Seikat Mawar
Hai, ketemu lagi di ceritaku. Selamat membaca dan semoga suka.
=====
Siang itu di gedung Batavia Industry Group
"Woops! Sorry. Aku sedang terburu-buru. Maafkan aku." Pria itu membentur pelan ujung bahu Elina yang sedang mematung di dalam elevator sehingga Elina harus mundur beberapa langkah. Wajah pria itu masih terpaku pada layar ponselnya.
Sepertinya pria itu pecinta ponsel, pikir Elina.
Terbukti dia tak mengalihkan pandangannya sama sekali dari ponsel dalam genggamannya selama berada dalam elevator. Tombol angka 28 menyala. Itu artinya Elina harus keluar dari elevator dengan segera. Elina hendak melangkah menuju pintu, namun tubuh tinggi atletis pria yang berdiri beberapa puluh sentimeter di depannya menghalangi jalan. Tanpa disengaja lengan Elina menyenggol lengan pria tampan itu hingga ponselnya terjatuh. Refleks, perempuan berparas Ayu itu membantu meraih ponsel yang jatuh tepat di samping high heel Burberry-nya. Tetapi si pria masih bergeming dengan tatapan angkuh dan hanya memperhatikan gerak-gerik Elina.
"Ini.” Elina mengulurkan tangannya yang menggenggam ponsel lalu mengangkat wajah perlahan.
Pria itu melebarkan mata keemasannya. Alis tebalnya menyatu dan dahinya berkerut, melukis keterkejutan yang nyata di wajahnya. "Kau?"
Elina mengangkat sebelah alis dan melayangkan tatapan penuh antisipasi. "What?"
"No." Pria itu dengan cepat menyambar ponsel miliknya yang masih berada dalam genggaman Elina, lalu melangkah pergi meninggalkan jejak bingung dalam tatapan Elina.
Elina melangkah keluar dari elevator. Dia berjalan di belakang pria itu dengan langkah yang tidak dipaksakan dan tetap tenang. Pandangan Elina tidak disadari terus tertuju pada langkah pria itu hingga ia masuk ke salah satu ruangan Dewan Direksi perusahaan yang dipimpin oleh suaminya.
***
Beberapa bulan kemudian
"Bagaimana kalau kau mengizinkan istrimu semalam saja bersamaku?" tutur Frasco Andrew yang duduk tepat di seberang Kaivan Jourell.
Pertanyaan tidak beradab itu membuat darah Kaivan semakin panas dan amarahnya tak terbendung. Chief Executive Officer itu berdiri lalu berjalan melintasi meja. Ia meraih kerah jas Frasco dan memaksanya berdiri. Tanpa aling-aling, Kaivan melayangkan tinjunya ke wajah Frasco.
Buukk!!!
Tidak puas hanya meninju, Kaivan mendorong d**a Frasco sekuat tenaga hingga membuat tubuh pria yang tak lebih tinggi darinya itu membentur dinding ruang kerjanya.
Frasco hanya mengulum senyum getir melihat emosi Kaivan yang meledak-ledak saat itu. Tidak perlu membalas pukulannya, melihat pesaingnya itu tersiksa batin pun ia sudah sangat senang.
Permusuhan Kaivan dengan Frasco membuat Kaivan terus memutar otak. Tidak hanya itu, sebagai pemegang saham terbesar di Batavia Group, Frasco mampu melakukan apa saja untuk bisa menekan Kaivan termasuk mengintimidasi istri Kaivan, Elina Jourell.
Pesona kecantikan Elina tak luput dari perhatian sang 'Don Juan'. Berbagai cara dia lakukan agar bisa memenangkan hati istri Kaivan tersebut.
"Kau akan tahu siapa Frasco Andrew, Kaivan Jourell!" Tatapan membunuh terpancar dari kilat mata Frasco.
“Aku akan dengan senang hati menunggu saat untuk mengetahuinya, Frasco Andrew!” Kaivan bersedekap. Tatapan tajam sehijau emerald-nya seolah menantang Frasco. Emosi pria bertubuh tinggi lebih dari 180 cm itu masih bergejolak dan mendidih.
Perkelahian dan adu mulut seperti ini kerap terjadi sejak Frasco Andrew―pemilik 52 persen saham Batavia Industry Group―masuk ke dalam jajaran Dewan Komisaris perusahaan yang didirikan oleh Antonio Jourell, Larry Andrew, dan Bima Mahendra. Mereka adalah ayah dari Kaivan, Frasco, dan Elina. Sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan multinasional yang bergerak di bidang otomotif itu, Frasco Andrew kerap berlaku semaunya termasuk menekan sang CEO dan tidak jarang mengganggu kehidupannya.
***
Siang itu terik menyengat bumi Jakarta dan membuat penghuninya merasakan terpaan panas yang membakar. Namun, suasana sejuk dan damai menyelimuti sebuah rumah mewah yang terletak di komplek perumahan elit di pusat kota.
Dalam ruangan yang dirancang khusus untuk bermain, seorang gadis berambut hitam sebahu tampak sangat menikmati kebersamaannya dengan bayi yang baru belajar berdiri. Ia menuntun tangan si bayi dan membantunya untuk melangkah. Ia pun berbicara dengan si bayi seolah bayi itu mengerti semua yang dikatakannya. “Satria, kamu cakep deh kayak papa kamu. Tapi, nanti jangan ikutan papa kamu ya. Papamu pacarnya banyak. Tante, sampe pusing melihatnya.”
“Ya ampun, La, anakku baru berusia satu tahun. Jangan bicara yang aneh-aneh dengannya. Kau bisa memberi pengaruh buruk padanya," kata Kaivan menggoda Kayla, adiknya.
"Kakakku tersayang, kalau bicara itu dikontrol ya. Jangan asal. Aku kan baik hati dan tidak sombong," balas Kayla dengan gaya manjanya.
Kaivan hanya menggeleng sambil tersenyum mendengar celoteh adiknya. Kayla memang manja. Namun, Kaivan sangat menyayanginya.
Sesaat kemudian Bi Tini, asisten rumah tangga mereka, masuk ke ruang bermain itu dengan membawa sebuah bungkusan kado dan seikat bunga mawar putih, bunga favorit Elina. "Maaf, Pak Kaivan. Ini ada kiriman kado buat Den Satria dan bunga buat Ibu.”
"Letakkan saja di situ, Bi." Kaivan menunjuk nakas di samping pintu.
Bi Tini dengan cekatan meletakkan bungkusan hadiah dan bunga itu di atas nakas. Beberapa saat kemudian Kaivan memeriksanya. Pandangannya tertuju pada kartu ucapan yang terdapat di buket bunga.
'Selamat ulang tahun, bocah paling tampan sedunia. Sebentar lagi, Kau dan Mamamu akan menjadi bagian hidupku.'
Pria keturunan Italia-Jawa itu langsung meraih buket bunga dan bungkusan kado lalu membawanya keluar. Ia menghempaskannya ke tempat sampah.
"Sialan!" umpatnya.
Kayla menghampiri Kaivan dan menanyakan apa yang terjadi. Namun, Kaivan tetap bungkam meskipun ia tahu Kayla sudah bisa membaca pikirannya.
"Istrimu selalu punya penggemar rahasia, Kak," duga Kayla.
Tanpa memedulikan ucapan Kayla, Kaivan meraih kunci mobilnya lalu bergegas melesatkan dengan cepat kendaraan berjenis SUV-nya ke sebuah pemukiman elit lain di tengah kota.
Pria itu membanting pintu mobilnya setibanya di halaman rumah mewah Frasco. Dia masuk tergesa ke rumah itu. Wajahnya merah padam menahan amarah. Darahnya mendidih
“Di mana, Frasco?” tanya Kaivan pada salah satu asisten rumah tangga yang kebetulan berpasasan dengannya di ruang tamu.
“Tuan ada di kolam renang, Pak.” Asisten perempuan itu menangkap raut tak bersahabat Kaivan hingga membuatnya sedikit ketakutan.
Dengan langkah cepat pria itu menuju kolam renang. Netranya tertuju pada Frasco dengan swim shorts dan kaca mata hitamya sedang menikmati terik matahari dari bawah payung tenda yang menaungi lounger-nya.
"Apa maksudmu mengirim kado dan bunga untuk anak dan istriku?!" Kaivan mendekat pada Frasco. Tatapan membunuh dari mata hijaunya yang terlihat lebih gelap karena menahan marah mengarah padanya.
Frasco hanya menanggapi dengan senyuman. Dia duduk dengan santai lalu menyesap jus jeruk yang tersaji di atas meja bertenda.
"Frasco Andrew! Kau kurang ajar!" Kaivan menepis gelas yang masih menempel di bibir Frasco.
"Apa kau tidak bisa sedikit lebih sopan, Kaivan?" Frasco mengelap d**a bidang dan perut six pack-nya yang basah oleh jus jeruk
Kaivan mengeraskan rahang tegasnya lalu melontarkan ancamannya. "Kau! Apa kau mau aku hajar lagi?!"
"Kai, kau harus sering memeriksakan tekanan darahmu. Aku khawatir kau kena hipertensi," balas Frasco dengan nada mencemooh.
"Kau!" Kesabaran Kaivan habis. Tinjunya melayang ke wajah Frasco.
Frasco jatuh terguling dari tempat duduknya. Tidak mau kalah, Frasco membalas pukulan Kaivan. Beberapa asisten dan petugas keamanan yang melihat Tuannya berkelahi langsung berlari mendekat. Mereka melerai perkelahian Tuan dan tamunya.
"Tuan, apakah Tuan tidak apa-apa?" tanya asisten yang membantu Frasco berdiri.
"Tenang, aku tidak apa-apa. Pria itu yang kenapa-napa," kata Frasco seraya menunjuk ke arah Kaivan.
Ia mengusap pipinya yang lebam, kemudian memerintah petugas keamanan untuk mengusir Kaivan. "Keluarkan dia dari sini!"
Dua petugas keamanan langsung mencekal kedua tangan Kaivan.
"Wait!" seru Frasco. Ia menghampiri Kaivan yang masih berada dalam cekalan petugas keamanannya, lalu berbisik, "Ini semua salah istrimu. Kenapa dia begitu cantik dan menawan hatiku."
"Son of a b***h!!!" Kaivan meronta sekuat tenaga. Darah dengan cepat menanjak ke kepalanya dan memutuskan saraf kesabarannya. Ia berusaha melayangkan pukulannya ke wajah Frasco sekali lagi. Namun, kemudian ia menyadari tidak ada gunanya meskipun harus membunuh Frasco.
Kembali ke kediaman Kaivan. Elina berlari menghampiri suaminya yang terlihat kacau. Cemas dan gelisah bergulung menjadi satu menciptakan kekhawatiran yang menguras tenaga.
"Sayang, kau tidak apa-apa?" Elina memeluk Kaivan.
"Aku tidak apa-apa," jawab Kaivan.
Elina memperhatikan luka lebam di pipi Kaivan. Dia mengelus luka lebam itu dengan lembut. "Kai, kau tidak perlu melakukan itu. Kenapa kau pergi sendirian kesana? Kau bisa bawa orangmu. Dia sangat berbahaya, Kai."
"Aku bukan pengecut seperti Frasco, Elina," tandas Kaivan, "aku akan menghabisi sendiri orang yang berani menyentuhmu dan anak kita,"
"Tapi dia hanya mengirimiku kado dan bunga, Kai. Tidak lebih. Aku rasa reaksimu berlebihan.”
"Dia bisa melakukan lebih apabila dibiarkan, Elina. Kenapa kau jadi membelanya?" Kaivan menatap wajah cantik istrinya.
"Aku tidak membelanya. Aku hanya tidak mau kau terluka." Elina kembali membelai lembut wajah Kaivan dan mengecup bibirnya lalu memeluknya erat. "Aku hanya mengkhawatirkanmu,Kai. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu. I can't live without you."
Kaivan membalas pelukan Elina. Dia tak dapat membayangkan jika harus kehilangan Elina. Baginya, tidak mudah menemukan kebahagiaan bersama Elina. Ia dan Elina harus melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan.
"Aku juga, Elina. Aku tak mau kehilanganmu. I love you,”