Bab 21

2778 Words
Mesya menatap Dira yang sedang berdiri di depannya. Terlihat jelas jika wanita itu tampak ragu-ragu untuk berbicara. Memangnya, ada apa? Kejadian ketika Dira kerasukan bertahun-tahun yang lalu menyeruak di kepala Mesya. Tidak, Mesya memang sempat melihat Dira menyalakan lilin di kamarnya, tapi itu semua jelas tidak berhubungan dengan kejadian bertahun-tahun yang lalu. Semua orang pernah menggunakan lilin.. “Ada apa, Mbak?” Tanya Mesya lagi. Sejujurnya Mesya sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Dira. Wanita itu membuat Mesya bertanya-tanya karena tingkah lakukan yang sedikit mencurigakan. Memangnya, hal besar apa yang akan dikatakan oleh Adrel. “Aku yakin kalau Adrel nggak akan mengatakan ini ke kamu meskipun kamu istrinya. Sya, ada sesuatu yang mengganggu aku. Aku harap kamu bisa mengerti keadaanku saat ini..” Mesya masih mengernyitkan dahinya. Dira sudah mengatakan itu sebelumnya. Lalu, kenapa wanita itu kembali mengatakan hal yang sama? Apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Dira? Lalu, Adrel? Hal apa yang diketahui Adrel tapi tidak diketahui oleh Mesya? apa ini juga yang sedang disembunyikan Adrel dari Mesya? Pria itu menyembunyikan sesuatu yang berhubungan dengan Dira? “Jangan membuat aku kesal, Mbak. Ngomong aja, Mbak Dira kenapa?” Tanya Mesya lagi. Kalimat yang tadi sempat dikatakan oleh Dira sebenarnya sangat mengganggu Mesya. Wanita itu membuat Mesya merasa curiga dengan suaminya. Mencurigai jika suaminya menyimpan sesuatu yang buruk. Saat ini, manusia semakin mudah untuk berbuat dosa. Mesya takut jika ada sesuatu yang nantinya akan membuat Mesya kecewa dengan suaminya. “Aku harap kamu—” “Oh, Mbak Dira sudah keluar kamar” Mesya menolehkan kepalanya ketika melihat Adrel yang datang dengan rambut basah khas orang mandi. Pria itu memotong kalimat Dira yang sepertinya sudah akan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Mesya menatap Adrel dengan kesal. Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh pria itu? Dia terkesan menutupi apa yang sebenarnya terjadi pada Dira. Masalahnya, Mesya adalah adiknya Dira, dia sangat berhak untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Adrel bersikap seperti ini? Mesya jadi semakin curiga. “Kamu masak apa, Sya?” Setelah pembicaraan mereka ketika sedang ada di kamar, Mesya jelas merasa jika saat ini Adrel sedang melakukan sandiwara. Oh ya ampun, selama ini Adrel tidak pernah seperti ini. Mereka baru saja bertengkar tadi, aman mungkin Adrel tiba-tiba datang lalu berbicara dengan santai seperti itu? Mesya melengos, malas enatap Adrel yang hari ini sangat menyebalkan. Pria itu membuat Mesya sangat kesal. “Aku.. aku kayaknya harus ke kamar. Mesya, Mbak nggak bisa bantu kamu masak. Nggak pa-pa, kan?” Sekalipun sedang sangat sebal, Mesya jelas tidak akan mengabaikan kakaknya begitu saja. Apalagi setelah pengakuan yang Dira buat. Mesya tahu jika saat ini Dira sedang mendapat satu masalah besar selain masalah perceraiannya. Dira mungkin memang membutuhkan bantuan psikiater atau psikolog. Mesya yang akan menawarkan hal itu ketika Adrel tidak ada di sekitar mereka. Untuk saat ini, sebaiknya Mesya segera menyelesaikan masalah yang ada dengan Adrel. Dia harus bertanya dan harus mendapatkan jawaban dari Adrel. Sungguh, Diira tadi mengatakan kalimat yang seakan menunjukkan jika Adrel mengetahui sesuatu yang tidak Mesya ketahui. Tapi apa? Apa yang sedang disembunyikan oleh Adrel? “Iya. Nggak pa-pa Mbak Dira. Nanti aku panggil kalau sudah jam makan malam” Mesya tersenyum ketika melihat Dira mulai berjalan menjauh dari dapur. Kenapa.. kenapa Dira tiba-tiba berubah pikiran ketika Adrel ada di sekitar mereka? Apa benar jika ada sesuatu yang Adrel sembunyikan? Mesya menghela napas pelan. Sebenarnya, Mesya sangat tidak suka jika harus bertengkar dengan Adre. Tidak, Mesya selama ini hidup hanya dengan Adrel, jika mereka bertengkar, rasanya ada yang kurang tepat. Ada yang mengganggu hati Mesya. Tapi, jika memang keadaannya seperti ini, mau bagaimana lagi? Bertengkar juga sebenarnya sangat tidak berguna. Lebih baik jika mereka duduk bersama dan menyelesaikan masalah yang ada. “Sya?” “Apa yang kamu mau, Rel?” Mesya bertanya dengan raut wajah frustasi. Apa yang disembunyikan oleh suaminya? Pria itu membuat Mesya tidak tahu harus melakukan apa. Sejak Dira datang, ada sesuatu yang terasa sangat salah. Sesuatu yang mengganjal di hati Mesya. Tapi Mesya tidak bisa mengatakan itu semua kepada Adrel. Ada juga yang Mesya rahasiakan. Sebenarnya bukan rahasia yang terlalu penting karena ini hanya kecurigaan Mesya mengenai Dira saja. Setelah Dira mengatakan jika wanita itu sedang mengalami masalah dalam pikirannya, Mesya mengerti jika kecurigaannya salah. Tidak, Dira memang pernah kerasukan bertahun-tahun yang lalu. Tapi semua itu sudah selesai. Dira sudah kembali. Wanita itu juga sudah menjalani kehidupannya dengan sangat normal karena setelah kejadian saat itu, Dira sudah tidak pernah lagi kerasukan. Semuanya berhenti sampai di sana. Kemarin ketika melihat Dira tampak sangat aneh, jujur saja Mesya sempat takut jika ternyata wanita itu kembali kerasukan. Sebenarnya bukan hanya itu saja yang Mesya curigai, Mesya juga curiga jika Dira terkena masalah gangguan mental. Mungkin wanita itu tidak sanggup menahan semua permasalahan yang ada padanya sehingga semua itu menyerang pada batin dan pikirannya. Mungkin itulah yang sebenarnya terjadi. Tapi tadi Dira sempat mengatakan jika ada sesuatu yang Adrel ketahui mengenai keadaannya, sesuatu yang tidak Mesya ketahui. “Sya, kita sudah bicarain ini tadi. Aku cuma mau yang terbaik buat kamu..” Mesya menatap Adrel dengan pandangan kesal. Sebenarnya pria itu kenapa? Adrel tidak pernah bertele-tele dalam berbicara. Selama ini, salah satu faktor yang membuat Mesya dan Adrel tetap bisa bertahan adalah kedewasaan Adrel dalam menyelesaikan masalah. Pria itu selalu membicarakan apa yang penting dan berhenti memikirkan hal kecil yang sebenarnya sama sekali tidak berhubungan dengan masalah mereka. Iya, begitulah cara Adrel menyelesaikan masalah. Tapi, lihatlah sekarang. Adrel tampak menutupi apa yang sebenarnya terjadi dengan satu kalimat yang terus diulang oleh pria itu. Mesya jadi muak. Dia tidak mengenal suaminya yang sekarang. “Aku sudah bilang, kita nggak akan bicara sebelum kamu siap kasih tahu apa yang sebenernya terjadi” Mesya meninggalkan dapur begitu saja. Ketika hati sedang tidak nyaman seperti ini, mau masak apapun rasanya tidak akan berhasil. Mesya sudah pernah melakukan itu. saat itu, sama seperti sekarang Mesya sedang bertengkar dengan Adrel karena pria itu sering sekali pulang tidak tepat waktu akibat terlalu keras bekerja. Mesya marah, Adrel juga begitu. Mereka masih sama-sama muda saat itu. Masalah yang harusnya bisa diselesaikan dengan mudah malah menjadi panjang dan besar. Mungkin sekarang juga begitu.. *** “Memangnya apa lagi yang harus aku bilang ke kamu, Sya?” Karena tadi sedang ada di dapur dan Mesya memilih pergi ketika Adrel datang, sekarang Adrel kembali mengikuti Mesya menuju kamar mereka. Karena di rumah sedang ada dua orang yang sama sekali tidak boleh tahu mengenai pertengkaran mereka, Mesya dan Adrel memutuskan untuk kembali bertengkar di dalam kamar. Sebenarnya ini juga tidak bisa disebut dengan bertengkar. Sejak tadi Adrel selalu berbicara dengan suaranya yang kalem. Tidak dengan nada tinggi layaknya orang yang sedang bertengkar. “Aku tahu kalau kamu menyembunyikan sesuatu di belakang aku. Kamu sendiri juga bilang begitu..” Mesya menatap Adrel yang sedang berjalan untuk duduk di sampingnya. Mesya menghela napas. Sejak awal mereka menikah, Adrel meminta agar Mesya selalu mengatakan apapun yang wanita itu pikirkan. dan sebagai timbal balik, Adrel juga tidak akan pernah merahasiakan apapun dari Mesya. Mereka sudah setuju dengan hal itu. Selama lima tahun ini mereka berjalan dengan peraturan itu. Lalu sekarang, apa yang sedang ingin dilakukan oleh Adrel? “Sya, ini bukan masalah penting. Memangnya kamu harus tahu semuanya yang aku pikirkan? Aku berhak berpikir tanpa perlu aku kasih tahu ke kamu” Mesya tidak bisa lebih terkejut dengan ini pengakuan Adrel. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh pria itu? Kenapa dia bisa berbicara seperti itu? “Sya, bukan begitu maksudku.. bukan begitu” Adrel kembali berbicara ketika dia sudah menyadari kesalahan dalam ucapannya. Memangnya Mesya pernah meminta agar Adrel selalu mengatakan apapun yang dia pikirkan? Mesya hanya menuruti apa yang pria itu mau; mengatakan perasaan satu sama lain agar tidak pernah ada salah paham. Lalu sekarang, Adrel sendiri yang menyalahkannya? Apa yang dikatakan oleh pria itu? “Aku nggak tahu apa yang sedang kamu lakukan. Tapi, Rel, saat ini sedang ada banyak masalah. Aku nggak mau menambah lagi satu masalah sama kamu. Kakakku, dia lagi kaya orang gila yang bisa berubah sikap dan kelakuan. Kamu pikir aku nggak takut?” Mesya mengatakan apa yang sedang dia pikirkan. Kadang, kita harus lebih dulu jujur sebelum meminta orang lain untuk jujur pada kita. Mesya tidak akan tahan jika harus memikirkan ini semua sendirian. Sikap Dira yang berubah-ubah, pengakuan wanita itu mengenai dirinya yang sulit untuk mengendalikan pikiran, semua itu mengganggu Mesya. Mesya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Dira. “Sya, Mbak Dira itu cuma butuh waktu untuk menerima semuanya. Kamu tahu sendiri bagaimana cara dia ngejar Damar. Dia cinta mati sama Damar, makanya sekarang dia bersikap seperti itu. Kita harus bantu dia untuk terima semua ini” Iya, Mesya sangat tahu jika Dira memang sangat mencintai Damar. Pemuda itu dulu membuat Dira tergila-gila. Tanpa alasan yang jelas, Dira terus saja mengejar Damar tanpa kenal lelah. Padahal, Mesya sangat tahu jika Dira selalu ditolak oleh Damar. “Aku pikir dia butuh bantuan psikiater atau psikolog” Mesya merasakan jika Darel sedang mengusap puncak kepalanya. Membawa Mesya untuk bersandar di d**a suaminya. Hanya di dalam pelukan Adrel, Mesya bisa merasa sedikit lebih tenang. Pria itu seperti orang yang menggantikan ketenangan yang Mesya dapatkan dari orang tuanya. Mesya banyak kehilangan hal yang dulu dia pikir tidak akan pernah meninggalkannya. Sebagai seorang anak, Mesya selalu berharap kalau orang tuanya akan tetap bersamanya untuk selamanya. Tapi sayangnya, itu sangat tidak mungkin. Di hari orang tuanya meninggal, saat itu juga Mesya merasa sangat kehilangan. Mesya kehilangan kebahagiaan yang tidak pernah berhenti diberikan oleh orang tuanya. Di hari itu, untuk yang pertama kalinya kedua orang tuanya menyakiti Mesya dengan luka yang sangat dalam. Mesya merasa sangat ketakutan karena menjalani kehidupan tanpa orang tua. Semua itu rasanya sangat berat. Mesya tidak terbiasa. Untunglah, di saat terendah itu, ada Adrel yang selalu setia memeluknya. Menenangkan Mesya ketika wanita itu menangis diam-diam di malam hari. Ada Adrel yang selalu memberi semangat untuk Mesya. Pria itu yang membuat Mesya bisa kembali bangkit sekalipun sampai saat ini mereka juga masih sering menghadapi masalah. Menikah bukan akhir dari derita yang selama ini ditanggung. Tidak, pernikahan tidak sama dengan tulisan ‘mereka menikah dan hidup bahagia selamanya’. Ya, itu tulisan yang selalu ditayangkan di akhir dari kisah hidup seorang gadis desa yang akhirnya dipersunting oleh pangeran rupawan yang tampan dan baik hati. Cerita yang selalu menjadi dongeng dan impian setiap anak gadis. Menikah adalah awal yang baru dalam lembaran kehidupan. Tapi bukan berarti tanpa masalah yang datang. semua masalah justru akan berawal dari pernikahan. Sekalipun ada banyak sekali masalah, secara keseluruhan pernikahan memang adalah kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa hilang. Ya, itu berlaku untuk orang yang tepat dalam memilih pasangan. Untuk yang salah, ya sudah.. biasanya akan berakhir di tengah jalan atau terus bertahan meskipun selalu saling menyakiti. Ada contoh nyata untuk itu semua. Dira, wanita itu mungkin juga salah dalam memilih pasangan. Dulu Dira memilih untuk menikah dengan pria yang sangat dia cintai tanpa tahu apakah pria itu juga mencintanya sebesar Dira mencintai pria itu. Dira salah karena dia hanya mementingkan hatinya sendiri. Dia pikir dia akan tetap hidup bahagia karena menikah dengan orang yang dia cintai. Tidak seperti itu, kebahagiaan dalam pernikahan juga diukur dari cinta yang diberikan pasangan satu sama lain. Jika hanya satu pihak yang mencintai, bagaimana mungkin hubungan akan berjalan dengan lancar? Selain cinta, pernikahan juga memerlukan banyak hal lain. Contohnya adalah pengorbanan dan kesetiaan. Apapun itu, jika satu orang sudah tidak setia, pernikahan tidak akan pernah bisa bertahan. “Kamu boleh bawa Mbak Dira ke psikiater atau ke psikolog kalau memang dia mau. Kadang, apa yang kamu anggap benar, belum tentu isa diterima orang lain secara benar juga, Sya. Bisa aja Mbak Dira menolak. Kalau dia menolak, jangan paksa dia, ya?” Mesya tahu kalau kakaknya tidak akan menolak. Lagi pula, datang ke psikiater tentu bukanlah aib. Banyak orang yang terlihat sehat-sehat saja, tapi mereka rutin mengunjungi psikiater. Mesya juga sering mendengar kabar jika banyak artis yang datang ke psikiater untuk menjaga kesehatan mental mereka. Dira pasti mengerti mengenai kecemasan Mesya. “Tapi Sya, aku sudah ambil cuti selama satu minggu, kita pulang ke desa, ya?” Mesya kembali mengernyitkan dahinya. Kenapa Adrel terus memaksa agar Mesya datang ke desa? Tidak ada perayaan khusus yang harus Mesya hadiri sehingga wanita itu harus pulang ke desa. Pulang ke rumah orang tuanya hanya akan membuat Mesya merasa sedih karena mengingat apa yang terjadi di masa lalu. Kebahagiaan yang tidak akan pernah Mesya dapatkan lagi setelah orang tuanya meninggal. “Kenapa harus pulang ke desa?” Tanya Mesya. Mesya ingin tahu alasan yang lebih jelas mengenai Adrel yang terlihat sangat ingin pulang ke desa. Lagi pula, belum tentu juga Dira mau diajak pulang ke desa. Wanita itu pasti memikirkan banyak pertimbangan untuk kembali ke desa yang dia tinggalkan secara tidak hormat. Sama seperti yang dikatakan Mama, Dira bisa saja malah semakin tertekan karena memikirkan respon keluarga yang ada di desa mengenai dirinya dan juga permasalahan yang sedang dihadapi oleh Dira mengingat jika Damar juga berasal dari desa yang sama dengan Dira. Pasti kabar jika Dira datang ke desa sendirian tanpa Damar akan membuat orang banyak yang bertanya-tanya. “Sebenarnya, beberapa hari lagi adalah ulang tahun nenekku. Aku udah lama nggak ke makan nenek. Karena ada Mbak Dira, aku pikir lebih baik kita sekalian pulang ke sana, sekalian juga biar Mbak Dira juga bisa memperbaiki hubungannya dengan keluarga yang lain. Lagi pula, Sya, Mbak Dira masih punya orang tua kandung yang masih hidup. Umur orang nggak ada yang tahu, dia lagi di rumah kita sekarang, nggak ada salahnya kalau kita bantu dia kembali dekat sama keluarga” Mesya tidak tahu kalau pria itu masih mengingat ulang tahun neneknya. Huh, jika memang itu alasan Adrel, kenapa tidak dikatakan sejak kemarin? Mesya sudah banyak berpikiran buruk mengenai Adrel. Jika sudah seperti ini, Mesya tidak akan bisa menolak ajakan Adrel. Memang sudah sangat lama mereka tidak pulang ke desa. Mungkin sekian satu tahun. Sebenarnya Mesya juga merasa sangat rindu dengan beberapa saudaranya yang lain. Dan yang paling penting, Mesya juga ingin pergi ke makam orang tuanya. Mesya merasa sangat tidak enak karena dia jarang datang ke makan orang tuanya. Sebagai seorang anak, seharusnya Mesya sering-sering datang untuk membersihkan makan itu. “Mbak Dira emangnya setuju untuk pulang ke desa? Aku takut dia merasa tertekan kalau pulang ke sana” Mesya berbicara sambil menatap ke arah Adrel yang sedang duduk di dekatnya. Dari pada mereka terus bertengkar dan kesal satu sama lain, sepertinya tidak ada salahnya jika mereka berbicara baik-baik seperti sekarang. “Itu tugas kita supaya dia nggak merasa tertekan. Percaya sama aku, Sya, semuanya bakal baik-baik saja. Kita bisa have fun sambil santai-santai. Mbak Dira pasti juga butuh liburan setelah semua masalah yang terjadi sekarang” Mesya tidak tahu mana yang benar saat ini. Tapi jika memang Dira setuju untuk berkunjung ke desa, sepertinya tidak masalah juga. Astaga, apa sih yang sebenarnya Mesya permasalahkan dari pulang