Bab 18. Kembali Mendapatkan Hukuman

1030 Words
Maxime mengamati wajah Shinee yang sudah tertidur pulas, napasnya terlihat teratur. Maxime beranjak dan melepaskan pegangan tangan Shinee, lalu berjalan perlahan ke luar agar tidak membangunkan Shinee. Setibanya di kamar, Maxime membuka pintu dengan pelan. Dia melihat Callista yang sedang duduk termenung di sisi tempat tidur. Cukup lama dia duduk dan melamun di sana, dia bahkan tidak sadar jika Maxime masuk. "Kamu baik-baik saja?" tanya Maxime membuat Callista terkejut. "Mengagetkan saja, kenapa tidak bersuara?" "Maaf, aku sengaja masuk dengan pelan agar tidak mengganggumu. Aku pikir kamu istirahat karena shock," sahut Maxime ikut duduk di sisi tempat tidur. "Kenapa aku harus shock, kejadian seperti itu bukan hal baru untukku." "Apa kamu pernah dilabrak sebelumnya?" "Bukan itu maksudku, tapi mendapatkan sikap kasar seperti tadi yang aku maksudkan." "Oh, aku pikir kamu pernah menggoda kekasih orang dan dilabrak." "Enak saja, kamu pikir aku perempuan apaan. Sekarang pun bukan aku yang menggoda kekasih orang, tapi aku di paksa untuk tinggal di sini dan tidak boleh kemana-mana seperti dipenjara. Apalagi orang itu suka berjanji tapi tidak ditepati dan sengaja pergi pagi sekali untuk menghindar," sungut Callista menyindir. "Tidak usah menyindirku, aku tidak bermaksud ingkar janji. Aku ada urusan mendadak, asal kamu tahu aku bergegas pulang untuk menepati janjiku. Tapi sayangnya saat tiba malah ada Shinee di sini dan membuat keributan. Ayo sekarang kamu siap-siap agar kita bisa pergi!" ajak Maxime. "Nanti kalau kita pergi jodohmu akan marah-marah lagi padaku, apa tidak sebaiknya aku pergi saja dari sini. Aku tidak suka dianggap merebut kekasih orang," ucap Callista enggan beranjak. "Jangan berani berpikir untuk pergi dari sini, Apalagi tanpa seijinku. Lagipula kamu dengar sendiri, antara aku dan Shinee tidak ada hubungan apapun. Jadi jangan jadikan itu alasan untuk pergi dari sini!" tegas Maxime dengan tatapan tajam. Callista tertunduk mendapatkan tatapan yang seolah hendak membunuhnya itu, lagi-lagi dia tidak memiliki kesempatan untuk pergi dari sana dengan alasan apapun. Semua ide di kepalanya seketika lenyap, Callista tidak berani berkata apapun lagi. Akhirnya dia beranjak dari sisi tempat tidur dan berjalan menuju kamar walk in closet untuk berganti pakaian. Saat ini menuruti Maxime adalah solusi terbaik agar pria itu tidak melakukan hal buruk karena kesal. Brakk! Callista terkejut saat mendengar suara pintu di buka paksa, dia menoleh dan melihat Maxime yang menatapnya dengan tatapan marah. Callista berjalan mundur melihat ke arah Maxime yang terus mendekatinya. "Ma-mau apa kamu?" tanya Callista dengan wajah ketakutan. "Katakan, apa selama ini kamu terus berpikir untuk meninggalkanku? Kamu hanya sedang mencari kesempatan agar bisa pergi dan kedatangan Shinee kamu jadikan alasan untuk pergi," ucap Maxime menanyai Callista dengan tatapan yang menurut Callista menyerang. "Bu-bukan seperti itu, aku tidak berpikir begitu. Sungguh ... aku hanya tidak ingin ada keributan, hanya itu saja." Callista menjawab dengan gugup, apalagi Maxime semakin dekat dan dia sendiri sudah terpojok karena dinding di belakangnya. Maxime semakin mendekat dengan cepat, dia mencengkram rahang Callista dengan kuat sambil menatap dengan tatapan membunuh. Callista semakin ketakutan dan kesakitan, tangannya memegangi tangan Maxime yang mencengkramnya. "Jangan bohong! Aku tidak suka dibohongi, katakan yang sebenarnya!" bentak Maxime membuat telinga Callista berdenging karena jarak mereka yang sangat dekat. Wajah Maxime tidak sampai sejengkal dari wajah Callista, tangannya semakin kuat mencengkram membuat Callista meringis dan berusaha melepaskan tangan Maxime dari rahangnya. "Sakit, to-tolong lepas. Sungguh aku tidak berpikir seperti itu .... jangan seperti ini." Maxime menghentak wajah Callista ke samping sambil melepaskan cengkeramannya, dia menarik Callista menuju sebuah meja kaca di mana jam tangan dan penjepit dasi ada di sana. Dia membalik tubuh Callista medorong tubuh Callista, membuat tubuhnya menempel di meja dengan posisi menungging karena kedua kakinya di bawah. "Mau apa? Bagaimana kalau mejanya pecah," ujar Callista ketakutan. "Meskipun kamu pukul meja itu tidak akan pecah, jadi diam dan nikmati saja!" tukas Maxime sambil menurunkan celana dalam Callista dan celananya sendiri. "Tolong jangan seperti ini, aku ini manusia perlakukan aku dengan layak." Callista masih berusaha memohon, meskipun Maxime sama sekali tidak perduli hasratnya kini sudah di ubun-ubun. Maxime membuka kedua kaki Callista dengan menendangnya, membuat Callista terpaksa membuka kedua kakinya. Callista menangis saat Maxime menghujam miliknya, karena dia merasa kehilangan harga diri. Hampir setiap hari dia melayani hasrat Maxime, sejak pertama dia di sini hanya sekali Maxime melakukan tindakan kasar dengan mengikatnya. Entah kenapa, kali ini Callista merasa seperti hewan yang dipaksa melayani. Namun, Maxime sama sekali tidak perduli bahkan dengan tangis Callista. Tidak ada desahan sama sekali dari bibir Callista, hanya isak dan rintihan karena Maxime menghujamnya secara brutal ada rasa sakit yang Callista rasakan di bagian intimnya. Maxime sendiri hanya mengeluarkan suara oh berulangkali setiap dia menghujam Callista, mungkin itu yang membuat hentakannya semakin kuat. "Berhenti menangis! Aku tidak bisa ejakulasi mendengar tangismu, aku tidak akan berhenti meski kamu menangis. Jadi diam atau kamu mau berjam-jam di sini!" bentak Maxime menghentikan sesaat gerakannya. Callista menggigit bibirnya, memaksa tangisnya untuk berhenti meskipun air mata terus saja mengalir tanpa bisa dia tahan. Maxime terus menusukkan miliknya berulangkali, sampai akhirnya tubuhnya mengejang dan menghentak kuat milik Callista dan menekannya cukup lama. Setelah cairan kenikmatannya keluar semua, Maxime terkulai di atas punggung Callista dengan napas menderu. Maxime bisa merasakan isak tertahan Callista, cukup lama dia menghujam milik Callista hampir setengah jam lamanya. Selama itu pula Callista menangis tanpa henti, tentu saja isaknya cukup kuat untuk Maxime rasakan meski tidak ada suara tangis. "Itu hukuman untukmu karena sudah berpikir untuk meninggalkanku, jadi jangan pernah pergi sampai aku sendiri yang mengusirmu apapun yang terjadi. Hanya aku yang punya hak untuk menentukan kapan kamu boleh pergi, sekarang siapkan dirimu dan kita pergi berbelanja." Maxime bicara sambil beranjak dan kemudian berlalu keluar dari ruangan itu. "Apa dia gila? Bisa-bisanya dia masih mengajakku pergi, dia sudah memperlakukanku layaknya hewan. Tapi dia tidak perduli dan masih ingin aku pergi bersamanya," gumam Callista masih dalam posisi yang sama. Callista baru beranjak setelah merasa sedikit tenang, dia tidak mau memancing amarah Maxime lagi. Dia tidak tahu apa yang bisa Maxime lakukan lagi jjka dia kembali membangkang. Callista keluar dari walk in closet dan menuju kamar mandi, seperti yang Callista pikirkan Maxime sengaja tidak mandi di sana karena dia tahu Callista akan menggunakan kamar mandinya. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud berbuat kasar. Tapi aku perlu memberikan hukuman agar kamu patuh dan tidak pergi dariku," ucap Maxime bicara sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD