Kontak Fisik

1279 Words
005 Kontak Fisik Anindira mengamuk meronta sepanjang jalan di dalam gendongan pemuda yang seenaknya membopong tubuhnya. ''Hemat tenagamu, apa pun yang kau lakukan, kau tidak cukup kuat untuk melepaskan diri dariku. Kau akan semakin lelah jadi lebih baik diam!'' seru pemuda itu dengan santainya mengacuhkan Anindira yang tantrum. Setelah dirasa cukup jauh dari wilayah perbatasan Hutan Larangan tadi, akhirnya pemuda itu berhenti. ''Kau lihat itu!'' seru pemuda itu sambil mengangkat sebelah kaki Anindira dan memperlihatkan telapak kakinya yang sobek sambil tetap mempertahankan Anindira di dalam gendongannya, ''Telapak kakimu sobek. Apa kau tidak menyadarinya? Bagaimana kau bisa terus berjalan dengan kaki seperti ini?'' Anindira diam, dia kemudian menatap pemuda itu dengan wajah memelas, setelah diperlihatkan betapa besar luka sobek yang ada di kakinya. ''A-aa-add-dduhhh...'' rengek Anindira setelah beberapa saat di perlihatkan luka menganga di telapak kakinya, ''Sakittt... baru terasa sekarang. Pantas saja sejak tadi ada yang aneh dengan kakiku.'' ''Apa kau baru merasakannya?!'' tanya pemuda itu heran karena jelas Anindira mengeluh kesakitan sekarang, ''Apa kau setegang itu sampai tidak merasakan luka di kakimu?'' Anindira tidak menjawab, dia hanya menatap pemuda itu dengan mata berkaca-kaca menahan perih di kakinya. ''Hufth...'' pemuda itu mendesah menanggapi respon Anindira yang lambat, ''Aku mengerti. Kau wanita tersesat sendirian tanpa siapa pun yang kau kenal. Tidak heran jika kau merasa tegang... karena itu aku harap kau bisa mempercayaiku. Mengingat kau dan aku terikat *Imprint sekarang. Jadi, kau tidak sendirian, karena aku akan melakukan apa pun untuk menyenangkanmu...'' Anindira hanya terdiam mendengar ucapan pemuda itu, masih dengan ekspresi menahan sakit di kakinya. ''Hufth...'' pemuda itu kembali mendesah melihat respon Anindira, ''Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau pikirkan. Kau mengerti atau tidak dengan situasi antara kau dan aku. Tapi, dari baumu, aku bisa tahu kalau kau sama sekali belum punya pasangan meski aku juga merasa bingung karena tidak tercium bau ayahmu pada dirimu. Aku tidak tahu kemana aku akan mengantarmu pulang kalau begini...'' ''Tuan, apa ini asli?'' tanya Anindira dengan jari telunjuk menempel tepat di bawah mata pemuda itu, ''Dari pakaianmu, aku tahu kalau kau adalah pribumi. Makanya, sepertinya tidak mungkin kalau itu kontak lens...'' Dengan polosnya Anindira yang masih berada dalam gendongan pemuda itu terkesima mengagumi bola mata yang telah memikatnya sejak tadi. Bukan hanya tampilan fisiknya tapi juga telah mengikatnya secara supranatural yang tidak bisa di jelaskan secara ilmiah dalam pengetahuan yang ada di dunia tempat Anindira di lahirkan. Di sisi lain pemuda itu mematung karena terkejut dengan kontak fisik yang di lakukan Anindira. Hal yang tidak di sadari oleh Anindira kalau apa yang di lakukannya adalah tindakan yang bisa di artikan sebagai minat untuk memikat lawan jenis dalam dunia tempat dia berada sekarang. ''Ehm,'' pemuda itu berdehem setelah menelan ludah, ''Sebaiknya kau hentikan itu atau kau akan menyesalinya jika aku tidak bisa menahan diri!'' Anindira baru menyadari kalau tindakannya itu tidak sopan bahkan dalam etika dunia tempatnya berasal ketika pemuda itu mengalihkan wajahnya menghindari sentuhan jari Anindira. ''Maaf!'' pekik Anindira dengan segera, ''Aku tidak bermaksud buruk sungguh. Maafkan aku... aku tidak sengaja...'' tambah Anindira dalam keadaan panik setelah menyadari kalau tindakannya barusan tidak sopan. ''Hei, tenanglah!'' seru pemuda itu, ''Kau bisa jatuh!'' Anindira langsung terdiam ketika pemuda itu terlihat menatapnya dengan mata hampir melotot. ''Baik,'' ujar Anindira sambil menunduk, ''Aku tidak tahu apa yang kau katakan tapi aku rasa kau kesal padaku dan memintaku untuk diam. Terima kasih karena tidak melemparku ke bawah...'' ''Kau sudah tenang sekarang?'' tanya pemuda itu melihat Anindira diam menunduk dalam gendongannya, ''Aku akan mencari tempat untuk kita beristirahat.'' Anindira tidak mengerti dengan apa yang di katakan pemuda itu tapi kali ini dia meminta dirinya sendiri untuk diam dan pasrah dari pada hal canggung terjadi lagi. {*Imprint; Adalah suatu perasaan sayang yang tiba-tiba. Hal itu hanya akan terjadi saat dua pasang mata dari pria dan wanita bertemu. Seorang pria di Dunia ini hanya akan bisa ter*imprint atau meng*imprint satu orang wanita saja seumur hidupnya (selama wanita yang meng*imprintnya masih hidup, maka akan tetap ada pada pria itu sampai salah satu atau keduanya mati) Lain halnya dengan seorang wanita, wanita bisa meng*imprint pria lebih dari satu orang. Tapi wanita hanya bisa ter*imprint oleh seorang pria sekali saja. Ini disebut *imprint sejati. *Imprint Sejati terjadi dari kedua pihak yaitu pria dan wanita ter*imprint bersamaan.} Hanya Anindira yang tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi pemuda itu telah dengan jelas mengetahui apa yang telah menimpa dirinya. Sejak hari ini tanpa harus terucap dengan kata-kata, dia telah menetapkan Anindira sebagai wanita yang akan menjadi pasangannya untuk seumur hidupnya. ***** HOP HOP HOP Anindira kembali di kejutkan oleh betapa lincah dan kuat pemuda yang menggendongnya. Pemuda itu menggendong Anindira sambil menaiki pohon sampai di puncak dengan mudahnya. ''Apa di kakinya ada pernya?!'' tanya Anindira di dalam hatinya, ''Bagaimana bisa dia dengan mudahnya melompat dari satu dahan ke dahan yang lain sambil menggendongku?! Setidaknya, bobot badanku hampir setengah kuintal...'' Masih dengan pandangan terkagum-kagum dia berulang kali melihat betapa tinggi tempatnya berada sekarang lalu berganti menatap pemuda gagah yang menggendongnya sampai ke atas. ''Sedikit tidak nyaman tapi ini lebih baik, kebetulan malam ini malam bulan purnama. Aku sengaja mencari tempat dimana cahaya bulan bisa masuk agar kau bisa sedikit melihat sekelilingmu.'' Pemuda itu berbicara sambil membersihkan tempat yang akan jadi tempat mereka bersandar melepas penat. Anindira berdiri terdiam dengan tubuh sedikit gemetaran mengingat betapa tinggi tempatnya berpijak sekarang. ''Kemari, duduklah!'' seru pemuda itu memanggil Anindira. Anindira duduk di tempat yang disediakan oleh pemuda itu. Anindira sempat terkejut ketika melihat pemuda itu memegang telapak kakinya yang terluka. ''Jangan takut, aku hanya melihat lukamu!'' seru pemuda itu menanggapi respon Anindira, ''Akan terasa perih tapi kau harus menahannya, lukamu akan semakin memburuk kalau tidak segera diobati.'' Pemuda itu menumbuk dedaunan yang sempat dipetik olehnya tadi kemudian membalurkannya pada luka di telapak kaki Anindira. Sesekali dia meniupnya, mencoba memberikan kenyamanan. Apa lagi kaki Anindira menggeliat ketika dia mengoleskan tumbukkan dedaunan untuk mengobati luka di telapak kaki Anindira. ''Terima kasih,'' ujar Aninidra lembut melihat pemuda yang tulus mengobati kakinya, ''Maaf karena sempat tidak mempercayaimu.'' Pemuda itu menatap Anindira, bola matanya berkeliat menampilkan tarian cahaya saat terkena remang-remang sinar cahaya bulan. ''Di mananya yang penjaga pintu neraka?'' tanya Anindira di dalam hatinya sambil matanya terus menatap pemuda itu, ''Di mananya yang grim reaper?!" seru Anindira bertanya lagi di dalam hatinya, dia masih tidak sadar kalau lagi-lagi dia memandangi pemuda itu, ''Dia... tampan...'' ujar Anindira terus bergumam di dalam hatinya. Anindira kembali terkesima saat dia melihat tampilan full face pemuda di hadapannya. Wajah tampan dengan kulit kecoklatan tampak maskulin lengkap dengan perawakan gagahnya. ''Yang tadi aku melihat penjaga pintu neraka apa?'' tanya Anindira pikirannya masih melayang pada kejadian saat pertama kali bertemu dengan pemuda itu tadi. ''Dia, lembut... '' ujarnya melanjutkan dalam hatinya. Anindira tidak sadar kalau dia tersenyum manis sekali dengan mata berbinar-binar penuh kekaguman menatap pemuda itu. ''Lagi-lagi kau melakukannya...'' ujar pemuda itu membuyarkan lamunan Anindira, ''Tahukah kau, kalau yang kau lakukan itu sangat berbahaya. Seandainya aku yakin kalau yang kau lakukan itu sengaja untuk menggodaku. Maka saat ini juga aku akan berpasangan denganmu... Tapi, entah kenapa. Aku tidak yakin jika kau tahu apa yang kau lakukan... karena itu aku akan menunggu sampai kita berdua bisa berkomunikasi dengan baik.'' ''Aku betul-betul tidak mengerti dengan apa yang kau katakan,'' ujar Anindira merespon pemuda di hadapannya, ''Apakah kita melakukan perbincangan dua arah?!'' ''Kau wanita yang aneh... aku tidak tahu apa itu pakaian yang diberikan orang tuamu atau kau terpaksa memakainya.'' Anindira hanya mengenakan celana training biru dengan strip hitam yang digulung sampai ke lutut. Lalu atasannya, hanya t-shirt biasa berlengan pendek berwarna abu-abu gelap. Karena tadi dia berada di sungai, sedang bermain air. Itu sebabnya Anindira tidak memakai alas kaki. Hal itulah yang menyebabkan kaki Anindira terluka di tengah hutan belantara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD