Everything just started-3rd Our

2447 Words
Penghuni rumah bercat abu-abu itu sudah bangun sejak pukul enam pagi hari. Mereka berdua disibukan dengan kegiatan packing. Hari ini Ae Ri akan pergi ke rumah keluarganya di Jeju, sementara Kayana akan menjaga rumah selama Ae Ri pergi. Gadis berambut bob itu kini tengah memoles wajahnya di cermin, sementara Kayana dengan sigap memasukan baju-baju Ae Ri ke dalam tas. "Aku pasti kesepian karena kepergianmu" gumam Kayana yang terlihat sedih. Tangan Ae Ri yang tengah menepuk-nepuk wajahnya terhenti, dia menoleh menatap Kayana. "Ya! hanya untuk beberapa hari. Tapi, aku pasti akan mengabarimu nanti, jangan khawatir" balas gadis itu, melanjutkan kegiatannya. Kayana meletakkan tas milik Ae Ri, dia berjalan mendekati sahabatnya, memeluk pinggang Ae Ri dari belakang. Kayana menyandarkan dagunya di pundak Ae Ri, "Tetap saja, kenapa kau harus pergi sekarang?" Ae Ri menghela nafas, "Aku tidak punya banyak waktu libur, Kayana. Jadi, aku hanya ingin memanfaatkan kesempatan untuk bisa bertemu dengan kedua orang tuaku di Jeju." Kayana mengangguk paham. "Ya sudahlah, cepat selesaikan make up itu. Aku akan membuatkanmu sarapan sekarang." kata Kayana yang langsung disambut senyuman oleh Ae Ri. "Uh, sahabatku yang baiiikkk" balas Ae Ri sembari menoel-noel pipi Kayana. Melangkah keluar kamar Ae Ri, Kayana menuju ke dapur. Dia akan membuat sarapan sederhana, beberapa potong sandwich dan segelas s**u. Sembari menyiapkan sarapan untuk Ae Ri, Kayana memikirkan sesuatu hal. Hari ini dia akan kembali ke Indonesia, tapi, bagaimana jika dia kembali sebelum Yeon Jin datang? Suara langkah kaki Ae Ri terdengar, Kayana menoleh dan mengembangkan senyumnya. "Silahkan menikmati sarapannya, Tuan Puteri." Ae Ri tersipu di tempatnya, "Kayana, jangan seperti itu. Aku malu.." keduanya sama-sama terkekeh. Mereka duduk berhadapan dan memutuskan untuk segera menandaskan sarapan masing-masing. "Ae Ri-a, aku ingin bertanya sesuatu padamu" "Tanyakan saja." "Apa selama ini aku sudah cukup baik saat menjadi sahabatmu?" Kunyahan Ae Ri melambat, dia menatap Kayana tanpa ekspresi. Tapi tak lama dia menjawab "Tentu saja kau sudah lebih dari kata baik, Kayana. Aku senang memiliki sahabat sepertimu." Senyum manis Kayana langsung mengembang, "Cepat habiskan sarapanmu" kata dia. "Ish, dasar." Ae Ri juga mengembangkan senyumnya. Sarapan mereka tak membutuhkan waktu yang lama, dua puluh menit juga selesai. Kayana menggelayut manja di lengan Ae Ri, mereka berjalan keluar rumah. Mobil yang akan mengantarkan Ae Ri ke bandara sudah tiba. “Jangan pulang terlalu malam, dan jangan lupa makan. Kau tidak perlu khawatir, bahan makanan selalu tersedia di dapur, oke?" sudah lebih dari 10x Ae Ri berucap seperti itu sejak semalam. Tapi demi menghargai kekhawatiran sahabatnya itu, Kayana mengangguk saja. Ae Ri berubah jadi cerewet dan posesif kalau menyangkut Kayana, dia selalu mengingatkan untuk ini dan itu. Padahal dia hanya akan pergi selama beberapa hari saja, paling lama 4 hari. Bagi Ae Ri, Kayana sudah lebih dari sahabat, dan dia harus menjaga Kayana sebaik mungkin karena di jaman sekarang susah untuk mendapatkan seorang sahabat. “Kau jadi sangat cerewet, padahal aku sudah dewasa dan tau apa yang seharusnya aku lakukan, Ae Ri. Tapi, terima kasih karena dengan begitu aku merasa diperhatikan oleh sahabatku" ucap Kayana, memeluk Ae Ri dengan erat. "Kau memang sudah dewasa Kayana, tapi kau tetap saja ceroboh. Jadi, aku harus mengingatkanmu" balas Ae Ri yang sudah tau kebiasaan Kayana. “Baiklah, baiklah. Aku tidak akan mendebatmu lagi dan aku akan mengingat semuanya. Ae Ri-a, terima kasih karena sudah begitu perhatian denganku.” entah sudah berapa kali Kayana mengatakan terima kasih kepada Ae Ri “Hei! Kita bersahabat, dan sudah seharusnya kita saling memperhatikan. Aku akan membawa banyak makanan saat kembali dari rumah Amma nanti.” jawab Ae Ri sembari mengembangkan senyumnya. Pelukan mereka terlepas. “Baiklah, hati-hati di perjalanan nanti, sampai jumpa!!” “Daaahh!!” Sekarang Ae Ri sudah pergi dan Kayana sendirian dirumah itu. Apa yang pertama harus dia lakukan? Memasak? Kayana tidak lapar dia bahkan baru saja selesai sarapan. Lantas apa? Ah iya, dia teringat kalau ada janji dengan Yeon Jin hari ini. Baiklah, dia akan bersiap sekarang. (^_^)(^_^) Kebiasaan pemuda berumur 23 tahun itu adalah berdiam diri di balkon saat setelah bangun tidur. Netra nya menyapu ke seluruh penjuru, menatap menatap gedung-gedung tinggi dari balkon kamar apartemen nya, view yang setiap hari dia lihat namun tak mengundang rasa bosan sedikitpun. Setidaknya di balkon ini, dia bisa menghirup udara dengan tenang dan nyaman. Beberapa hari pemuda itu terkena skandal kencan yang membuatnya kepikiran, tapi pagi ini dia ingin melupakan sejenak soal skandal tersebut. Toh nanti juga selesai dengan sendirinya, Manajer Lim yang akan mengurus sisanya. Segelas s**u berada di salah satu tangannya, sementara satu tangannya lagi memegang ponsel. Yeon Jin jadi teringat tentang pertemuannya dengan seseorang semalam. Bukan Min Jun tentu saja, tapi orang lain, yang juga punya nasib sama seperti dia. Dan hari ini mereka akan melakukan pertemuan lagi, bahkan dengan Kayana. Yeon Jin sudah tak sabar ingin kembali ke dunia nyata. Dia merindukan tanah kelahirannya dan juga kedua orang tuanya. Sekarang pukul delapan pagi, dan Yeon Jin masih malas untuk mandi. Pintu kamar diketuk, tak lama Manajer Lim datang. “Ada Min Jun di depan” “Minta dia untuk datang ke kamarku, hyung.” sebelum manajer Lim sempat berbalik suara Yeon Jin kembali terdengar, “Apakah hari ini jadwalku sibuk, Hyung?” “Memangnya kapan kau pernah punya jam kosong, Yeon Jin? Tentu saja hari ini kamu sibuk. Kenapa memangnya?” Yeon Jin terdiam lagi, kebiasaan selalu memikirkan dua kali sebelum berbicara membuat Yeon Jin merespon agak lama. “Hari ini aku ada urusan pribadi dengan Min Jun, hyung, aku minta tolong untuk itu” “Berapa lama?” “Belum tau, hyung. Aku tidak bisa janji." Manajer Lim terdiam sebentar dia mencoba mencari celah waktu kosong untuk Yeon Jin. “Hm, kalau begitu kau bisa pergi sekarang. Jam 11 nanti urusanmu harus sudah selesai, Yeon Jin.” Senyum di wajah Lee Yeon Jin mengembang, dia mengangguk. “Terima kasih, hyung.” Manajer Lim keluar kamar, tak lama Min Jun masuk. Pemuda itu mengenakan hoodie berwarna putih, kaki nya dibalut converse. “Tidak sopan sekali kau memintaku untuk datang sepagi ini.” ucap Min Jun seenaknya. “Sementara kau sendiri saja baru bangun.” “Kau keberatan? Apa kau sedang sibuk hari ini?" Min Jun hanya mengangkat bahunya. "Tidak, aku belum mendapatkan pekerjaan bahkan setelah lulus. Appa memintaku untuk bergabung diperusahaan, tapi aku tidak menginginkannya" "Kenapa? Bukankah itu lebih baik?" "Menurutku, tidak." Yeon Jin mengangguk. “Aku akan bersiap sekarang, kau tunggu sebentar" Yeon Jin berjalan menuju kamar mandi, meninggalkan Min Jun yang saat ini berdiri di tempatnya. Sedari semalam dia terus-terusan memikirkan ucapan Yeon Jin untuk kembali ke dunia nyata. Bagaimana mungkin dia meninggalkan Herrin disini? Apa seharusnya dia membawa Herrin ke dunianya? Tapi, apakah bisa? Dan apakah Yeon Jin mengizinkan? Tentu saja tidak. Min Jun menggelengkan kepala, mengusir pemikiran aneh itu. Semua pemikiran-pemikiran itu melayang-layang membuat Min Jun sakit kepala. Dia berjalan duduk di sofa kamar Lee Yeon Jin, tanpa meminta izin sang empu Min Jun menyalakan televisi. Kebetulan sekali, di atas meja terdapat beberapa onigiri juga buah-buahan. Mengambil satu, melahap nya. Seperti biasa, berita tentang kencan Yeon Jin masih jadi topik di mana-mana. Padahal, apa salahnya sih jika dia berkencan? Toh Yeon Jin juga manusia biasa, dia bisa merasakan cinta. Yeon Jin butuh privasi untuk dirinya sendiri. Kenapa ada fans yang begitu egois? Melarang idola nya untuk berkencan. Ponsel Min Jun bergetar, nama Amma nya terpampang disana. "Kau pergi kemana sepagi ini, Jun??" tanya wanita di seberang sana. "Min Jun ada urusan, Amma. Memangnya ada apa?" "Tidak ada apa-apa, tadinya Amma pikir kau menghilang karena diculik Iron Man." Min Jun memutar bola mata nya. "Ma, Iron Man bukan penculik." "Yasudah, Amma hanya bercanda." "Tapi tidak lucu sama sekali, Amma." "Kau bilang apa??" Min Jun lagi-lagi memutar bola matanya, tapi tak urung ada senyum geli yang terbit dari bibirnya. "Tidak, aku tidak mengatakan apa-apa. Kalau begitu aku tutup dulu teleponnya, ya, Amma. Sampai jumpa" Setelah telepon ditutup Min Jun merasakan perasaannya berubah aneh. Dia tidak ingin meninggalkan dunia ini, dia bahagia disini. Dia dicintai banyak orang, kalau dia kembali belum tentu dia mendapatkan cinta sebanyak ini. Orang tuanya pasti akan memperlakukan Min Jun seperti dulu, dia tidak ingin. Dulu, Min Jun selalu ditekan untuk mendapatkan nilai yang bagus, setiap hari harus belajar dan belajar, kadang Min Jun juga ingin bermain dan bersenang-senang. Tapi orang tuanya tidak mengizinkan Min Jun untuk membuang waktu begitu saja. Mereka berharap banyak pada masa depan Min Jun. Yeon Jin keluar dari kamar mandi membuat Min Jun tersadar dari lamunan nya, "Aku memakan onigiri mu" "Makan saja, aku tidak terlalu menyukai onigiri." Mendengar itu Min Jun tersenyum senang, dia membuka satu bungkus lagi sembari menunggu Yeon Jin bersiap. Pemuda itu hanya mengenakan celana belel sobek-sobek, dipadukan dengan hoodie abu-abu. Sudah, selesai. Menyemprotkan parfume ke seluruh tubuhnya, tak lupa dia mengoleskan gel ke rambut basahnya. Pukul sembilan pagi, mereka berangkat dari apartemen milik Yeon Jin menuju rumah Kayana. “Kau belum memberitahuku tentang gadis itu, Yeon Jin. Dan bagaimana kau bisa bertemu dengan dia” Pemuda yang saat ini duduk di samping kanan itu menarik ujung bibirnya. Dia menoleh menatap Min Jun yang tengah menunggu jawaban. “Beberapa hari yang lalu aku mengadakan fansign di salah satu pusat perbelanjaan. Ada sebuah kejadian dimana aku dikejar oleh para penggemar. Karena keadaannya kacau akhirnya aku memilih untuk lari, sampai pada akhirnya aku bertemu dengan gadis itu" Yeon Jin menghentikan ceritanya sebentar, dia mencoba mengingat detailnya seperti apa. "Dia yang menolongku" "Penggemarmu memang sedikit bar-bar, Yeon Jin" komentar Min Jun. Yeon Jin hanya mengangkat bahu, "Tidak semua seperti itu" "Kau tau ada kejadian yang begitu memalukan. Gadis itu menolongku, dia menyembunyikanku dari kejaran para penggemar. Dan kau tau dimana dia menyembunyikan ku? Toilet perempuan! Benar-benar tindakan gila!" "Ahahaha" Min Jun meledakan tawanya, dia membayangkan ekspresi Yeon Jin saat memasuki bilik toilet perempuan. "Dia benar-benar membantumu atau dia ingin menjebakmu Yeon Jin? Toilet perempuan katamu? Hahaha" Lee Yeon Jin mendengus, dia membiarkan Min Jun menertawai pengalamannya. “Maaf, tapi aku sedang membayangkan kau masuk ke dalam bilik perempuan. Ah, Yeon Jin-a.., kenapa kau begitu lucu??” “Ya! Jangan menertawaiku terus menerus!" sarkas Yeon Jin yang tak diindahkan oleh Min Jun. Yeon Jin melanjutkan sesi berceritanya. "Sebagai imbalan aku memberinya tanda tangan. Dan setelah itu aku pergi karena keadaan tidak mendukung. Tapi baru beberapa langkah aku mendengar suara sepatu yang begitu ramai, dan tiba-tiba saja lenganku sudah ditarik oleh gadis itu. Kita berdua lari sampai pada akhirnya tiba di lorong gudang. Di salah satu ruangan aku dan dia bersembunyi" Min Jun masih mendengarkan dengan seksama, Yeon Jin melanjutkan ucapannya. "Gadis itu ternyata takut kegelapan. Akhirnya aku memeluknya dan memberikan dia sugesti agar tidak takut lagi. Yah, dan karena itulah aku terlibat skandal dengan dia" Min Jun menatap Yeon Jin dengan mata yang disipitkan. “Tunggu-tunggu, jadi gadis itu adalah kekasihmu yang sekarang? Lantas apa yang terjadi? Tentang berita itu dan pernyataan yang dirilis oleh perusahaan?" “Itu semua settingan” “Oh tuhan!” “Tidak perlu sekaget itu" “Oh, jadi begini cara kerja public figure?” Yeon Jin hanya mengangkat bahunya, “Ah, kenapa kau selalu memukul rata setiap kejadian? Biar ku jawab lagi, tidak semuanya begitu, Min Jun" "Tapi, kejadian itu ada sisi baiknya. Kau bisa bertemu dengan gadis itu, bukankah kau sudah mencarinya selama bertahun-tahun ini? Dan kau selalu menggunakan acara fansign sebagai medianya. Kalau seandainya kau tidak dikejar oleh penggemar itu, kau tidak akan bertemu dengan dia bukan?" "Benar sekali, kenapa aku tidak berpikir sampai kesana?" "Yah, kau memang payah, Yeon Jin." jawab Min Jun. "Jadi, kapan kita sampai?” “Sebentar lagi” jawab Yeon Jin sebari melongok keluar kaca mobil yang sudah ia turunkan. Yeon Jin mengirimkan pesan pada Kayana kalau sebentar lagi dia akan sampai di rumah gadis itu dan menjemputnya untuk pergi ke suatu tempat. Dia sudah menyediakan tempatnya, disana nanti bukan hanya ada dia dan Min Jun melainkan ada 1 orang lagi yang ikut. Mobil akhirnya berhenti, dua pemuda yang sama-sama mengenakan masker dan hoodie itu keluar. Berjalan kaki kira-kira dua ratus meter sebelum sampai didepan rumah Kayana. “Ini rumah gadis itu?” Yeon Jin mengangguk. Memencet bel, menunggu beberapa menit. Tidak ada tanda-tanda orang yang hendak membuka pintunya. Untuk yang kedua kalinya, Yeon Jin memencet bel lagi. “Kemana dia?” tanya Yeon Jin pada dirinya sendiri. Tangannya merogoh saku celana, mengambil sebuah benda pipih. Mendial nomor ponsel Kayana, terdengar nada sambung, setelah nada sambung ke tiga barulah suara seseorang terdengar. Tapi, itu bukan suara Kayana. “Yeobuseo?” “Ah, mianhae—“ “Omo! Lee Yeon Jin??” pekik gadis yang tidak dikenali oleh Yeon Jin. Apa dia salah mendial nomor? Tapi di ponselnya sudah benar, tertera nama Kayana disana. “Ini Ae Ri.” Ah, rupanya teman Kayana. “Dimana Kayana?” “Dia di rumah. Aku sedang menuju kerumah Amma sekarang.” “Oh, baiklah.” Yeon Jin segera mematikan ponselnya, dia merasa ada yang aneh. Pertama, Kayana tidak ada dirumah. Kedua, ponsel gadis itu kenapa bisa ada di Ae Ri?? Bukan hanya Yeon Jin yang heran, melainkan Ae Ri juga. Sejak kapan dia menyimpan nomor kontak Yeon Jin? Apa ini ulah Kayana yang iseng? Tapi untuk apa? Berbagai pertanyaan berseliweran di otak Ae Ri. Gadis itu memutuskan untuk menahannya sampai dia kembali dan bertanya kepada Kayana nanti. Min Jun menatap Yeon Jin yang ada di depannya dengan ekspresi yang sulit untuk dideskripsikan. “Apa mungkin dia sudah kembali ke dunia nyata?” tebak Min Jun. Yeon Jin terdiam di tempatnya, memang kemungkinan itulah yang paling mendekati. “Yeon Jin, beritahu aku siapa nama nama gadis itu?” Min Jun harus memastikan sekali lagi, nama yang tadi disebut oleh Yeon Jin saat menelepon tadi kenapa sama dengan nama gadis yang pernah meninggalkan dia? “Nama gadis itu adalah Kayana.” “Apa dia pendek? Berambut panjang? hidung kecil mancung dan juga punya senyum yang manis?” Yeon Jin mengangguk, “Bagaimana kau bisa tau?” “Karena aku sudah pernah bertemu dengan dia sebelumnya.” "Kau tidak sedang bercanda, kan?" Min Jun menggeleng, "Aku sedang tidak bercanda, Yeon Jin. Kalau kamu ingat, aku pernah bercerita kalau ada gadis yang meninggalkan aku, dan gadis itu adalah Kayana." Mereka berdua saling terdiam. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang berseliweran di pikiran mereka masing-masing. Khususnya Min Jun. Dia tidak pernah menyangka kalau Kayana akan datang kembali ke Korea dan bahkan dia bertemu dengan Yeon Jin. Min Jun juga tidak bisa mempercayai kalau Kayana datang dari dunia asli ke dunia fantasi. Dia pikir, Kayana adalah gadis yang berasal dari fantasi nya, seperti orang-orang yang selama ini dia temui. "Kita harus menemui seseorang sekarang, Min Jun" putus Yeon Jin akhirnya, "dia pasti akan kembali lagi kesini. Aku yakin, dan kemungkinan dia akan bertemu dengan dia. Sama seperti kau yang dulu bertemu denganku." "Baiklah, aku menurut saja."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD