Melvin sedang sibuk memilih penguasa hukum yang sekiranya akan dia pilih untuk membantu menangani proses perceraiannya dengan Lea nanti, ketika ia mendapat telepon dari Abby yang mengabarkan mengenai sesuatu yang sungguh di luar dugaan Melvin.
Dengan cepat, Melvin pun meninggalkan kesibukannya, dan langsung memilih untuk pergi ke rumah sakit tempat ibunya dan Abby berada. Melvin tidak bisa untuk tidak panik ketika mendengar Abby yang bercerita lewat telepon dalam keadaan habis menangis, mengatakan bahwa dirinya baru saja mendapatkan sebuah death threat.
Abby sendiri belum menceritakan spesifiknya, namun ketika ia sudah sampai di kamar rawat ibunya yang ada di rumah sakit, ia bisa melihat betapa frustasinya Abby terlihat. Sang adik duduk meringkuk di sofa dan melamun. Dari wajah sembabnya, Melvin pun dapat menyimpulkan kalau Abby habis menangis.
Sementara Mayana yang masih berbaring di tempat tidurnya pun hanya bisa memberikan Melvin tatapa khawatir ketika putranya itu sampai.
"Kenapa? Kalian dapat death threat gimana?" Melvin bertanya panik. Ia pun melihat ke sekeliling ruangan, mencari-cari sesuatu yang sebelumnya dianggap oleh Abby sebagai death threat. Namun, sudah tidak ada lagi sesuatu yang aneh di ruangan itu.
Melvin menghampiri Abby yang masih benar-benar terlihat terguncangnya. Ia duduk di sebelah sang adik, lalu merangkulnya.
"Kamu nggak apa-apa?"
Abby hanya menggelengkan kepala pelan.
Akhirnya, Mayana lah yang membuka suara, karena Abby masih terlalu shock untuk menceritakan semuanya.
"Tadi, Abby pesan sushi dari restoran langganan dia. Tapi, pas makanannya datang, terus Abby buka kotak packaging sushi itu, yang ada di dalamnya malah ular."
"Hah? Apa?"
"Ular, Melvin..." Mayana mengulang sekali lagi. "Dan ularnya ada banyak banget, penuh satu kotak makanan itu. Terus, di dasar kotak juga ada satu tulisan, dead."
"What the fuck."
Sebuah umpatan keluar begitu saja dari bibir Melvin. Wajar saja jika Abby bisa merasa seterguncang ini, adiknya itu memang memiliki phobia terhadap ular. Dari dulu, Abby paling tidak bisa melihat ular, bahkan melihat gambarnya saja ia tidak mau.
Untuk ke sekian kalinya dalam minggu ini, Melvin kembali merasa murka. Siapapun pengirim death threat itu, jelas tahu dengan phobia yang dimiliki oleh Abby sehingga ia mengirimkan ular-ular tersebut untuk membuat putri bungsu dari keluarga Wiratmaja itu ketakutan.
"Ular-ularnya tadi udah diberesin sama bodyguard yang kamu pekerjakan, terus pihak rumah sakit juga ikut bantu. Udah dipastikan sama mereka, nggak ada ular yang tertinggal lagi di sini." Mayana lanjut menjelaskan. "Untungnya Abby nggak digigit sama ular itu, Melvin...karena salah satu bodyguard di depan bilang kalau ular itu berbisa dan berbahaya."
Sungguh, Melvin kehilangan kata-kata. Kalau begini sudah jelas, pelakunya tidak hanya ingin Abby merasa terguncang, tapi juga ingin membuat Abby celaka. Minggu ini, keluarga Melvin benar-benar tidak dibuat tenang. Ada banyak kejadian yang terjadi secara beruntun, dimulai dari ayahnya yang menjadi korban, ibunya yang kecelakaan karena framing seseorang, dan sekarang...Abby juga ikut menjadi korbannya. Melvin tidak akan heran jika dia yang akan menjadi target selanjutnya. Sebab jelas sekali, pelaku dari semua kejahatan ini ingin mencelakai keluarga Wiratmaja.
They want them death. Entah siapa yang melakukannya dan apa motifnya. Melvin sungguh tidak paham lagi.
Kini Melvin mengacak-acak rambutnya dengan gusar. Bohong kalau dia bilang tidak stress menghadapi semua situasi ini. Melvin jelas stress berat, bahkan selama beberapa hari ini pun ia tidak bisa tidur dengan dan nyenyak sama sekali. Ia terus merasa was-was, takut jika ada seseorang yang mencoba membobol masuk ke rumahnya, lalu melakukan sesuatu yang buruk padanya.
Melvin bahkan sampai sampai harus menambah keamanan di rumah jadi dua kali lipat. Mempekerjakan lebih banyak sekuriti dan bodyguard, serta menambah CCTV di setiap sudut rumah dan kantor, ikut mengecek CCTV setiap saat untuk mencari-cari apakah ada orang-orang mencurigakan yang sekiranya datang mendekat ke lingkungan Melvin berada, hingga tidur sambil memegangi pistol. Tidak pernah Melvin bayangkan sebelumnya bahwa ia akan membawa senjata api pemberian ayah mertuanya itu untuk membuatnya merasa aman saat tidur.
Setelah kejadian Abby ini, Melvin tidak tahu lagi akan merasa sewas-was apa dirinya. Karena ia yakin sekali, ia akan menjadi target selanjutnya setelah ini. Entah apa lagi yang akan mereka lakukan pada Melvin. Yang terjadi bisa saja dan kapan saja.
"CCTV udah dicek belum buat nge-track ojek yang ngirimin makanan itu?"
Setelah sedari tadi diam saja, baru lah kali ini Abby menoleh pada sang kakak. "Bodyguard kamu udah langsung bergerak tadi," jelas Abby. "Tapi, supir ojek itu pakai helm dan masker waktu ngasih makanan ke aku, jadi mukanya nggak kelihatan. Dan plat motornya juga ketutup karena angle CCTV nggak pas. Terus, mereka juga udah nyoba periksa CCTV di jalanan, tapi kayaknya supir ojek itu pergi ngelewatin jalan tikus yang nggak ada CCTV."
"Dari pihak resto gimana?"
"Mereka nggak tau apa-apa dan udah ngirim makanan sesuai pesanan aku."
"Berarti pesanan kamu disabotase di pas jalan."
Abby mengangguk. "I think so."
"Kalau gitu aku mau telepon Savero, mau nyuruh dia untuk hire orang-orang yang bisa nyelidikin masalah ini."
Sebelum Melvin beranjak dari sofa, Abby menahannya.
"Before that, bisa nggak kamu kasih tau kita sebenernya lagi ada masalah apa? Aku nggak sebodoh itu untuk nggak bisa sadar kalau akhir-akhir ini kamu kelihatan lagi banyak masalah banget. Ya I know, mungkin karena Papi baru meninggal juga...tapi aku rasa bukan karena itu aja. I'm sure there is something more, so tell us, Melvin...aku nggak mau nggak tau apa-apa," ujar Abby.
"Mami juga." Mayana menyahut. "Mami juga mau tau apa masalah yang kamu hadapi belakangan ini, termasuk masalah kamu sama Lea. Jangan kamu pikir Mami nggak sadar kalau kalian ada masalah sekarang."
Melvin menghembuskan napas dalam. Jika sudah didesak seperti ini, ia jelas tidak akan bisa mengelak lagi. Mayana dan Abby bisa sangat keras kepala jika menyangkut sesuatu yang mereka inginkan. Dan saat ini mereka ingin informasi dari Melvin, sehingga Melvin harus memberi apa yang mereka mau, jika tidak ingin terus dirongrong oleh dua wanita di keluarganya itu.
"Aku nggak tau harus mulai cerita dari mana," ungkapnya jujur. "It's too messed up."
"Kamu bisa mulai dari kasih tau konteks masalahnya dulu," ujar Abby.
"Pernikahanku sama Lea dan kematian Papi."
"Pernikahan kamu dan Lea kenapa?"
"Papi kenapa?"
Mayana dan Abby menanyakan dua hal yang berbeda secara bersamaan.
Diiringi dengan satu hembusan napas panjang lagi, Melvin pun berujar, "Aku mau cerai dari Lea, karena aku rasa keluarga Sadajiwa terlibat sama kematian Papi."
"What the f**k? Are you kidding me?" Sahut Abby langsung. Kelihatannya, ia sama sekali tidak percaya dengan pernyataan sang kakak.
Mayana apa lagi. "Kamu ngomong apa sih, Melvin? Jangan mengada-ada ya! Apa pula kamu ngomong mau cerai sama Lea? Kalian aja baru menikah kurang dari dua bulan! Bisa-bisanya kamu bilang begitu nggak lama dari Papi kamu meninggal?"
Ini lah alasan mengapa Melvin lebih memilih untuk menutupi semuanya dari Mayana dan Abby. Sebab Melvin tahu, akan sulit bagi mereka untuk percaya dengan apa yang akan Melvin sampaikan terkait masalah ini.
Keduanya sama-sama menyukai Lea dan percaya pada keluarga Sadajiwa. Selama ini pun, mereka menganggap jika kekhawatiran Melvin terhadap keluarga Sadajiwa terlalu berlebihan dan tidak berdasar. Mereka benar-benar menganggap keluarga Sadajiwa sebagai orang-orang yang baik, tanpa merasa jika mereka ada intensi buruk sama sekali.
Akhirnya, Melvin pun menceritakan apa yang terjadi pada keduanya. Dimulai dari kecurigaannya terhadap keluarga Sadajiwa dan apa yang ditemukannya tentang mereka, termasuk koper senjata yang ada di kamar Lea, lalu berlanjut ke cerita mengenai Melvin yang tidak percaya dengan penyebab kematian sang ayah yang dinyatakan oleh dokter hingga ia menyelidiki secara diam-diam penyebab aslinya, dan jadi tahu kalau ayahnya diracun dengan cerberin yang bisa didapat dari tumbuhan bernama suicide tree yang kebetulan ada di kediaman keluarga Sadajiwa. Lalu, Melvin juga memberitahu mereka tentang penyebab kecelakaan yang dialami Mayana, serta keyakinannya jika orang yang memberi dead threat pada Abby hari ini merupakan orang yang sama dengan pelaku-pelaku sebelumnya.
Selama beberapa saat, Mayana dan Abby sama-sama terdiam untuk mencerna cerita Melvin yang menurut mereka terlalu mind blowing. Sulit untuk dipercaya, meski mereka tahu Melvin tidak mungkin berbohong.
Tidak ada gunanya jika Melvin sengaja mengarang cerita ini semua. Lagipula, semuanya terjadi pada mereka.
"Sekarang aku lagi sibuk untuk cari bukti kuat yang bisa menunjukkan kalau mereka bersalah, dan selagi bukti itu belum aku dapat, aku mau kita semua jauh-jauh dari keluarga Sadajiwa. Dan aku juga mau cerai dari Lea."
Mayana menggelengkan kepala. "Nggak bisa begitu," ujarnya tegas. "Kamu tidak bisa seenaknya bersikap begitu, Melvin, terlebih lagi ketika kamu masih belum punya bukti untuk menuduh mereka."
"Mami masih belain mereka setelah apa yang aku ceritain? Setelah tau kalau ada kemungkinan mereka yang jadi dalang penyebab kecelakaan Mami?"
"Mami nggak belain mereka, tapi Mami cuma nggak mau kamu asal tuduh. Kalau tuduhan kamu ternyata salah gimana? Yang kamu lakukan nantinya akan jadi jahat sekali, Melvin."
"Instingku kuat mengatakan kalau tuduhan aku kali ini nggak salah."
Abby ikut menggelengkan kepala. "Aku setuju sama Mami," ujarnya. "Kamu nggak bisa asal tuduh, Melv."
Sungguh, Melvin tidak tahu lagi harus menjelaskan bagaimana pada dua anggota keluarganya yang masih saja berbaik hati dan mencoba untuk berpikir positif. Padahal, jelas-jelas semua tanda-tandanya ada di depan mata.
"Kamu nggak boleh cerai dari Lea." Mayana mengulang lagi, kali ini dengan tegas. "Kalau sampai kamu melakukan itu, selamanya Mami akan marah sama kamu."
Melvin mengusap wajahnya. Tiba-tiba merasa lelah bukan main. "Sebenarnya Mami tau nggak sih apa alasan Papi jodohin aku sama Lea? Do you know his secret agenda? Apa hubungan Papi dan keluarga Sadajiwa sebelumnya?"
Mayana menggelengkan kepala. "Mami nggak tau apa secret agenda yang kamu omongin ini. Tapi di hari Papi kamu bilang ke Mami mau menjodohkan kamu dengan Lea, baru kali itu Mami melihat betapa yakinnya Papi akan seseorang. He believed, she's a perfect match for you. Karena itu, Papi bersikeras untuk menikahkan kalian. Dan kamu harus tau, Melvin, Papi sayang banget sama kamu dan Abby, jadi nggak mungkin dia melakukan sesuatu yang bisa membahayakan kalian."
Melvin tertawa saja. "Mami, that's so bullshit. Lea jelas-jelas bukan perfect match buat aku. I even hate her now."
"Seriously, Melvin? Kamu malah ngomong kasar ke Mami?" Tanya Abby tidak percaya.
Pada detik ini, Melvin pun merasa disudutkan oleh keluarganya sendiri. Baik sang ibu maupun adiknya seolah sangat berpihak pada Lea dan keluarganya, hingga tidak yakin sedikit pun pada apa yang Melvin sampaikan pada mereka.
Melvin menggelengkan kepala tidak habis pikir. "Aku nggak mau debat sama kalian. Tapi, keputusanku untuk cerai dari Lea udah bulat. Semua syarat udah aku lengkapi, dan sekarang aku tinggal daftarin gugatan cerainya," ujar Melvin. "Aku tau kalian nggak suka sama keputusanku ini. Tapi, anggap aja kalau ini yang harus aku lakuin untuk tetap hidup. Papi, Mami, Abby, udah jadi korban dari pelaku k*****t itu. Dan setelah ini...aku yang pasti akan jadi target selanjutnya. And this is what I do to protect myself."
Mayana tidak bisa mengatakan apa-apa lagi jika Melvin sudah bicara begitu.
Sama seperti mereka yang bisa keras kepala jika menginginkan sesuatu, Melvin pun juga bisa begitu. Dan saat ini, ia sedang berkeras kepala untuk mengakhiri pernikahannya dengan Azalea Sadajiwa.