Kekasih?

1483 Words
Tiga tahun bukan waktu yang mudah bagi Nidya untuk sembuh dari trauma karena gagal menikah. Ia terus berusaha bangkit, dan mulai menjalani hidupnya. Berbekal pengetahuannya selama bekerja di perusahaan kosmetik. Akhirnya ia mencoba membangun bisnis kosmetik sendiri dengan brand JJ Kosmetik. Perlahan tapi pasti kini Nidya telah berhasil membangun bisnisnya menjadi besar. Tak sampai di situ, ia juga merambah dunia fashion. "Sore atasanku yang cantik, tumben udah pulang kerja. Biasanya sekretaris nunggu atasannya pulang dulu," sindir Liona sekretaris Nidya sekaligus teman dekatnya. "Bosku lagi sibuk dengan istrinya jadi aku boleh pulang cepat. Oh ya, ada apa dengan penampilanmu, sangat berbeda dari biasanya," sindir Nidya. "Kamu lupa ya kalau malam ini kita akan meeting dengan Pak Alex. Aku harus bisa mendapatkan hati CEO tampan itu." Nidya hanya tersenyum menanggapi ucapan Liona, ia lalu merapihkan berkas yang sudah ditandatangani. "Sepertinya aku harus ke X Klub," ucap Nidya. "Nanti kalau kita sudah selesai meeting dengan Pak Alex, oke." Nidya hanya memutar bola matanya berharap hari segera malam. Keduanya lalu keluar dari kantor mereka, Nidya sengaja mengemudikan mobilnya kesebuah butik. "Kamu bilang dia membelikanmu banyak pakaian?" tanya Liona. "Iya, aku hanya ingin membeli pakaian pilihanku sendiri," jawab Nidya. Nidya keluar dari mobilnya di ikuti Liona di belakangnya. Dengan santai keduanya memilih pakaian yang mereka suka, tanpa sadar sepasang mata tengah memperhatikan keduanya. "Nidya," sapa seorang wanita. "Sabrina," ucap Nidya. Liona memutar bola matanya seolah bertanya tentang siapa wanita yang ada di hadapannya itu. "Oh ya, Liona perkenalkan ini Sabrina istri Pak Matheo." "Ah, maaf aku tidak sopan. Perkenalkan aku Liona sahabat Nidya, kami dekat dari masih Sekolah Menengah Pertama," ucap Liona yang berbasa-basi terlalu panjang. Sabrina hanya tersenyum lalu melingkarkan tangannya di lengan Sabrina."Bisa tolong pilihkan gaun untukku. Besok malam acara anniversary-ku dengan Mat. Aku tidak mau penampilanku mengecewakan suamiku." Nidya tersenyum getir, ia tak menyangka harus memilih pakaian untuk wanita yang menjadi saingannya. Nidya menoleh ke arah Liona, seolah kode agar dia segera membayar belanjaan mereka dan menariknya dari Sabrina. "Yang ini bagus, sangat cocok denganmu," ucap Nidya memilihkan gaun untuk Sabrina. "Benarkan, pilihanmu memang selalu sesuai dengan seleraku." "Nidya. Ayo, kita pulang," sela Liona sembari menarik tangan Nidya. "Maaf, aku harus pulang." Sabrina menoleh ke arah Liona, melihat tangannya merangkul Nidya dengan posesif. "Tak bisakah kamu menemaniku?" tanya Sabrina. "Maaf ini sudah diluar jam kerja. Mungkin aku akan menemanimu kalau aku sedang bekerja dengan Pak Mat." Nidya menunduk, berlalu meninggalkan Sabrina yang masih memandangi mereka berdua. "Sok bossy," gerutu Liona yang masih terdengar oleh Nidya. "Aku sama sekali tidak mau di perbudak oleh orang-orang yang mempermainkan kekuasaan mereka." "Lalu ini apa?" tanya Liona. "Apa kamu merasa aku memperbudakmu? Pergilah," ucap Nidya. "Ih ... begitu saja marah, jadi dimana kita akan mengganti pakaian?" Nidya menyeringai, ia mengemudikan mobilnya ke sebuah spa sebelum acara pertemuan dengan Alex. Ia benar-benar memanjakan tubuhnya setelah sibuk bekerja di perusahaan mantan tunangannya itu. *** Terlihat Alex sedang duduk, Nidya bergegas berjalan mendekatinya sedangkan Liona sibuk merapikan makeup-nya. Gara-gara Nidya mengajaknya ke spa ia tak sempat untuk menyewa MUA. Alex tersenyum lalu berdiri ketika melihat Nidya berjalan mendekat. "Selamat malam, Pak Alex," sapa Nidya dan juga Liona. "Malam, Nona Nidya," balasnya. Keduanya saling berjabat tangan diikuti Liona. "Silahkan duduk." Mereka pun duduk di kursi masing-masing, Liona lalu memberikan berkas yang sudah mereka siapkan sebelumya kepada Alex. Nidya mulai membahas produk fashion terbaru yang timnya rancang. Ini kali ketiga pertemuannya dengan Alex membahas kerja sama mereka di dunia fashion yang baru bagi Nidya. Alex terus menatap paras Nidya yang sedang menjelaskan . "Cantik," batinnya. Ia refleks bertepuk tangan ketika Nidya selesai menjelaskan membuat Liona ikut bertepuk tangan untuknya. “Ehm ... bagus. Sepertinya produk kita akan laku di pasaran,” tukas Alex. Nidya tersenyum bahagia karena penjelasannya mendapat apresiasi yang baik dari rekan bisnisnya. Setelah selesai meeting, Nidya lalu menyuruh waiters untuk mengantar makanan yang sebelumnya sudah di pesan oleh Liona. “Maaf sebelumnya kami sudah memesan beberapa menu makan. Apa Pak Alex ingin makan sesuatu?" tanya Nidya. “Aku suka semua jenis makanan. Jadi kamu tidak perlu pusing memilih menu makanan untukku,” jawab Alex santai. “Bye the way jangan panggil aku Pak atau Bapak, usiaku tidak beda jauh denganmu. Karena sekarang kita rekan bisnis, panggil namaku saja.” “Baiklah,” tukas Nidya. Liona terpana melihat senyuman Alex, ia begitu bahagia sampai tak sadar menepuk bahu Nidya. "Steak disini sangat enak dan di sajikan dengan rempah-rempah pilihan." “Sepertinya enak apa lagi makannya ditemani wanita cantik sepertimu,” puji Alex. Liona melirik ke arah Nidya, yang terlihat biasa saja sedangkan Alex terlihat berbeda. “Oh iya, untuk supplier bahan apa kamu sudah menemukan yang cocok?” tanya Alex. "Kami sudah mendapatkan beberapa supplier yang memproduksi bahan berkualitas serta cocok dengan desain kita. Mungkin kamu bisa mengunjungi pabriknya dan menilai produksi mereka.” Alex menyeringai lalu berkata, “Tidak perlu aku yakin pilihanmu yang terbaik. Kamu terlihat begitu antusias dengan bisnis ini, bahkan kamu terjun langsung untuk memantau semuanya.” “Aku melakukan ini karena tidak mau membuat kesalahan nantinya. Oh iya, mungkin nanti Liona yang akan mengatur semuanya, dibawah kendaliku,” jelasnya. Alex hanya mengangguk dan kembali menikmati makanannya. Selesai makan malam, Nidya mengantar Alex ke mobilnya. Namun, saat ia akan masuk ke dalam mobil, Alex memutar tubuhnya untuk berbicara dengan Nidya. "Apa besok malam kamu ada acara?” tanya Alex. “Tidak ada, kenapa memangnya?” jawab Nidya memastikan. “Besok malam ada acara perkumpulan para pebisnis. Aku menjadi salah satu tamu undangan di sana.” Alex menghentikan ucapannya, ia ragu untuk mengajak Nidya ke acara tersebut. “Lalu,” ujar Nidya. “Begini, aku harus bawa pasangan ke acara tersebut. Jadi apa kamu mau jadi pasanganku? Maaf jangan berpikiran yang aneh-aneh dulu. Di sana ada banyak pebisnis dan investor, mungkin kamu bisa menemukan seseorang yang bisa kamu ajak untuk berbisnis.” Nidya berpikir sejenak. Apa yang di katakan Alex memang benar dan bisa menguntungkan untuknya. “Oke.” putus Nidya. "Tidak semua pebisnis besar di undang ke acara tersebut. Aku merasa beruntung karena kamu bisa membantuku untuk ikut ke acara itu." Alex menyunggingkan senyum, ia tidak menyangka jika semudah itu mengajak wanita yang ia kagumi ke acara tersebut. "Baiklah, besok malam jam 7 aku akan menjemputmu." "Tidak perlu, kamu hanya perlu menyebutkan alamatnya. Aku akan datang sendiri ke sana." "Oke, aku akan mengirimkan lokasinya." Alex lalu masuk ke dalam mobilnya, perlahan yang membawanya pergi dari area parkir. Liona terus memandangi mobil pria yang ia sukai sampai menghilang dari kegelapan. "Ayo, pergi!" ajak Nidya menyeret tangan Liona untuk segera masuk ke dalam mobilnya. "Kamu enggak lihat mata Alex? Sepertinya dia suka sama kamu." Nidya berdecak, dengan santai ia menjawab, "Itu hanya perasaanmu saja. Ayo, kita pergi!" Sementara itu di tempat lain, Mat melihat keseluruhan ruangan tidak ada Nidya di apartemennya. Ia pun merebahkan tubuhnya dia atas ranjang menghirup aroma parfum yang menempel disana. "Dimana kamu, Nidya," gumamnya. Iya, Mat bisa dengan mudah mengakses apartemen yang dia beli untuk Nidya. Ia lalu mengambil benda pipih yang ada disaku celananya berniat menghubungi Nidya. Namun, ia urungkan dan memilih menghubungi Leo. "Halo, ada apa Mat?" tanya Leo diseberang telepon. "Apa kamu sudah memberikan undangan untuk Nidya ke acara besok malam?" "Sudah, tapi Nidya menolak untuk datang." "Bagaimana bisa, itu acara atasannya kenapa dia tidak datang?" "Nanti akan aku hubungi lagi." Mat beranjak dari ranjang kemudian pergi dari apartemen Nidya. Ditempat lain, Leo kalang kabut. Ia belum memberitahu Nidya dan ponselnya saat ini mati. "Kemana dia, kalau dia tidak datang bisa mati aku," gerutunya. "Ada apa Leo?" tanya Sabrina. "Ah, bukan apa-apa," jawabnya. Leo mengikuti Sabrina yang sedang mengatur meja serta dekorasi untuk acara Mat besok malam. Tak hanya acara anniversary pernikahannya saja, tapi acara itu juga menjadi ajang pertemuan para pebisnis. *** Nidya turun dari mobilnya dengan Gaun berwarna merah muda, menampilkan bahu mulusnya. "Kamu sangat cantik," puji Alex yang sudah menunggu kedatangan Nidya. Nidya menyambut tangan Alex yang terulur menunggu ia genggam. Keduanya lalu masuk ke ballroom. "M&D Corp, tunggu apa ini acara Mat?" batin Nidya saat melihat banner yang dipajang di pintu masuk. "Hei, kenapa berdiri saja. Ayo, masuk!" ajak Alex. Nidya merasa begitu gugup, ia yakin jika acara itu bukan hanya pertemuan para pebisnis tetapi juga acara anniversary pernikahannya Mat dengan Sabrina. “Apa kamu gugup?” tanya Alex. “Apa terlihat jelas. Aku baru pertama kali ikut ke acara seperti ini dan aku sangat gugup,” kilah Nidya. Bukan itu yang membuatnya gusar, ia hanya tidak ingin bertemu dengan Mat dan Leo yang mungkin akan membongkar penyamarannya. Alex menyunggingkan senyum, ia melihat ke sekeliling seperti mencari seseorang. "Alex." Suara barton menginterupsi keduanya. Sesaat Nidya terdiam, ia mengenali suara yang memanggil pria yang berada di sampingnya. "Hai, Mat." "Kenapa kamu tidak memberitahuku kalau mau datang," ucap Mat. Matanya beralih ke sosok wanita yang berada di belakang Alex. Seolah tahu apa yang sedang di pikirkan Mat, Alex lalu menggeser tubuhnya kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Nidya. "Perkenalan, ini Nidya. Kekasihku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD