Pertemuan

1440 Words
“Nidya, maaf. Aku tidak bisa menikah denganmu.” Seorang wanita bernama Nidya Indira Gunawan yang sudah terlihat cantik dengan gaun pernikahan yang dikenakannya tampak terkejut saat mendengar perkataan dari kekasihnya. Pria bernama Matheo Dimitri yang seharusnya sudah berada di sampingnya saat ini. “Ka-kamu enggak lagi bercanda, kan? Lima menit lagi kita akan menikah, bagaimana bisa kamu membatalkan pernikahan ini?” Bukannya menjawab Mat malah memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak. Nidya terus memanggil nama Mat, meski panggilannya sudah berakhir. Ia berteriak histeris, lalu melempar ponselnya hingga rusak. Tiba-tiba saja pandangannya buram dan seketika tubuhnya luruh ke lantai. *** 3 tahun berlalu, tetapi Nidya masih bisa mendengar dengan jelas ketika mantan tunangannya itu membatalkan pernikahannya. Kata-kata terakhir yang membuat hidupnya berubah seketika. "Nona Nidya," panggil Staf wanita yang menyadarkan Nidya dari lamunannya. Ia menyeringai lalu menoleh ke sumber suara. “Iya, Bu," jawab Nidya. Ia mengalihkan pandangannya dari banner yang memuat foto pemilik M&D Corp, yang tak lain mantan tunangan yang meninggalkannya. “Dengan Nona Nidya? Silahkan duduk,” ucap Staf pria yang sedang duduk di hadapannya. Tanpa bicara, pria itu hanya diam dan memeriksa CV yang diberikan oleh stafnya yang baru saja datang. "Apa kamu tahu tugas sekretaris?" tanya Staf HRD. “Tau, Pak.” “Bisa disebutkan?” Nidya bisa dengan mudah menjelaskan tugas seorang Sekretaris, ia begitu percaya diri bisa mengalahkan beberapa kandidat lainnya. Setelah selesai interview mereka pun mempersilahkan Nidya untuk pulang dan menunggu kabar baik. Untuk memastikan stafnya mendapatkan sekretaris yang diinginkan oleh atasannya, Leo selaku tangan kanan Mat pun datang ke ruangan HRD untuk mengecek kelayakan sekretaris yang mereka pilih. “Selamat siang, Pak,” sapa Staf HRD. Mereka terkejut melihat kedatangan Leo, kemudian berdiri untuk menyambut kedatangannya. “Bagaimana dengan sekretaris baru pak Mat, apa sudah ada kandidat yang cocok?” tanya Leo. Staf tersebut lalu memberikan berkas yang berisi catatan interview serta nilai dari setiap pertanyaan yang ia ajukan. “Dari keempat kandidat ada satu yang memiliki nilai yang bagus, namanya Linda,” jelasnya. Leo memeriksa semua CV yang ada di tangannya, tetapi matanya tertuju pada satu berkas. "Nidya," batinnya. Tanpa pikir panjang Leo menyerahkan berkas itu ke hadapan stafnya lalu berkata, “Panggil dia untuk menjadi sekretaris Bos besar.” “Ta-tapi Pak, nilai Linda lebih tinggi dari Nidya. Bahkan dia punya pengalaman sebagai sekretaris selama tiga tahun,” jelasnya. Leo memicingkan matanya, seolah tidak ada yang boleh membantahnya. Akhirnya, staf pun mengalah dan kembali ke mejanya. Leo menyeringai, lalu pergi dari sana. *** Nidya bahagia saat menerima telepon yang memintanya untuk kembali datang ke kantor M&D. Ia memeluk sahabatnya yang bernama Liona dan berkata, “Aku berhasil.” “Benarkah, kamu dipanggil lagi?” tanya Liona tak percaya. “Iya, sudah aku katakan dia pasti menghubungiku. Padahal saat interview aku berpura-pura bodoh agar tidak dipilih. Namun, nyatanya mereka memilihku,” ucap Nidya dengan pedenya. Liona lalu mengambil berkas yang berisi profil tentang Mat. Dengan ragu ia menyerahkan berkas tersebut ke tangan Nidya. “Aku ingin memberitahumu sesuatu, tapi aku harap kamu tidak sakit hati akan hal itu,” ungkap Liona yang sukses membuat Nidya penasaran dibuatnya. Nidya pun mengambil berkas yang ada di tangan Liona lalu membacanya. Tangannya semakin kuat memegang kertas yang ada di hadapannya. Tiba-tiba saja Nidya tertawa terbahak-bahak, membuat Liona terkejut dengan respon sahabatnya itu. “Jadi dia akan membuat acara anniversary untuk pernikahan mereka." “Iya, di hari kamu gagal menikah. Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Liona. Nidya mengangguk, lalu menyunggingkan senyum. Ia tidak mungkin menunjukkan rasa kecewa dan kesal ke hadapan Liona. Sebisa mungkin ia menutupi semuanya agar sahabatnya itu tidak khawatir. *** Nidya memakai kemeja yang membentuk lekuk tubuhnya serta rok span di atas lutut. Ia meminjam mobil Liona dan mengendarainya sendiri. Tepat pukul sembilan, Nidya sudah sampai di depan gedung M&D. Semua mata tertuju padanya saat melewati lobby. Bagaimana tidak, untuk ukuran sekretaris, Nidya terlalu sempurna dengan proporsi tubuh idaman para pria. “Selamat pagi, maaf hari ini saya ada interview dengan bagian HRD,” tutur Nidya kepada resepsionis yang ada di sana. “Dengan Ibu Nidya?” “Iya, saya,” jawab Nidya. “Baiklah, ibu langsung naik ke lantai lima dan nanti bisa bicara dengan sekretaris di sana,” jelas resepsionis. “Baik, terima kasih.” Nidya lalu masuk ke dalam lift kemudian menekan lantai lima. Saat pintu perlahan akan menutup seseorang masuk ke dalam lift yang sama. “Untuk apa kau datang ke sini?” Nidya menoleh ke sumber suara dan mendapati wajah pria yang tak asing baginya. “Wah, sepertinya selama ini kamu memata-matai Mat,” sindir Leo. Nidya hanya menyeringai lalu menjawab, “HRD disini yang menyuruhku datang.” Leo berdecak mendengar jawaban dari Nidya. “Aku curiga dari banyaknya perusahaan yang ada di Jakarta, kamu memilih perusahaan milik Mat untuk melamar pekerjaan.” Nidya hanya mengedikkan bahunya, kembali fokus dengan pintu lift yang sebentar lagi terbuka. “Mat sudah menikah,” ujar Leo saat Nidya melangkahkan kakinya keluar dari lift. “Lalu, apa kamu takut menghancurkan pernikahan mereka atau kamu pikir aku mau menggoda atasanmu itu?!” Nidya tertawa kemudian berlalu meninggalkan Leo. Nidya berjalan ke meja sekretaris lalu berkata, "Maaf saya disuruh datang untuk interview," ucap Nidya. “Dengan Ibu Nidya? Silahkan duduk, Pak Leo yang akan menjelaskan semuanya,” jelas wanita tersebut membuat Nidya menoleh ke arah Leo yang berdiri di sampingnya, menatapnya dengan angkuh. Ia lalu melangkah ke hadapan Nidya. "Perlu kamu ketahui kalau aku yang menerimamu bekerja disini. Aku tahu cara kamu bekerja, jadi aku harap kamu bisa menjadi sekretaris yang bisa diandalkan oleh Mat." Nidya memutar bola matanya jengah mendengar setiap detail yang terucap dari mulut Leo. Harusnya dari awal dia tahu jika akan ada batu yang akan menghalangi jalannya, yaitu Leo. "Selamat pagi, Bos," sapa Leo. Nidya hanya diam tak mau menoleh ke belakangnya. Ia tahu jika orang yang baru saja datang adalah pria yang selama ini ia tunggu kedatangannya. “Kau pasti bisa Nidya,” batinnya. "Dimana sekretarisku?" tanya Mat. Nidya menatap Leo, sedangkan pria itu tersenyum kemudian ia memutar tubuh Nidya. "Ini dia sekretarismu." Mata Mat dan Nidya saling beradu sebelum akhirnya Nidya menyunggingkan senyum dan menyapa Mat. "Selamat pagi, Pak. Mulai hari ini saya akan menjadi sekretaris anda." Sesaat Mat hanya diam, lalu memalingkan wajahnya dari Nidya. "Kamu, ikut denganku." Leo masuk ke ruangan Mat. "Ada apa?" tanya Leo. "Bukan kamu, tapi sekretarisku," hardik Mat. Leo lalu membuka pintu ruangan Mat, kemudian menyuruh Nidya untuk masuk ke ruangan atasannya itu. Mata Mat melihat Nidya yang berdiri di belakang Leo. Ia beranjak dari kursinya menatap tajam ke arah Nidya. “Sedang apa kau di sana, bukankah kamu sekretarisku sekarang?” jelas Mat. Leo menoleh ke arah Nidya dan Mat bergantian. Mat mengibas tangannya, kode jika Leo harus meninggalkan ruangannya. Kini hanya tinggal mereka berdua. Mat terus memandangi Nidya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Wanita yang dulu manis, kini berubah menjadi seksi dan terlihat begitu cantik. “Duduklah,” ujar Mat. Nidya lalu duduk di kursi yang ada di depan mejanya. Ia menunggu Mat bertanya tentang pekerjaannya. “Dari mana kamu tahu aku membutuhkan sekretaris?” “Dari media sosial,” katanya. Mat mengangguk, pandangannya tak lepas dari Nidya yang terlihat santai berada di dekatnya. “Apa kamu belum menikah?” Pertanyaan Mat kali ini benar-benar menguji Nidya. Namun, sedetik kemudian Nidya menjawab pertanyaannya dengan lembut. “Aku belum menikah.” Sudut bibir Mat terangkat, ia lalu menutup berkas Nidya. “Bagus, karena aku tidak mau memiliki sekretaris yang sudah berkeluarga. Baiklah, kamu boleh bekerja sekarang. Leo akan mengajarimu bagaimana bekerja denganku,” pungkasnya. “Terima kasih, Pak.” Nidya beranjak dari kursi, tapi baru beberapa langkah Mat kembali membuka mulutnya. “Tunggu, Nidya.” Nidya membalikkan tubuhnya menoleh ke arah Mat. “Apa kamu sudah melupakan aku?” Tangan Nidya kembali bergetar. Ia mengepalkan tangannya agar tidak terlihat gugup oleh lawan bicaranya. “Iya,” jawabnya dengan tegas. “Sepertinya tidak baik membahas masalah pribadi. Permisi.”. Sepeninggal Nidya, Mat menghempaskan punggungnya di kursi. Meski sudah 3 tahun berlalu. Ia masih memiliki rasa untuk wanita yang baru saja pergi dari hadapannya. Sekilas ingatan akan masa lalu membuat Mat tersenyum memikirkan kebersamaannya dengan Nidya. “Permisi, apa aku mengganggumu?" tanya Leo menyembulkan kepalanya di balik pintu. Mat tak memperdulikan ucapan Leo dan membuka berkas yang ada di hadapannya. Leo lalu menyerahkan berkas yang harus ditandatangani sebelum ia kembali ke Singapura untuk merayakan anniversary pernikahannya yang ke 3 tahun. “Ehm … apa kau masih mencintai Nidya?” ucapan Leo menghentikan pergerakan Mat. Ia menoleh, menunjukkan ketidaksukaannya terhadap ucapan sepupu sekaligus orang kepercayaannya itu. “Apa pun itu, bukan urusanmu!” sarkasnya yang sukses membuat Leo bungkam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD