Jaguar Hitam

1029 Words
007 Jaguar Hitam Setelah beberapa saat akhirnya dia mendapat sedikit keberaniannya, pikirannya mulai bisa berpikir dengan sedikit lebih tenang sekarang, walau tubuhnya masih gemetaran. ''E-eh!'' Anindira terpekik fokus pada satu hal sedikit melupakan ketakutannya tadi, ''Matanya biru?! Seperti... Safir,'' ujar Anindira dengan dahi mengernyit menatapnya, lagi-lagi dia terpesona dengan matanya, ''Mirip! Persis malah!'' seru Anindira memekik, ''Matanya… mata pria itu...'' seru Anindira lagi, kemudian otaknya berpikir keras mengolah segala sesuatu yang telah dialaminya sebelum ini, ''Lah!... Itu!... Itu pakaian yang dipakai pria itu kan?! Lalu pergi ke mana dia? Kenapa cuma ada pakaiannya?'' tanya Anindira dengan mata masih memelototi Jaguar super besar di hadapannya. ''TUAN!... TUAN!... TUAN!... ANDA DI MANA?!'' seru Anindira menjerit memanggil-manggil pemuda yang telah menolongnya kemarin. Anindira tetap mewaspadai Jaguar besar di hadapannya. Kepalanya tetap lurus menghadap ke arah jaguar, tapi matanya berputar berkeliling ke sana ke mari. Anindira masih berusaha untuk tetap tenang dan memantau situasi dan kondisi lapangan. Semakin gentar hati Anindira saat melihat Jaguar itu mulai bangkit berdiri. Meregangkan tubuhnya kemudian perlahan berjalan ke arah Anindira. Anindira si gadis tomboy akhirnya meneteskan air matanya tidak kuasa menahan rasa takut di hatinya saat melihat makhluk besar dengan ukuran tidak biasa bergerak maju mendatanginya. ''Hah?!... Hah?!... Hah?!... Kenapa kemari? Mau apa? Mau apa?!... 'Mom', 'Ayah', 'Kakak', tolong… '' seru Anindira menangis dalam hatinya, ''Anakmu mau mati nih, bakal di makan!'' seru Anindira lagi, dia terus saja bergumam di dalam hatinya, ''Hik... hik hik hik...'' sekarang dia bahkan menangis di dalam hatinya, ''Pagi-pagi malah jadi sarapan Jaguar di hutan, bagaimana ini?! '' Anindira terus saja merengek di dalam hati. Jaguar hitam besar melangkah maju ke depan. Pijakan kakinya mantap, dia berjalan dengan sangat elegan. Jaguar hitam itu terus maju menghampiri Anindira yang ketakutan. Kemudian, pemandangan yang lebih gila akhirnya terjadi. Membuat Anindira yang ketakutan tadi, sekarang malah membelalakkan matanya karena heran dan terkejut. Dia melihatnya sendiri, tapi, dia sulit untuk bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya. WOOSSSHHH Anindira sampai lupa berkedip dan terus menatap sosok Jaguar hitam yang tiba-tiba berubah menjadi manusia lalu berdiri. Sayangnya, lagi-lagi Anindira kembali dikejutkan oleh pemandangan tidak biasa. Sosok Jaguar besar sudah tidak ada lagi di hadapannya. Tapi, sekarang berganti dengan sosok pria gagah yang... BUGIL! Mata Anindira semakin melotot. Dia sangat terkejut, bingung, malu, syok, kaget, semua jadi satu di benaknya sekarang. Etika sudah terlupakan dari otaknya saat ini. Dia menatap sosok vulgar di hadapannya tanpa berkedip dan justru semakin serius menatapnya. ''Tu-tu-tu-tu-tuan... Ja... Jaguar?!??'' seru Anindira terbata-bata sambil jarinya terus menunjuk ke pemuda itu. Pemuda itu dengan santainya mengambil pakaian dan mengenakannya kembali. Dia berjalan ke arah Anindira, kemudian merangkul pundaknya, ''Hati-hati!... Awas kau bisa terpeleset, tempat ini sangat tinggi!'' serunya memperingatkan Anindira dengan wajah datar dan dengan lembut dia menarik Anindira membawanya ke tempat yang lebih aman. Anindira masih kebingungan dengan beragam tanya di hati dan pikirannya meski kakinya berjalan mengikuti pemuda itu. Dia menurut saja dibawa oleh pemuda itu. Kepalanya terus saja bolak-balik mendongak melihat ke arah pemuda itu, lalu lurus ke depan, kemudian menunduk ke bawah, berulang kali. Dia masih syok dengan apa yang dilihatnya tadi, dia belum bisa mengalihkan pikirannya dari pemandangan luar biasa yang hanya beberapa detik, barusan. Pemuda itu menyadari kalau Anindira bersikap aneh tapi dia tidak peduli. Dia menarik, membawa Anindira duduk. Dia sedikit bersandar di pohon dan menemaninya duduk bersebelahan di samping Anindira yang masih terperangah heran dan terkejut. ''A-a ... Anu…'' ujar Anindira mulai mengeluarkan suaranya, ''Tuan, tadi itu... A- apa yang… apa yang kau lakukan?'' tanya Anindira sedikit terbata-bata. Dia masih syok, tapi rasa ingin tahunya lebih besar. Dia ingin segera memecahkan misteri yang baru saja dilihatnya tadi. Pemuda itu mendengar ucapan Anindira. Tapi, dia hanya diam memandanginya. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Anindira. ''Itu... Tadi... Aduh... Bagaimana bilangnya?... Tadi... Barusan, tuan... Berubah wujud... Jadi jaguar... Eh! Bukan, dari jaguar ke manusia!... Eh! Lah!!... Sama saja... ADUH!!!... Bagaimana ngomongnya?!'' seru Anindira heboh sendiri dengan ucapannya. Dia, dibuat frustasi sendiri dengan berbagai pertanyaan dan pemikirannya yang tidak bisa tersampaikan. Membuatnya semakin kesal dan dongkol, kenapa dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik pada pemuda itu. Pemuda itu santai saja dengan wajah datarnya. Tapi, hatinya senang melihat gadis di sampingnya sudah mulai tersenyum kembali. Walau yang terlihat sebenarnya wajah bodoh Anindira sekarang. Tapi, mengingat semalam Anindira menangis sampai tersedu-sedu hingga kelelahan kemudian tertidur di pangkuannya. Pemuda itu lega karena Anindira sudah bisa santai lalu sekarang dia berusaha berbicara dengannya, walau dia tidak tahu dengan apa yang ingin disampaikan Anindira. Tapi, dia sangat senang, di tengah kegaduhan yang dibuat Anindira yang terus bicara kikuk dengan tangan dan mimik wajah koyolnya yang berusaha memperagakan maksudnya agar pemuda itu mengerti apa yang ingin dikatakannya. Tiba-tiba terdengar gemuruh yang datang dari perut Anindira. Anindira langsung terdiam, dengan mata sedikit melotot, refleks tangannya memegang perut. Lima detik kemudian perutnya kembali berbunyi, membuat tangannya makin kuat menekan perutnya karena merasa malu. ''Lapar?'' tanya pemuda itu sambil mengangkat alisnya. Anindira tidak menjawab, sama seperti sebelumnya, dia memandang pemuda itu dengan wajah bertanya. ''Lapar?!'' seru pemuda itu bertanya sekali lagi, kali ini sambil menunjuk ke perut Anindira. Anindira terdiam sejenak, dan akhirnya mengerti maksud pemuda itu. ''Sudahlah, tidak perlu malu!'' seru Anindira di dalam hatinya memberikan alasan pada dirinya sendiri, ''Biar saja, aku juga tidak mungkin bisa cari makan sendiri di tempat seperti ini. Malu seperti ini tidak ada apa-apanya dibanding harus mati kelaparan...'' ''Hehehe...'' tawa bodoh Anindira kembali terlihat, ''Iya, la-par... '' ucap Anindira mengikuti ucapan pemuda itu sambil mengangguk dan cengengesan. Pemuda itu bangkit berdiri, membuat Anindira juga segera bangun mengikutinya. ''Kamu tunggu di sini!'' seru pemuda itu perlahan seperti mendikte sambil sedikit memperagakannya agar Anindira paham maksudnya, ''Aku akan cari makanan untukmu, jangan takut, aku tidak akan jauh darimu!'' Anindira menurut dan kembali duduk. Pemuda itu dengan lincah menuruni pohon meninggalkan Anindira sendirian, menunggu di atas pohon. ''UWAH, tinggi!'' seru Anindira setelah bisa melihat dengan jelas sekarang, ''Kalau jatuh dari sini, langsung jadi 'ayam geprek' nih...'' ''Dia pergi ke mana ya?'' tanyanya lagi setelah beberapa waktu menunggu, ''Aku di tinggal sendirian begini?... Mana di atas pohon lagi... Kenapa juga harus di atas pohon? 'Kan kalau begini jadi tidak bisa ke mana-mana...'' Anindira terus saja bergumam berusaha membunuh waktu yang membosankan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD