keluar apartemennya dan menuju ke rumah Kayana. Dia tidak tau kalau Kayana sudah pergi, dia tidak ada di Japan lagi. Itu artinya, semua rencana Khasaki dan Yeon Jin gagal total. Mereka harus menunggu kabar lagi, dimana Kayana mendarat setelah ini dan dengan siapa dia akan bertemu. Perjalanan Khasaki menuju ke rumah Kayana lancar, tidak ada kendala apapun. Kendaraan roda empat nya berhenti tepat di depan rumah Kayana, Khasaki turun dan langsung memasuki gerbang. Kebetulan dia bisa membuka gerbang Kayana, melangkah dengan santai, langkah kaki Khasaki berhenti tepat di depan pintu. Tangannya bergerak untuk mengetuknya, satu kali, dua kali, tiga kali. "Kemana dia?" Perasaan Khasaki mulai tidak enak. Tangannya memegang knop, tidak di kunci. Melangkahkan kaki memasuki rumah. "Kay-chan! Dimana kau??" Khasaki menyusuri setiap ruangan yang ada, tapi dia tidak menemukan dimana Kayana. "Tidak mungkin dia pergi ke dunia nyata--" Khasaki menghentikan langkahnya saat merasakan dia menginjak sesuatu di ruang tengah. Pemuda itu memungut cermin bundar utuh. "Sial!!!" teriak Khasaki emosi. Dia membanting cermin itu hingga percah tak bersisa. Segera Khasaki mengambil ponselnya dan mendial nomor Yeon Jin. "Yeon Jin! Kayana sudah pergi!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD