3

1262 Words
Ezell kembali dari bertransaksi. Malam ini tranksaksi tidak berjalan lancar seperti biasanya. Aparat kepolisian mencium kegiatan ilegal mereka. Hingga akhirnya Ezell memuntahkan banyak timah panasnya. Suatu kebetulan bagi Ezell. Ia mendapatkan tempat melampiaskan kemarahan. Dan hasilnya, tangannya telah membunuh banyak orang malam ini. Citt...... Mobil yang Ezell tumpangi berhenti mendadak, bunyi gesekan ban mobil dan aspal terdengar nyaring. Orang gila mana yang ingin mati di dini hari seperti ini? Dan lagi, ini adalah kawasan kediaman Ezell, hanya 50 meter dari mobil Ezell sekarang. Semua yang berada di dalam mobil menyiapkan senjata mereka, kecuali Ezell yang duduk tenang di kursi tengah. "Bos, Nona Qiandra." Robert menyebutkan siapa yang keluar dari mobil yang menghalangi laju mobil Ezell. Ezell melihat ke arah Qiandra yang mendekati mobilnya. Suara ketukan terdengar berikutnya. "Tabrak mobil di depan!" Ezell memberi perintah. Robert melakukan yang Ezell perintahkan. Ia menabrak mobil Qiandra. Tapi Qiandra tak berhenti disana, ia berlari ketika mobil Ezell mencari jalan untuk pergi. Ia menghalangi mobil Ezell dengan dirinya sendiri. "Tabrak dia!" Robert diam sepersekian detik, rasa kasihan menyelimutinya. Qiandra pasti memiliki alasan penting hingga dia senekat ini. Tapi, sekali lagi, Robert tak punya pilihan. Pertama ia mencoba menakuti Qiandra dengan mainkan gas mobil, tapi karena Qiandra benar-benar tak gentar, akhirnya ia melajukan mobil itu namun terhenti ketika ia ia berhasil membuat Qiandra terjatuh. Robert keluar dari mobil. Ia melihat Qiandra terduduk, wanita ini sempat menghindar namun ia masih terkena sedikit bagian depan mobil. Ezell keluar dari mobilnya. Dorr!! Satu tembakan lepas dari senjatanya. Suara nyaring itu membuat Qiandra terkesiap. Baru saja Ezell menembak bagian d**a atas Robert tepat di depan matanya. "Kau benar-benar tidak berguna, Robert!" Ia mendesis dengan wajah tenangnya. "K-kau berdarah." Qiandra terbata. Ia sering melihat kejadian tembak menembak seperti ini di film tapi dia tidak pernah melihat secara langsung. "Maafkan aku, Bos." Robert meminta maaf, rasa sakit yang ia terima menurutnya wajar karena ia tidak menjalankan perintah bosnya. "K-kau!" Qiandra menatap Ezell tajam. "Bagaimana bisa kau menembak orang seperti ini! Kau manusia atau bukan!" Bentaknya kasar. Ezell tak ingin menanggapi Qiandra. "Urus wanita ini jika kau masih ingin hidup!" Ezell melangkah melewati Robert dan Qiandra. Sebuah mobil melaju cepat ke arah Ezell. Qiandra ingin menghentikan Ezell tapi ada Robert yang terluka karenanya. Dan hasilnya, ia berdiri mematung melihat Ezell pergi dengan mobil tadi. Qiandra tersadar, ia kembali melihat ke Robert yang saat ini sudah berdiri dengan tangannya memegang bagian tubuhnya yang tertembak, "Kita ke rumah sakit. Aku akan menyetir untukmu." "Tidak perlu, Nona. Ini hanya luka kecil." "Bagaimana bisa itu luka kecil?" Qiandra ingin menangis karena darah yang mengucur dari celah tangan Robert. "Kau manusia, bukan binatang. Bagaimana bisa dia menembakmu seperti itu." Qiandra benar-benar menangis sekarang. Ia sedih melihat Robert, terlebih lagi ini adalah kesalahannya. Karena dirinyalah Robert tertembak. Robert tak pernah dipedulikan oleh orang seperti ini sebelumnya. Satu-satunya yang menganggap ia adalah manusia hanyalah Ezell. Pria yang telah memberinya kehidupan kedua. Menyelamatkannya dari kejamnya dunia. Membawanya ke kehidupan yang lebih baik. "Saya benar-benar baik-baik saja, Nona." "Kau tidak baik-baik saja. Kau berdarah. Tidak usah banyak bicara. Kau akan kehilangan semakin banyak darah. Ayo, kita ke rumah sakit." Qiandra memegang tangan Robert. "Di kediaman Tuan Ezell, ada dokter. Kami tidak berobat ke rumah sakit karena kami memiliki dokter pribadi." "Kalau begitu apa yang kau tunggu? Cepat masuklah. Setelahnya berhenti bekerja dengan Kak Ezell. Dia bisa membunuhmu." Robert tertawa kecil tapi setelahnya dia meringis karena rasa sakit yang di dadanya, "Jika Tuan ingin membunuh saya maka tadi Tuan mengarahkan senjatanya ke kepala atau ke jantung saya. Sebaiknya Nona pulang saja." "Aku tidak bisa." Qiandra menghapus air matanya, ia kembali ingat tujuannya, "Aku harus bicara padanya." "Apa yang terjadi?" Robert ingin tahu. Dia sedikit penasaran, jelas ada alasan kenapa Qiandra datang mengantarkan nyawa seperti ini. "Daddy sakit. Dia membutuhkan donor hati. Kondisinya semakin buruk saat aku kembali dari kelab tadi. Aku tidak punya banyak waktu lagi. Aku harus membujuknya." "Mari saya bantu. Masuk ke mobil. Saya akan membawa anda ke dalam kediaman Tuan Ezell." Robert takut mati tapi dia takut jika tuannya akan menyesal seumur hidup. Robert tak ingin tuannya menderita seperti itu. Tak ada yang bagus dari penyesalan, dan Robert benar-benar tahu rasa sakit dari penyesalan itu. Ia gagal menyelamatkan adiknya yang terbaring di rumah sakit karena sebuah tragedi. Sampai detik ini ia masih dihantui penyesalan itu. "Kau akan dibunuh Kak Ezell setelah membawaku masuk." Qiandra takut. Dia takut membuat orang mati karenanya. "Tuan tidak akan membunuh saya. Cepatlah, anda harus cepat, bukan?" Qiandra menganggukan kepalanya. Ia segera masuk ke mobil. Robert masih bisa menyetir, ia sudah cukup kebal dengan rasa sakit ini. Ini bukan pertama kalinya ia tertembak. Mobil Robert sampai di parkiran rumah Ezell. "Apa sebenarnya pekerjaan Kakakku? Kenapa banyak sekali penjaga di rumah ini?" Qiandra tak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. "Anda akan terkejut jika saya mengatakannya." Robert mematikan mesin mobilnya, "Dia salah satu dari 4 mafia muda yang tergabung dalam Eagle cartel. Dengan kata lain, kakakmu adalah pria yang sangat berkuasa." Penjelasan singkat Robert membuat Qiandra terdiam. Mafia? Seseorang yang erat kaitannya dengan darah, kejahatan dan kematian. Tidak mungkin, tidak mungkin kakaknya berada dalam dunia melawan hukum seperti ini. "Turunlah, Nona." Suara Robet mengembalikannya pada dunia nyata. Qiandra keluar dari mobil mewah itu. Ia melangkah di belakang Robert dengan pemikiran masih seputar mafia. Sepanjang jalan ia masuk ke dalam bangunan mewah kediaman Ezell, ia melihat banyak sekali penjaga bersenjata di berbagai sudut rumah itu. Apakah seberbahaya itu hidup kakaknya? "Kamar Tuan Ezell berada di lantai 2. Letak persisnya anda bisa bertanya pada pelayan yang ada di lantai 2."Robert kembali membuyarkan pemikiran Qiandra. "Ah, ya. Terimakasih." "Baiklah. Semoga kau berhasil membujuk Tuan." "Aku harus berhasil." Qiandra menjawab meski ia sendiri tak yakin. Nyalinya makin menciut karena tahu pekerjaan kakaknya. Dengan menekan dalam-dalam ketakutan dan kekhawatirannya, Qiandra melangkah menuju ke anak tangga. Ia naik satu per satu hingga ia mencapai anak tangga tertinggi. "Dimana kamar Kak Ezell?" Qiandra bertanya pada seorang pelayan yang ada di lantai 2. Pelayan itu mengantar Qiandra ke kamar Ezell. Pelayan ini tak tahu siapa Qiandra tapi jika Qiandra sudah berhasil masuk itu artinya atas izin tuannya.Tak ada orang yang bisa masuk ke kediaman itu tanpa izin dari tuannya. Bahkan penyusup pun akan mati sia-sia jika mencoba masuk. Qiandra masuk ke kamar Ezell. Ia melangkah lebih dalam dan langkahnya terhenti ketika Ezell keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang d**a. "Jalang kecil ini ternyata masih punya nyali datang kemari!" Ezell menghina Qiandra. "Kau benar-benar ingin mati rupanya." "Apa yang harus aku lakukan agar kau mau menolong Daddy?" Qiandra berhasil mengeluarkan suara tanpa getaran. Ia takut tapi dia tidak ingin memperlihatkan itu pada Ezell. Tidak untuk hari ini. "Adakah yang bisa kau lakukan untuk menyambung hidup pria itu?" "Kau bisa memperlakukan aku sesuka hatimu. Aku tidak akan melawan ataupun menentangmu. Aku bisa menjadi pelayanmu." "Aku sudah memiliki cukup banyak pelayan." Ezell melangkah pasti ke sofa. Ia duduk disana dengan mata menatap Qiandra merendahkan. Ia tidak akan pernah menyepakati apapun dengan Qiandra. "Aku serahkan hidupku padamu. Aku tidak memiliki hak apapun atas hidupku. Aku akan mati jika kau ingin aku mati. Aku akan menangis sepanjang malam jika kau ingin aku menangis. Aku akan membayar setiap luka yang aku dan ibuku torehkan padamu." Qiandra kehilangan akal sehatnya. Ia mencoba membuat kesepakatan dengan iblis macam Ezell. Ezell tersenyum sinis. Kau sendiri yang datang menyerahkan nyawamu padaku. Kau tidak akan tahu apa yang akan aku lakukan padamu, Qiandra. "Kau mencari mati. Baiklah, kita lakukan seperti yang kau katakan. Mulai detik ini kau adalah milikku. Aku akan memperlakukanmu sesuka hatiku dan kau tidak bisa menolakku." "Hidup Qiandra milik Ezellio." Qiandra memperjelas kesepakatan itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD