s**u

1797 Words
“Mabuk deh lu, May, cowok kan kalau liat cewek mabuk gak bisa dianggurin.” Dennis hanya mendengarkan percakapan dua orang Wanita tersebut, dirinya lebih focus untuk merokok sambil menatap ke arah balkon apartement Naomi. “Mabuk gak jamin dia nidurin gue.” “Yang penting lu harus jadi candunya deh, gimana kek caranya. Lu mikir sendirilah, gue capek,” ucap Naomi. “Gue gak bisa nyari cara lagi, lu tau sendiri kapasitas otak gue segini. Tapi yang gue tau, cowok itu 50x lebih tertarik sama cewek yang polos. Emang belum waktunya aja kali, atau lu kurang polos. Hhhh… bingung sih, coba kalau lu binal sekalian, gue udah ajarin gimana caranya nyep*ng cowok.” Maya hanya memutar bola matanya malas. Hei, dia tidak sebosoh itu untuk tidak mengetahui kata kata itu. Maya sudah tau hal hal seperti itu sejak dia tertarik dengan Allen, mempelajari dunia seks demi bisa mendapatkan Allen. “Gue mau cabut dulu deh,” ucap Maya mengambil tasnya. “Lu mau ke kampus? males gue bagian kuis.” “Enggak, mau molor dirumah. Dennis! Lu mau pulang kan? Gue ikut ayok!” Dennis; si pria yang selalu membuat kekacauan di kampus itu tertawa, tidak menyangka sosok gadis yang dia dan teman temannya kira adalah sosok yang polos ternyata bisa seliar itu. “Gue berangkat dulu ya.” Ucapnya mengecup bibir Naomi. Tidak, keduanya tidak berpacaran. Hanya friends with benefits, ya semacam itulah. Untuk saat ini, Maya yang menumpangi jok belakang motor besar milik Dennis, membelah jalanan dengan cepat. “Gue gak tau lu bisa sebinal itu.” “Ini udah yang kesekian kalinya ya lu ngomong, bosen gue,” ucap Maya memutar bola mata malas. “May, kalau cowok lu gak mau sama lu, mending lu sama gue aja. Gue gak kalah kaya kok.” “Iyuhhhh,” ucap Maya jijik, yang mana membuat Dennis tertawa mendengarnya. “Kapan kapan ikut nongkrong sama geng motor gue, biar banyak kenalan, banyak temen.” “Gue gak butuh temen.” “Anjiir, jahat banget.” Dennis mengantarkan Maya sampai di depan Gedung apartemen perempuan tersebut. “Gak mau bilang makasih?” “Makasih,” ucap Maya mengembalikan helm itu pada Dennis. Saat hendak melangkah pergi, tangannya ditahan oleh pria tersebut. “Kenapa?” “Serius, May. Jangan rusak diri lu Cuma buat cowok. Lu udah jaga diri lu selama ini, jangan sampe lu ngecewain diri lu yang lama.” “Bukan urusan lu,” ucapnya kemudian melangkah masuk. Dennis hanya menghembuskan napasnya kasar. Begitu Maya memasuki lobi apartemen, seseorang memanggilnya, “May!” Hingga sosok itu berbalik dan mendapati Allen ada di sana. Tunggu, Allen di sana? Jadi dia tadi mendengar dan melihat sisi lain dari dirinya yang liar? “Loh, Mas Allen kok di sini?” “Mas pindah ke apartemen baru, yang disamping Gedung ini.” Allen menjelaskan. “Kamu tadi dianter siapa?” “Itu temen kuliah, tadi Maya gak bawa uang, jadi dianterin sama dia.” “Deket sama dia?” “Enggak, tadi Naomi yang nyuruh dia nganterin aku.” “Naomi?” tanya Allen. “Temennya Maya.” Menghembuskan napas, kenapa Maya menangkap kalau Allen terlihat legga dengan kalimat yang dia berikan? “Nanti sore kamu libur ‘kan? Besok kan weekend?” “Libur, kenapa Mas?” “Bantuin pindahan ya, May. Bukan buat ngangkutin barang, ya buat susunin barang aja ke tempat yang cocok. Soalnya cewek pinter buat beresin barang katanya. Hehehe, kamu gak keberatan kan?” Maya mengangguk dengan senyumannya yang manis. “Nanti Maya ke sana jam tiga,” ucapnya melangkah meninggalkan Allen yang masih ingin berbicara, dia menatap kepergian sosok mungil itu. Aishh, kini pikiran liarnya tentang Maya semakin bertambah. Apalagi Allen sudah melihat