Melvin benar-benar merasa ada yang aneh mengenai pertunangannya dengan Lea. Bagi Melvin, semuanya terkesan janggal. Terlalu tiba-tiba, terlalu memaksa, dan terlalu mencurigakan.
Sedari kecil Melvin sudah tahu kalau kedua orangtuanya merupakan tipikal orang yang perfeksionis. Melvin dan Abby pun dituntut untuk selalu sempurna dan mereka sudah disiapkan untuk menjadi pemimpin mungkin sedari mereka baru lahir.
Semuanya sudah ditentukan oleh orangtua mereka. Mulai dari masalah pendidikan, karir, lingkup pertemanan, hingga siapa yang pantas dan tidak pantas untuk menjadi pasangan mereka kelak. Semuanya harus melalui persetujuan orangtua mereka. Dan dengan mudahnya, orangtua Melvin bisa mengubah atau menyingkirkan sesuatu yang menurut mereka bisa merusak kesempurnaan anak-anak mereka. Gema adalah salah satu contohnya.
Sebelum perjodohan dengan Lea ini muncul, Melvin pernah dijodohkan dengan orang lain setelah hubungannya dan Gema berakhir. Namanya Emily Darmono yang merupakan putri tunggal di keluarga Darmono. Kala itu kabar perjodohan mereka dengan cepat merebak di kalangan konglomerat.
Bagaimana tidak, baik keluarga Wiratmaja maupun keluarga Darmono sama-sama merupakan kalangan old money dan masuk ke dalam jajaran keluarga terkaya di Indonesia dengan bisnis mereka yang menggurita dimana-mana selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Selain itu, Emily juga terkenal karena kecantikan dan kecerdasannya. Ia merupakan lulusan c*m laude dari Oxford University. Emily pun pernah memenangkan pageant kecantikan besar di Indonesia sehingga namanya cukup dikenal di kalangan masyarakat dan ia pun memiliki banyak pengikut di semua akun media sosialnya.
Pilihan orangtua Melvin sungguh tidak main-main karena menjodohkan Melvin dengan Emily. They will make a very powerful couple. Baik secara latar belakang, kemampuan, maupun rupa mereka. Sayangnya, Melvin membatalkan perjodohan itu dengan menghilang di hari pertunangannya bersama Emily. Alasannya karena ia mengejar Gema ke Indonesia dan ingin menyelidiki kabar pernikahan Gema yang menurutnya tiba-tiba.
Orangtua Melvin tentu marah besar. Sebab sikap Melvin yang seperti itu telah membuat mereka sangat malu dan keluarga Darmono pun kecewa sehingga tidak mau melanjutkan perjodohan Melvin dengan anak mereka satu-satunya.
Setelah kejadian itu, hubungan Melvin dengan orangtuanya pun memburuk. Terlebih lagi setelah ia mengetahui alasan sebenarnya di balik Gema yang mengakhiri hubungan mereka. Meskipun begitu, Melvin tetap tahu jika nantinya, orangtua Melvin tetap akan menyetir kehidupannya dengan menyuruh Melvin menikahi siapapun itu pilihan mereka.
And the day has come. Masalahnya, Melvin tidak menyangka jika pilihan orangtuanya akan jatuh pada seorang Azalea Sadajiwa yang dari berbagai macam aspek, berada jauh di bawah level Emily Darmono. Terlebih lagi, keluarga Sadajiwa memiliki rumor yang buruk tentang mereka.
Azalea dan keluarganya jelas tidak sempurna. Dan ini benar-benar aneh karena orangtua Melvin yang selalu menuntut kesempurnaan secara tiba-tiba memilih mereka. Karena dalam pernikahan ini, bukan hanya Melvin dan Lea saja yang akan berhubung, tapi keluarga mereka juga akan jadi berafiliasi.
Karena itu...ini semua aneh.
"Abby, don't you think it's so fishy?"
Abby sedang sibuk menyapukan blush on pada wajahnya ketika tiba-tiba Melvin masuk ke kamarnya dan menanyakan itu. Lewat cermin meja riasnya, Abby memberikan Melvin tatapan jengkel karena kakaknya itu sudah masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"What's so fishy?" tanya Abby.
Melvin yang semula hanya berdiri di ambang pintu pun melangkah masuk ke kamar Abby yang desainnya bertema kerajaan modern sehingga siapapun yang masuk ke dalam kamar itu akan merasa bahwa kamar tersebut sangatlah megah. Melvin pun duduk di tepi tempat tidur. Sementara Abby masih sibuk berdandan di depan meja riasnya. Perempuan itu ingin membuat wajahnya nampak segar dan presentable meski dirinya masih jet lag karena baru tiba di Indonesia semalam.
"This whole arranged marriage," ujar Melvin. "Aku ngerasa aneh banget karena dijodohin sama Azalea Sadajiwa. Kamu sendiri tau seperfeksionis apa Mami sama Papi. Jadi, rasanya janggal karena mereka mau menjodohkan aku sama seseorang yang jelas-jelas berasal dari keluarga yang punya rumor buruk."
"Harusnya kamu tanya ke Mami sama Papi, bukan tanya aku."
"Aku udah tanya mereka, tapi mereka sama-sama bilang kalau pernikahan ini yang terbaik. Like what the hell? Bahkan Papi juga marah-marah ke aku karena ngebahas tentang rumor keluarga Sadajiwa. Apa kamu benar-benar nggak tau apa-apa?"
Abby mengangkat bahu. "I know nothing, okay? Aku cuma gak sengaja aja pernah dengar Papi sama Mami ngobrol dan sebut-sebut nama Azalea Sadajiwa and the word 'calon istri Melvin' waktu itu. Selebihnya, aku nggak tau apa-apa."
"Berarti emang mencurigakan, kan? Gimana kalau ternyata Papi punya masalah sama keluarga Sadajiwa sampai-sampai diancam untuk ngejodohin aku sama Lea?"
"Wow, wow, kalau itu terlalu berlebihan, Melv." Abby memutar tubuhnya hingga ia menghadap Melvin. "Aku rasa Papi nggak sebodoh itu sampai mau diancam. Lagipula, keluarga kita jauh lebih powerful daripada keluarga Sadajiwa. Yang mana artinya, jauh lebih mungkin bagi kita buat menjatuhkan keluarga mereka."
"But the rumor said, they have illegal business, including assassins thingy. Kamu sendiri yang ceritain semua rumor tentang keluarga Sadajiwa ke aku."
Abby meringis. Ia tidak mengelak karena memang selama ini dirinya lah yang sering memberi berbagai macam informasi kepada Melvin. Termasuk informasi mengenai rumor yang beredar tentang keluarga Sadajiwa.
Rumor itu sendiri sebenarnya sudah muncul sejak lama. Bahkan sejak kemunculan keluarga Sadajiwa dalam kalangan mereka beberapa tahun lalu. Dikatakan bahwa bisnis ekspor teh dan kopi yang dimiliki oleh keluarga Sadajiwa hanyalah kamuflase untuk menutupi bisnis ilegal yang mereka jalankan.
Tidak ada yang benar-benar tahu bisnis ilegal apa yang mereka jalankan. Namun berbagai spekulasi muncul di kalangan mereka. Ada yang bilang kalau bisnis ilegal mereka berhubungan dengan drugs, ada pula yang bilang kalau mereka menawarkan jasa pembunuh bayaran, dan yang paling gila, ada yang bilang kalau keluarga Sadajiwa merupakan pemimpin dari sindikat mafia yang ada di Indonesia.
It sounds crazy, right? Tapi di dunia yang seluas ini, segalanya bisa saja terjadi, termasuk bisnis-bisnis ilegal seperti itu. Dan bisa saja, rumor tersebut memang benar adanya. Terlebih lagi, keluarga Sadajiwa sendiri tidak pernah menanggapi rumor tersebut atau mencoba meluruskan kepada semua orang bahwa mereka bersih.
"Tapi setidaknya itu semua masih terbukti rumor belaka, no?" ujar Abby kemudian.
Melvin menghela napas dan berdecak. "Gimana kalau nanti rumornya justru terbukti benar dan keluarga kita malah dalam bahaya sewaktu aku dan Lea udah nikah nanti?"
Abby mengibaskan tangannya. "You're too overthinking. Udah lah, percaya aja sama Mami dan Papi. Nggak mungkin mereka mau bikin keluarga kita dalam bahaya. Lagian, kayak yang aku bilang tadi, keluarga kita lebih powerful."
"But who knows, Abby?"
Abby mendengus. "Stop overthinking, okay? Sekarang kamu cuma bisa nurut dan percaya sama maunya Mami dan Papi aja. Kamu nggak bisa mengulangi kesalahan yang sama, oke? This time, kamu harus terima siapapun itu yang mereka mau jadi calon istri kamu."
"f**k," umpat Melvin kesal.
Semula ia pikir bahwa Abby akan berada di pihaknya dan setuju dengan kecurigaan Melvin terhadap perjodohannya dengan Lea. Tapi ternyata, adiknya itu berada di pihak orangtuanya. Membuat Melvin menjadi satu-satunya yang merasa janggal di antara keluarga mereka.
Karena tidak ada yang ingin dibicarakannya lagi dengan Abby, ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar Abby.
"Melv." Abby menghentikannya ketika Melvin sudah berada di ambang pintu.
Melvin hanya menoleh pada sang adik.
Abby pun berujar, "Jangan coba-coba kabur ya. This will be our first meeting with Sadajiwa family. Jangan bikin kepulangan aku ke Indonesia sia-sia."
Melvin memilih melengos dan tidak menanggapinya.
Mau kabur gimana juga? pikirnya. Sejak tiba di Indonesia, ia saja seperti dipenjara.
***
Hari ini memang akan diadakan pertemuan pertama antara keluarga Wiratmaja dan keluarga Sadajiwa setelah perjodohan itu dicetuskan. Melvin bahkan diundang langsung oleh Lea untuk datang ke pertemuan keluarga ini. Bersama dengan Abby dan kedua orangtuanya, Melvin berada dalam mobil Alphard yang membawa mereka semua menuju kediaman utama keluarga Sadajiwa.
Dari orangtuanya Melvin tahu kalau kediaman utama mereka tidak terletak di Jakarta, melainkan di Bogor, meskipun beberapa anggota keluarga Sadajiwa sendiri menetap di ibukota termasuk Lea dan saudara-saudaranya. Tapi kali ini, pertemuan akan diadakan di kediaman utama, tepatnya di tempat tinggal kepala keluarga Sadajiwa alias Hermadi Sadajiwa.
Setelah menempuh perjalanan lebih dari satu jam, mereka pun sampai di sebuah kompleks perkebunan. Ada sebuah gerbang besar dan tinggi yang harus mereka lewati sebelum masuk ke kompleks perkebunan itu. Dari logo besar yang tertera di gerbang tadi, terlihat jelas bahwa perkebunan ini milik keluarga Sadajiwa.
"Rumahnya di tengah kebun, Mi?" tanya Abby penasaran setelah mobil mereka yang dikendarai oleh supir sudah masuk ke dalam kompleks perkebunan ini.
Mayana mengangguk menanggapi pertanyaan putrinya. "Iya, rumah utama keluarga Sadajiwa disini."
"Tapi bukannya Lea tinggal di Jakarta?"
"Lea sama saudaranya memang ada yang tinggal di Jakarta. Yang masih tinggal disini tuh papanya sama Poppy, adik bungsunya. They don't wanna move, katanya Jakarta sumpek."
Abby manggut-manggut mengerti, lantas kembali menghadap ke jendela untuk menikmati pemandangan segar perkebunan teh yang hijau. Benar-benar memanjakan mata. Melvin yang duduk di sebelahnya pun ikut memandangi pemandangan di luar. Hanya saja, Melvin tidak nampak terkesan. Sungguh kentara kalau laki-laki itu sama sekali tidak senang dengan perjalanan ini.
Walaupun Melvin memiliki niat terselubung di rumah Lea nanti, tapi bukan berarti ia merasa senang pergi kesana. Memikirkan harus menghadapi segala urusan yang berhubungan dengan perjodohan ini saja sudah membuat Melvin rasanya lelah bukan main.
Setelah beberapa menit menyusuri jalanan yang diapit oleh kebun teh di kanan dan kiri, akhirnya sebuah rumah yang berada di tengah-tengah perkebunan ini mulai terlihat. Dari jauh memang rumahnya terlihat kecil, tapi begitu sudah sampai, terlihat kalau rumah itu luas.
Mobil keluarga Wiratmaja pun terparkir di halaman depan rumah itu. Tidak ada pagar yang mengelilingi rumah, yang ada hanyalah tanaman teh yang mengelilinginya. Namun, tidak perlu diragukan bahwa rumah itu akan aman meski tidak berpagar. Ada banyak penjaga yang tersebar di perkebunan ini, walau mereka tidak selalu terlihat.
Abby berdecak kagum melihat eksterior rumah itu begitu mereka semua turun dari mobil. Rumah utama keluarga Sadajiwa ini bergaya modern rustic. Rumah itu seolah dibangun di atas tumpukan bebatuan besar, bangunannya tiga lantai dengan warna cokelat yang mendominasi dari elemen kayu dan batu alam. Jendela-jendela besar menghiasi beberapa bagian rumah dengan cahaya yang terkesan hangat terlihat dari semua jendela tersebut. Atapnya berbentuk segitiga dengan tinggi yang mengikuti bentuk bangunan. Yang menarik, rumah itu memiliki sebuah cerobong asap. Rumah ini memberikan kesan yang sama dengan rumah-rumah yang ada di pedesaan Switzerland.
"What a pretty house," gumam Abby. "It feels so homey."
Melvin yang ada di dekat Abby mendengar gumaman adiknya itu, namun ia tidak menanggapi apa-apa. Sebab belum sempat Melvin berujar, penghuni rumah itu sudah keluar untuk menyambut mereka.
"Please behave yourself in front of them, Melvin." Arthur terlebih dahulu menggumamkan itu kepada Melvin dan memberinya sebuah tepukan di bahu sebelum dirinya berjalan duluan menuju Hermadi Sadajiwa dan anak-anaknya yang sudah menunggu.
Diam-diam Melvin berdecak. Lantas ia menarik napas dalam dan membenahi ekspresi di wajahnya agar terlihat ramah.
Untuk menuju pintu depan tempat dimana keluarga Sadajiwa sudah menunggu, mereka harus menaiki tangga batu. Pintu utama memang berada di lantai dua rumah ini, sementara lantai dasar sepertinya hanya digunakan sebagai tempat parkir koleksi mobil keluarga Sadajiwa.
Ini adalah kali pertama Melvin melihat mereka semua, kecuali Lea. Selain Hermadi Sadajiwa yang merupakan calon ayah mertuanya, ada pula saudara-saudara Lea yang menyambut mereka. Lea sendiri memiliki tiga saudara perempuan dengan dua kakak dan satu adik. Mereka adalah Violetta Sadajiwa yang biasa disapa Letta, Dianella Sadajiwa atau Ella, dan si bungsu Poppy Sadajiwa. Sedangkan ibu mereka sudah lama meninggal, setahu Melvin ketika Poppy masih berusia dua tahun. Dan sampai sekarang, Hermadi Sadajiwa masih setia sendiri.
"Keluarga Wiratmaja, selamat datang di rumah kami," adalah sambutan ramah yang disampaikan oleh Hermadi. Pria itu menyalami Arthur lalu menmeluknya singkat sembari tersenyum lebar. "Gimana perjalanannya? Lancar, kan?"
"Of course." Arthur mengangguk usai pelukan mereka terlepas. "Jalan kesini nggak pernah nggak lancar. It's always refreshing."
Hermadi tertawa. "Glad to hear that."
Lantas, ia beralih untuk tersenyum dan menjabat tangan Mayana.
"Abigail bahkan jatuh cinta sama rumah kalian. Dia takjub karena ada rumah sebagus ini di tengah kebun teh," ujar Mayana.
"Oh ya?" Hermadi beralih pada Abby yang sudah tersenyum padanya dan mengulurkan tangan. "Benar begitu, Abigail?"
"Please just call me Abby," ujarnya. "And yes! I'm in love with your house. Rumahnya bagus banget, Om."
"Thank you, Abby."
Abby tersenyum saja.
Berbeda dengan Melvin yang justru tegang karena kini Hermadi menatapnya. Untuk yang pertama kali, Melvin berhadapan dengan kepala keluarga Sadajiwa yang selama ini hanya didengarnya lewat rumor.
Melvin rasa tidak salah jika rumor itu bisa ada. Sebab terlepas dari sikap ramahnya, Hermadi Sadajiwa tetap terlihat sangat mengintimidasi bagi orang yang pertama kali melihatnya. Pria itu tinggi dan bertubuh kekar, bahkan tinggi dan besar tubuhnya saja melebihi Melvin. Walau tidak muda lagi, terlihat jelas bahwa Hermadi masih menjaga bentuk tubuhnya dan berusaha keras untuk mempertahankan otot-ototnya itu. Di sisi kiri wajah Hermadi, ada bekas luka lama yang memanjang dari kening hingga pelipis, membuatnya semakin terlihat mengintimidasi.
Lalu, Hermadi juga berpenampilan nyentrik. Berbeda dengan Arthur dan Melvin yang berpakaian semi formal untuk pertemuan ini, Hermadi justru terlihat sangat santai hanya memakai celana pendek dan kemeja bunga-bunga yang seringkali dipakai ketika di pantai. Selain itu, kemeja lengan pendek tersebut memperlihatkan tato-tato yang dimiliki oleh Hermadi di kedua lengan kekarnya. Salah satu tato yang langsung menarik perhatian Melvin adalah tato yang sama persis dengan tato milik Lea yang dilihatnya tempo hari.
Melvin menelan ludah. Entah ini perasaannya saja atau memang tatapan Hermadi jadi lebih tajam ketika tertuju padanya.
"Melvin Jatmika Wiratmaja?"
Melvin menganggukkan kepala kaku ketika Hermadi bertanya begitu. Ia sudah mengulurkan tangan pada Hermadi, namun pria itu justru menariknya ke dalam sebuah pelukan erat. Sangat erat hingga rasanya Melvin nyaris sesak. Atau mungkin, itu hanya perasaannya saja.
"Akhirnya ketemu juga ya sama calon menantu!" kelakar Hermadi sembari menepuk-nepuk punggung Melvin. Lalu, Hermadi lanjut berbisik yang mana hanya bisa didengar oleh Melvin saja, "Kamu harus jadi menantu yang baik ya, Melvin."
Bulu kuduk Melvin meremang begitu pelukan itu terlepas.
What was that? Kenapa rasanya Melvin seperti baru saja diperingatkan? Terlebih lagi, dari cara Hermadi membisikkan itu, terdengar jelas bahwa suaranya terkesan mengintimidasi.
Melvin tidak sempat memikirkannya karena kini semua orang sudah berkenalan dengan saudara-saudara Lea dan tiba bagi Melvin untuk menyalami mereka satu per satu.
"Letta."
"Ella."
"Poppy."
Secara bergantian, mereka memperkenalkan diri dan menyalami Melvin.
Perlu Melvin akui kalau ketiga saudara perempuan Lea cantik. Meski semuanya termasuk Lea memiliki garis wajah yang berbeda, namun mereka masih memiliki kemiripan yang kentara menandakan mereka saudara.
Satu kesamaan lagi yang Melvin rasakan antara ketiga saudara Lea itu, mereka bersikap berbeda kepada Melvin dibandingkan dengan anggota keluarga Melvin yang lain. Mereka semua terkesan sangat ramah ketika berkenalan dengan orangtua Melvin dan Abby, namun saat beralih pada Melvin, ia bisa merasakan kalau senyuman mereka berubah jadi sebentuk senyuman palsu.
Selain itu, ketiganya menjabat tangan Melvin dengan terlampau erat hingga Melvin merasa sakit sekaligus heran. Like what the f**k? Bagaimana mereka bisa sekuat itu?
"Mari, mari, semuanya masuk. Kita ngobrol di dalam. Lunch is also waiting for us."
Perkataann Hermadi itu menjadi aba-aba bagi semuanya untuk masuk ke dalam rumah. Namun, ketika semuanya sudah beberapa langkah masuk ke dalam, Melvin masih berdiri di ambang pintu sembari bergantian memandangi tangannya dan juga saudara-saudara serta ayahnya Lea yang telah berjalan menjauh di depannya.
Bahkan, Melvin sama sekali tidak sadar kalau Lea juga belum masuk ke dalam dan menungguinya.
"Kamu nggak mau masuk?"
Pertanyaan dari Lea itu membuatnya tersadar kalau Lea ada di sampingnya. Bahkan, Melvin baru benar-benar melihat Lea setelah dirinya sampai, karena tadi ia sibuk dengan anggota keluarga Lea yang lain.
Hari ini Lea mengenakan sebuah dress putih selutut yang terkesan flowy. Sementara rambutnya ia biarkan terurai dengan bandana yang juga berwarna putih menghiasi kepalanya.
Melvin menghela napas. Lalu, dengan jujur ia berkata, "I think your sisters don't like me."
Lea mengerjap. "What?"
"Saudara-saudara kamu kayaknya nggak suka sama aku. Mereka semua jabat tangan aku dengan terlalu kuat, dan aku rasa semua orang bisa lihat dari cara mereka senyum ke aku, kesannya sama sekali nggak tulus."
Lea pun tertawa atas kejujuran Melvin. Ditepuk-tepuknya pelan bahu Melvin, yang sejujurnya tidak begitu Melvin suka karena ia risih disentuh oleh orang yang tidak dekat dengannya. Tapi Melvin diam saja.
"I'm sorry, Melvin. Mereka memang begitu kalau sama orang baru," ujar Lea. "And I think...you're not very likeable as well."
Melvin memicingkan matanya pada Lea usai perempuan itu berbicara. Apakah perempuan itu mengejeknya atau hanya sekedar bercanda? Tapi, Lea jelas tidak menambahkan kalau ia hanya sebatas bercanda, yang berarti...Lea serius.
"Ayo masuk, Melvin. Entar yang lain malah nyariin." Hanya itu yang dikatakan oleh Lea sebelum dirinya berjalan mendahului Melvin yang masih terdiam di tempatnya berdiri.
Rasanya Melvin frustasi.
Just what the hell is wrong with this family?