ke desa? Adrel hanya ingin mengunjungi desa. Tapi Mesya bersikap aneh dengan memperpanjang masalah yang sebenarnya sangat tidak penting. Tidak, Mesya sebenarnya bukan hanya mempermasalahkan mengenai Adrel yang ingin pulang ke desa. Mesya bertanya-tanya mengenai apa yang dikatan oleh Dira mengenai sesuatu yang diketahui oleh Adrel. “Oke, aku setuju untuk berkunjung ke sana. Tapi, Rel, tolong.. jangan rahasiain apapun dari aku. Kita terbiasa saling terbuka, aku nggak bisa kalau kaya begini..” Mesya mendongakkan kepalanya. Menatap Adrel dengan pandangan memohon karena sejujurnya, Mesya memang tidak sanggup seperti ini. Mesya juga tidak suka bertengkar dengan Adrel hanya untuk sebuah masalah tidak penting yang seharusnya tidak mereka perdebatkan. “Nggak ada apa-apa, Sya.. Aku minta maaf kalau buat kamu bertanya-tanya. Udah, cukup sampai sini saja ya? Aku nggak suka kita berantem cuma karena masalah kecil yang sebenarnya nggak terlalu penting” Bukan hanya Adrel, tapi Mesya juga tidak suka. Ada dua hal yang semakin membuat Mesya semakin tidak yakin, yang pertama, Adrel sendiri yang mengatakan kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu yang akan lebih baik kalau Mesya tidak tahu. Yang ke dua, Dira.. wanita itu membuat Mesya semakin bertanya-tanya. “Aku melihat sesuatu yang aneh dari Mbak Dira. Aku lihat dia nyalain lilin di lantai kamarnya. Sama kaya dulu waktu kita di kamarnya dia pas dia kerasukan..” Mesya menatap Adrel dengan ragu-ragu. Dia takut kalau Adrel tidak percaya dengan penjelasannya. Tapi ternyata tidak, Adrel justru tersenyum lalu memeluk Dira. “Sya? Boleh aku jujur sesuatu sama kamu?” Mesya menatap Adrel dengan penuh tanda tanya. Menunggu agar Adrel segera melanjutkan pertanyaannya. “Dulu, waktu kita lagi di kamar Mbak Dira.. lilin itu mati untuk beberapa detik sebelum aku kembali nyalain. Kamu mungkin nggak tahu akan hal ini karena aku rahasiain semuanya. Tapi sekarang aku mau jujur sama kamu, Sya. Lilin itu, lilin itu sama sekali nggak berhubungan dengan apapun mengenai kerasukan atau hal negatif lainnya. Buktinya, sekalipun lilin itu mati, Dira tetap kembali..” Mesya tidak tahu jika selama ini Adrel menyimpan sebuah rahasia besar yang tidak dibagi oleh pria itu pada siapapun. Setelah sepuluh tahun berlalu, sekarang Mesya baru mengerti apa yang benar-benar terjadi. Astaga, apa saja yang sudah Mesya lewatkan ketika dulu dia menutup mata setelah mendengar suara Dira yang sangat mengerikan? “Rel.. kamu nggak bohong?” Mesya masih merasa tidak percaya. Mesya mengingat dengan jelas jika saat itu dia menjaga nyala lilin itu dengan sangat hati-hati. Mesya tidak membiarkan ada angin yang memadamkan lilin itu karena Mesya percaya dengan apa yang dikatakan oleh para normal itu. Tidak Mesya sangka jika saat dia menutup mata, ada sesuatu yang tidak terduga. Bagaimana mungkin lilin itu bisa mati? “Buat apa aku bohong? Lihat apa yang terjadi, Mbak Dira masih ada di sini. Dia baik-baik aja. Jangan terlalu percaya sama apa yang terjadi, Sya.. saat itu paranormal itu juga pasti nggak tahu kalau lilinya sempat mati. Tapi kenyataannya, semuanya masih baik-baik aja” Mesya harap, semuanya memang baik-baik saja seperti yang dikatakan oleh Adrel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD