Bola mata berwarna biru safir

1166 Words
Anindira serasa tercekik, dadanya terasa terasa penuh tanpa tahu apa sebabnya? Tubuhnya mendadak terasa lemas, seolah semua darahnya disedot keluar. Dia merasakan kengerian yang tiba-tiba menjalar di tubuhnya saat melihat tampilan penuh dari pemuda yang ada di hadapannya. ''Apa-apaan ini?... Siapa dia?... Kenapa aku seperti melihat penjaga neraka?!'' gumam Anindira dalam hati, kakinya yang harusnya melangkah maju, malah bergerak mundur. Seketika itu juga, langkah Anindira kembali terhenti. Lagi-lagi terdengar suara raungan hewan yang saling bersahut-sahutan dari hutan di hadapannya. Suaranya menggelegar, memekakkan telinga, bahkan tanah tempat Anindira berpijak seolah terasa seperti bergetar. Seketika itu juga tubuh Anindira gemetar, ingin rasanya dia menjerit ketakutan, tapi suaranya seperti tertahan di kerongkongan tidak bisa keluar. Anindira menahan sebak di dadanya menahan rasa ngeri luar biasa. Mendengar suara entah makhluk apa yang ada di dalam hutan di belakangnya, hal-hal yang tak diketahuinya itu terasa sangat menakutkan baginya, membuat Anindira kembali terkejut. Memikirkan semua itu, beberapa hal terlintas di benaknya… ''Dia tidak tahu makhluk apa yang ada di sana?'' ''Tapi sekarang, tepat di hadapannya ada sesosok manusia. Yang ini jelas-jelas... MANUSIA.'' ''Minimal yang ini bisa diajak negosiasi'' Baik logika atau nalurinya kompak mengatakan hal yang sama di dalam hatinya saat itu. Antara menenangkan dirinya dari ketakutan yang amat sangat yang sedang mendera dadanya. Tapi, juga menahan perasaan ngeri dari sosok pemuda asing di hadapannya yang tidak kalah membuatnya tegang sampai kakinya terasa kaku tidak bisa bergerak melangkah. "Terserah mau penjaga neraka atau grim reaper yang penting keluar dulu dari sini!" seru Anindira, tiba-tiba kakinya serasa dapat tenaga baru, melangkah maju. Dia segera memegang tangan pria di hadapannya yang kekar berotot berlindung di belakangnya. "Tuan!'' panggil Anindira, ''Tolong..." ujar Anindira kemudian. Anindira mendongak dengan wajahnya yang pucat dan mata memelas, mirip mata anak kucing yang dibuang di jalan yang sedang minta dipungut. Walau Anindira sudah mendongak, dia tetap tidak bisa melihat wajah pemuda itu, karena ada kabut tipis yang menghalangi pandangan. Pemuda itu tidak menjawab apapun, tapi, telapak tangan besarnya yang kasar seperti amplas memegang punggung Anindira dan membawanya melangkah pergi dari hutan itu dengan lembut, setelah beberapa menit berjalan, pemuda itu menghentikan langkah kakinya. "Wanita!" panggil pemuda itu dengan nada suara yang sangat lembut, "Kalau begini, kita akan tertangkap, bisa kau berjalan lebih cepat?!" seru pemuda itu bertanya lagi padanya. Anindira hanya diam mendengarkan dengan seksama dengan ekspresi bodoh di wajahnya, melihat pemuda itu sedikit menundukkan kepalanya, memperhatikan Anindira. Pemuda itu seperti menunggu sesuatu dari Anindira. "A-anu... Maaf tuan, aku... Tidak mengerti yang kau katakan?" tanya Anindira pada pemuda itu. Anindira bertanya dengan wajah bingung yang tampak bodoh. Anindira tidak salah dengar, pemuda itu berbicara dengan bahasa yang sama sekali berbeda tapi, pemuda itu pun sepertinya juga mengerti bahwa Anindira tidak paham dengan apa yang baru saja dikatakannya. "Sepertinya, kau tidak paham...'' ujar pemuda itu sambil memiringkan kepalanya memperhatikan Anindira, ''Baiklah... Kita harus cepat, ayo!" seru pemuda itu sambil menunduk kemudian mengangkat Anindira membawanya berjalan dalam gendongannya. "Ahh!... Tu-tuan apa yang kau lakukan?!" seru Anindira panik. Anindira bertanya dengan wajah cemas karena terkejut, dan juga merasa risi. "Tuan... tolong turunkan aku!" seru Anindira terus meronta-ronta di gendongannya, tapi pemuda itu tidak mendengarnya dan terus saja berjalan, mengacuhkannya. ** Setelah dirasa cukup jauh dari wilayah perbatasan Hutan Larangan tadi, akhirnya pemuda itu berhenti. Dia mengangkat sebelah kaki Anindira dan memperlihatkan telapak kakinya yang sobek sambil tetap mempertahankan Anindira di dalam gendongannya. ''Kau lihat itu?!'' seru pemuda itu memperlihatkan telapak kaki Anindira, ''Telapak kakimu sobek. Aku heran, bagaimana kau bisa terus berjalan dengan kaki seperti ini?'' pemuda itu bertanya dengan suara datar dan wajah yang nyaris tanpa ekspresi. Anindira diam, dia kemudian menatap pemuda itu dengan wajah memelas, setelah diperlihatkan betapa besar luka sobek yang ada di kakinya. "Makanya kau diamlah!'' seru pemuda itu sambil menatap Anindira, ''Jangan memberontak terus! Kau sudah lihat kakimu terluka..." ujar pemuda menambahkan ucapannya, saat dia yakin kalau Anindira telah memahami apa maksudnya. Anindira yang sejak tadi berusaha turun dari gendongannya langsung diam melihat luka menganga di telapak kakinya, bahkan ternyata darahnya terus merembes keluar. Dengan sigap pemuda itu menahan darah yang terus merembes dengan tangannya, kaki mungil Anindira nyaris tertelan oleh telapak tangan besar pemuda itu. Anindira diam menatap pemuda itu. Awalnya dia ingin meminta maaf karena sudah bersikap kasar, tapi tiba-tiba pikirannya langsung teralihkan pada sesuatu yang lain. Karena sedang digendong, kepala Anindira berada sedikit lebih tinggi dari pemuda itu. Saat baru bertemu tadi, Anindira tidak berkesempatan untuk melihat wajah pemuda yang menolongnya. Saat ini dua pasang mata beradu saling bertatapan. Dua pasang mata saling berhadapan, menatap lurus sampai jauh ke dalam bola mata, seakan-akan mereka terhisap masuk, tenggelam jauh di dalam bola mata hitam milik Anindira dan bola mata biru milik pemuda itu. Anindira terkesima dengan bola mata biru yang tampak sangat unik. Bola mata yang tampak tidak realistis, persis seperti batu safir berkualitas tinggi, warnanya biru terang menyala tajam, tapi, sangat indah berbinar-binar seperti sedang berkelap kelip. Tanpa di sadari Anindira, tangannya bergerak tanpa komando dari otaknya, meluncur, kemudian menangkup sebagian wajah pemuda itu. Jari-jari mungil Anindira meraba lembut wajah di sekitar mata pemuda itu. ''WAH...'' Anindira memekik dengan mata terbelalak lebar, ''Tuan, ini kontak lens?... Kau beli di mana?... Aku tidak pernah melihat bola mata seindah ini...'' tanya Anindira, dia tersenyum sumringah dengan mata berbinar-binar mengagumi bola mata unik di hadapannya, "Bola matamu indah tuan... Sangat cantik... Terlihat menakjubkan," ujar Anindira lagi, tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali, dia masih terkesima dengan pemandangan indah di hadapannya. Anindira sama sekali tidak sadar dengan tindakannya yang spontan itu. Dia masih merasakan perasaan takjub dan fokus memandangi dua bola mata indah di depannya. Anindira sama sekali tidak menyadari keanehan pada dirinya sendiri. Dadanya berdegup cepat, tapi pikirannya kosong. Saat ini, tidak ada hal lain dalam hatinya, kecuali wajah tampan nan sendu dari pemuda gagah yang menggendongnya. Ternyata bukan hanya Anindira yang berada dalam kondisi aneh. Pemuda itu pun terkejut, dadanya berdegup cepat dengan pikiran yang kosong. Hatinya dipenuhi dengan perasaan haru biru yang indah. Perasaan aneh yang membuatnya seolah melayang, melambung terbang tinggi, dengan perasaan yang dipenuhi kebahagiaan. Dia merasakan hal yang persis sama dengan Anindira sekarang. Antara takjub, heran, dan rasa bahagia yang tidak bisa diuraikan oleh otaknya yang tiba-tiba macet karena perilaku Anindira. Bagai bungee jumping tapi ini meluncur langsung dari bawah ke atas, darahnya terasa panas seperti ada asap keluar dari tubuhnya. Tanpa disadari oleh Anindira perilakunya yang kurang dari dua menit, telah membuat keduanya terkunci *imprint. Dan sejak saat ini keduanya akan selalu memikirkan satu sama lain. {*Imprint; Adalah suatu perasaan sayang yang tiba-tiba. Hal itu hanya akan terjadi saat dua pasang mata dari pria dan wanita bertemu. Seorang pria di Dunia ini hanya akan bisa ter*imprint atau meng*imprint satu orang wanita saja seumur hidupnya (selama wanita yang meng*imprintnya masih hidup, maka akan tetap ada pada pria itu sampai salah satu atau keduanya mati) Lain halnya dengan seorang wanita, wanita bisa meng*imprint pria lebih dari satu orang. Tapi wanita hanya bisa ter*imprint oleh seorang pria sekali saja. Ini disebut *imprint sejati. *Imprint Sejati terjadi dari kedua pihak yaitu pria dan wanita ter*imprint bersamaan.}
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD