032 Lingkungan Baru
''Zia, Anindira, ayo kita makan!'' panggil Mischa.
Kepala Desa datang menjemput mereka dan membawa mereka turun satu per satu ke bawah.
Keluarga Zia telah ramai berkumpul. Mereka semua berkumpul bersama di bawah, di depan api unggun. Zia duduk di samping ayahnya. Lalu di sebelah ayahnya tampak seorang wanita yang pastinya itu adalah ibu Zia.
''Wow, itu ibu Zia?! Tidak heran dia adalah pasangan kepala desa. Meski perempuan dia tampak berwibawa. Dewasa dan bijaksana tampak jelas dari auranya...'' gumam Anindira di dalam hatinya, ''Dia bukan hanya sangat mirip dengan Zia. Rambut karamel dan bola mata hazel. Tapi, paras wajahnya itu. Dia lebih bisa di sebut kakak perempuan Zia dari pada ibunya.
Penampilan ibu Zia tidak berbeda jauh dengan Zia. Kulitnya kering tampak kusam dan kasar. Rambutnya berminyak saling menempel menggumpal kusut. Tapi, senyumnya indah dengan gigi yang putih bersih.
''Kau Anindira?'' tanya Ibu Zia, ''Mischa memberitahuku, Halvir yang membawamu.''
Ibu Zia menyapa Anindira dengan sangat ramah.
''Iya, salam kenal...'' sahut Anindira menjawab dengan sangat ramah dan tersenyum.
''Semoga kau betah bersama kami. Aku Ezra, ibu Zia,'' Ezra memperkenalkan diri sekaligus dengan pasangannya yang juga sedang duduk di sebelahnya, ''Ini Ruvi, dia juga seperti Mischa. Mereka berdua berasal dari Klan Jaguar.''
''Aku Ruvi, dari Klan Jaguar. Semoga kau betah di sini Anindira…'' sapa Ruvi. Dia ramah memperkenalkan dirinya.
Ruvi terlihat seperti pria dewasa pertengahan tiga puluhan. Rambut hitam berwajah tampan dan memiliki aura mirip Mischa. Mungkin karena itu, mereka bisa akur bersama wanita yang sama.
Pemandangan keluarga Ezra terlihat aneh dimata Anindira.
Seorang wanita diapit oleh dua orang pria yang jadi pasangannya. Belum lagi, ada seorang pria berambut ikal tipe C2 berwarna coklat dengan bola mata *Emerald yang terang dan jernih. Dia tampak seusia dengan Halvir. Tampan dan muda dengan tubuh tegapnya yang tampak lebih besar dari Halvir. Dia terlihat mengasuh empat ekor beruang seukuran anak-anak balita.
Terlihat lagi dua orang yang sedang sibuk mempersiapkan makan. Wajah mereka mirip satu sama lain. Seperti menunjukkan kalau mereka bersaudara. Mereka berdua sama-sama berambut pirang dan bermata *Emerald tapi, warna mata mereka lebih pekat dan lebih gelap dibanding pria yang sedang mengasuh beruang. Seperti kebanyakan pria di dunia ini, mereka juga terlihat tampan rupawan dengan penampilan gagah berotot.
''Anindira, yang di situ Koza. Dia bersama empat anak-anak kami yang lucu dan nakal.''
Ezra memperkenalkan pasangan-pasangannya yang lain.
''Aku Koza, dari Klan Beruang. Pasangan ketiga Ezra. Ini anak-anak kami. Mereka memang nakal tapi jika sudah besar mereka akan jadi pria yang tangguh...'' Koza memperkenalkan diri dan dengan bangganya memperkenalkan anak-anaknya, ''Brynjar, Cala, Cleon, Herleif... Mereka baru berusia tiga tahun,'' lanjut Koza memperkenalkan anaknya satu per satu.
Anindira terperanjat dengan tubuh kaku. Dia terkejut mendengar empat ekor beruang di hadapannya adalah anak-anak balita yang lahir antara dua manusia Ezra dan Koza. Tentu saja hal itu membuat pikirannya menerawang membuat berbagai sepekulasi fantasi dengan beberapa macam pikiran aneh yang bermain di otaknya sekarang.
''Aku Axel, dari Klan Harimau. Aku baru enam tahun jadi pasangan Erza…'' Axel memperkenalkan diri sambil terus menyiapkan makanan.
''Aku Kaj, sama dengannya, aku juga dari Klan Harimau. Kami saudara sepupu, dari sisi ayah kami. Aku baru lima tahun jadi pasangan Erza…'' Kaj melanjutkan berkenalan dengan Anindira sambil terus membantu Axel memasak.
Malam itu jadi malam pertama Anindira melewatinya tanpa Halvir. Dia merasa kesepian tapi keramahan keluarga Ezra bisa sedikit menenangkannya. Bersama dengan Zia, Anindira sedikit demi sedikit berusaha memahami apa yang terjadi di dunia ini. Walau hanya daging yang dibakar ala kadarnya tapi kebersamaan sebuah keluarga yang berkumpul bersama menikmati makan malam dengan penuh canda dan ceria membuat hati Anindira terasa pilu karena dia jadi teringat dengan keluarganya.
''Anindira?'' tanya Ezra memanggilnya dengan ekspresi bertanya.
Ezra adalah seorang wanita sekaligus seorang ibu. Tentu dia peka dengan perubahan yang terlihat pada Anindira.
''Iya!'' jawab Anindira terkejut saat Ezra tiba-tiba duduk di sampingnya dan merangkulnya.
''Kenapa?'' tanya Ezra dengan wajah cemas, ''Kau sedih?''
''Maaf membuatmu cemas. Aku hanya sedang teringat keluargaku. Tapi tidak apa-apa... sebentar, aku akan tenang kembali.''
Meski Anindira tersenyum. Tapi, Ezra bisa melihat dengan jelas kalau sorot mata Anindira tampak kesepian.
''Aku mungkin tidak akan bisa sepenuhnya memahami kesedihan hatimu. Tapi setidaknya kami akan mencoba yang terbaik untuk membuatmu tidak merasa sendirian di tempat yang cukup asing bagimu...'' ucap Ezra sambil membelai kepala Anindira.
''Iya!'' seru Zia ikut bicara, ''Anindira, Ibu benar. Kita sudah berteman, jangan bersedih lagi! Kita akan bermain bersama-sama mulai hari ini...'' tambah Zia dengan polah cerianya.
''Eum,'' angguk Anindira, ''Aku tahu, terima kasih…''
Anindira tulus berterima kasih dengan keramahan mereka.
''Kehilangan keluarga dan orang-orang yang kita kenal memang berat. Tapi, jangan terpaku dengan masa lalu. Meski ini adalah lingkungan baru untukmu tapi bersabar dan terus berjuang melakukan yang terbaik akan membawa dirimu pada hal baru yang baik. Anindira, kau memang sudah kehilangan keluargamu. Tapi semoga kau bisa membuat keluarga sendiri dan hidup bahagia di Desa ini,'' ujar Mischa lembut dan tulus juga memperhatikan Anindira.
''Mischa benar, '' ujar Ruvi ikut menyemangati Anindira, ''Kau harus bisa menemukan kebahagiaanmu!''
''Tentu saja paman.''
Anindira menjawab dengan sorot matanya yang telah kembali menampakkan semangat dengan bibir yang ikut tersenyum lebar.
Ketakutan Anindira dengan orang asing yang akan menampungnya sirna dengan keramahan yang keluarga Ezra tunjukkan dengan tulus. Senda gurau saat menikmati santap malam membuat Anindir bahagaia. Dia bisa menikamti kebersamaan meski mereka adalah orang yang baru Anindira kenal.
Tidak heran Mischa bisa menjadi kepala desa. Karakternya tenang dengan wibawa tegas yang hangat. Keluarga Mischa sangat harmonis. Mereka akrab satu sama lain. Meski kadang terlihat sesekali setiap pasangan ingin memonopoli Erza. Tapi itu hanya bumbu dari sebuah rumah tangga di dunia manusia buas, selebihnya mereka sangat akur. Bagaimanapun mereka bertengkar tapi tetap menghormati Mischa dan Ruvi yang jadi senior dalam hierarki rumah tangga. Bukan hanya gimmick tapi mereka semua tulus menyayangi empat anak beruang dan juga Zia. Pemandangan anak tiri dan ayah tiri. Mereka dan anak-anaknya bisa dengan damai hidup bersama-sama.
Rumah tangga dengan lima orang pria berbagi seorang wanita. Mirip dengan legenda pewayangannya di salah satu daerah di dunia Anindira. Siapa sangka kalau Anindira akan masuk dalam sebuah dunia fantasi.
*****