bagaimana rupa dad* Maya yang begitu mulus tadi malam. Dia menelan salivanya kasar. “Tuan Allen, saya mencari anda dari tadi. Gedung apartemen anda yang sebelah kanan, kenapa anda masuk ke sini?” Sebenarnya, Allen berniat ke apartemen Maya tadi, hanya dia lebih dulu melihat Maya baru pulang dengan seorang pria. Selama seminggu terakhir, Allen juga sengaja menyembunyikan status Maya di ponselnya. Dia selalu gemas, bagian bawahnya mengeras jika Maya meng-upload foto foto dirinya yang terlihat sangat imut. Ah, apakah jeritannya juga akan imut saat dihentak dengan kuat? ***** “Dek? Hallo, gimana keadaan kamu?” Maya berdecak. “Pasti kalau manggil Adek itu mau minta bantuan ‘kan?” Mia tertawa di sana. “Hahahaha, tau aja. Mas Allen mau pindahan hari ini, kamu bantuin dia ya. Pindahannya makin deket loh sama apartemen kamu. Tinggal jalan kaki ke depan. Apartemen tinggi baru yang ada di samping kamu ituloh, Dek.” “Iya, tau. Nanti Maya bantuin kok. Sorean kesanya, mau negrjain tugas dulu.” “Titip Mas Allen ya, pastiin dia makan dengan baik. Kakak bentar lagi beres, nanti pulang langsung ngajak kalian main.” Kenyatannya, dalam hati Maya berharap Kakaknya tidak pulang saja. begitu dia selesai menelpon, Maya bersiap siap pergi ke apartemen baru Allen. Dia bahkan memakai baby lotion lebih banyak dari biasanya. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, Maya memiliki aroma bayi yang menenangkan. Rambutnya dia ikat dengan asal, dan memakai kacamata. Maya mendapat pesan dari Allen kalau apartemen pria itu berada di puncak. Astaga, Gedung di samping Maya itu tiga kali lipat tingginya dari Gedung apartemen Maya sendiri. sepertinya hanya akan terlihat kabut dari apartemen Allen jika pagi hari tiba. Sesampainya di sana, Maya kaget melihat ada teman Allen. “Oh, All! Ada cewek dateng nih!” teriaknya pada Allen yang entah dimana. “Allen nya lagi di kamar mandi. Kenalin, aku Rendy.” “Maya,” jawabnya membalas jabatan tangan. Dan benar saja, sosok di depannya itu sangatlah polos, imut, bahkan bau bayi. Tidak lama kemudian Allen datang. “May, maaf ya masih berantakan. Jalannya ke sebelah sini.” Allen membantu Maya melangkah melewati nakas yang belum dipindahkan. “Kita pindahin dulu aja ininya, Mas.” “Gak usah, nanti ada tukang kok ke sini. Mas mau minta bantuan buat nyusunin buku di perpustakaan, soalnya Mas gak percaya sama siapapun.” “Dimana perpustakaannya?” “Pintu itu. Mau Mas anter?” “Gak usah,” ucap Maya yang bergegas pergi ke sana, meninggalkan Allen dan Rendy yang saling menatap satu sama lain. “Kenapa lu liatin gue kayak gitu?” tanya Allen tidak suka. “Dia bener bener bau bayi, Bro. lembut kali ya dalemnya, mana putih polos gitu. Tangannya aja halus banget, kayak p****t bayi, bukan karena skincare.” “Kalau urusan lu selesai, pergi aja,” ucap Allen, apalagi barang-barangnya kembali datang dibawakan tukang pindahan. Dia malas Rendy hanya akan menghalangi. “Nanti aja, gue mau liat Maya lagi. Gemesh, pipinya gembil banget.” ***** Yang Maya dengar, kedua pria itu membicarakan tentang bisnis, dan membiarkan para pekerja yang membereskan apartement. Sialnya lagi, Allen dan Rendy memilih untuk keluar agar bisa berbicara dengan leluasa mengenai pekerjaan mereka. dan Maya? Dia ditinggalkan di perpustakaan yang besar ini. sialan sekali, niatnya menggoda Allen, dirinya malah terjebak dengan para pekerja di sini. “Tolong jangan disimpan di sana, nanti cahaya matahari tidak akan masuk dengan sempurna,” ucap sang sekretaris pribadi Allen yang mengintrupsi para pekerja itu. Hingga dia mengetuk pintu perpustakaan dan masuk. “Nona Maya, apa ada makanan yang anda inginkan?” “Tidak ada.” “Bagaimana dengan minuman? Membereskan tempat sebesar ini butuh tenaga.” “Bawakan saja aku burger dan s**u cokelat.” “Baik.” Pria itu keluar dari perpustakaan dan kembali lima menit kemudian dengan pesanan Maya. “Dimana Mas Allen?” “Beliau sedang keluar, makan malam bersama dengan temannya.” Sialan sekali, kenapa mereka berdua malah meninggalkannya dan membuatnya kelelahan sendirian di sini? “Jika anda butuh bantuan, katakan pada saya.” Maya menggeleng, Allen tidak mempercayakan penempatan buku ini pada siapapun, terlebih isinya memang kertas kertas penting. “Terima kasih.” Maya kembali bekerja setelah memakan makanannya. Di luar pintu terdengar sangat sepi, sepertinya para pekerja itu sudah pulang dan selesai membereskan semuanya. Telinga Maya yang tajam kembali mendengar derap Langkah dan suara orang berbicara. “Gara gara lu gue ninggalin Maya kelamaan, gimana kalau dia ngambek?” itu suara Allen. “Lagian lu gak mau banget dinasehatin, udah gue bilang sama Maya aja. Daripada Mia yang gak bisa stay di sisi lu. Mana nyokap lu udah ngomong kayak gitu, gak kasian sama dia yang lagi sakit?” “Gue Sukanya sama Mia.” Sakit, itu yang dirasakan oleh Maya. “Yakin gak mau nyicip perawan? Gue punya bubuk perangsang nih buat Maya,” ucapnya. Dan Maya yang mengintip melihat bagaimana Rendy memasukan bubuk putih ke dalam botol s**u. “Jangan macem macem lu, anjingg. Gimana kalau Maya denger?” “Gue Cuma bercanda,” ucap Rendy segera mengangkat tinggi tangannya. “Mana flashdisck gue? Gue mau pulang.” Terlihat Allen yang naik ke lantai dua, dan hal itu dimanfaatkan oleh Rendy yang masuk ke perpustakaan. Maya bergegas untuk kembali bekerja. “May?” “Iya?” “Astaga, kamu belum selesai? pasti capek ya?” “Nggak kok, tadi udah makan burger.” “Kok kamu mau sih beresin tempat ini? allen emang ngasih apaan?” “Hah? Emang harus ngasih?” tanya Maya dengan wajahnya yang polos. “Kak Mia minta bantuan sama aku, jadi kalau bisa bantu kenapa enggak?” Benar benar polos, bahkan Rendy sendiri ingin memilikinya. Tapi dia lebih khawatir pada bunda sahabatnya yang sedang tidak sehat, jadi dia ingin Allen dengan Maya saja yang jelas masih polos dan punya banyak waktu luang. “Kamu udah punya pacar, May?” Maya hanya menggeleng sebagai jawaban. “Kok? Kamu cantik loh, atau kamunya yang pemilih?” Maya terkekeh, dengan tatapan yang tidak beralih pada buku buku di depannya. “Nih, s**u buat penyemangat.” “Oh, makasih.” Maya menerimanya, jelas dia tau s**u apa itu; yang dicampur dengan perangsang. “Minum dulu dong, May. Gak sopan pemberian orang gak diminum.” Dengan kikuk, Maya melakukannya. Dia meminum s**u itu setengahnya. “Eh, May.” Rendy masih dalam posisi bersandar di rak buku; menatap Maya yang duduk di atas karpet. “Menurut kamu Allen gimana?” “Gimana apanya, Mas?” “Orangnya? Tunggu, jangan bilang baik. Maksudnya, kamu suka gak sama cowok yang kayak Allen? Dia type kamu gak?” Maya menggelengkan kepala. “Bukan type kamu?” “Gak punya type, Mas.” Duh, yang Rendy tangkap di sini, Maya memang sedikit lemot. Berbeda dengan kakaknya yang kritis dan juga sempurna. “Yaudah deh, Mas tinggal dulu ya. Allen juga udah pulang.” Meninggalkan Maya sendiri di sana, Rendy keluar dari perpustakaan. “Ngapain lu dari sana?” tanya Allen yang melangkah menuruni tangga. Rendy hanya menyeringai, mengambil flashdisck yang ada di tangan Allen kemudian berucao, “Kayaknya sekarang lagi mulai buka baju deh, dia ngerasa gerah.” *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD