INAD 1
" Satu milyar!"
" Satu milyar lima ratus juta!"
" Dua milyar!"
"Dua milyar tujuh ratus juta!"
"....."
"Ada lagi yang ingin menawar?"
Suara itu samar-samar Qian dengar walaupun tidak jelas. Tangannya seperti biasa tengah terikat oleh rantai yang sangat berat, disatukan dengan kakinya yang tanpa alas. Dirinya kini tengah berbaring lelah dalam kandang akibat efek obat yang diberikan pada pemburu yang berhasil menangkapnya waktu itu. Ia diperlakukan seperti hewan semenjak tertangkap, walaupun nyatanya ia memang setengah hewan.
Mata biru terangnya tampak kosong saat ia memandang jeruji besi yang mengurungnya kali ini. Ukurannya sangat kecil, hanya cukup baginya untuk meringkuk didalam kandang karena takut akan suara berisik yang bersahutan di sekitarnya.
"Sepuluh milyar!"
Suara riuh penonton terdengar samar di telinga Qian. Matanya masih berkunang-kunang dan kepalanya terasa begitu pusing. Dia bahkan tidak mampu untuk berteriak minta tolong sedikit pun kini.
Anggota packnya telah dibantai habis oleh para pemburu. Kemana lagi dia harus pergi setelah ini?
"Terjual!"
Kandang Qian tiba-tiba saja berpindah setelah teriakan senang itu menggema di telinganya. Seseorang membuka kandang yang dia tempati dengan kasar setelahnya, lalu tangannya ditarik paksa oleh seseorang berbadan kekar yang tidak bisa Qian lihat dengan jelas wajahnya.
"Hati-hati. Akan kupotong tanganmu jika dia sampai terluka," ancam pria rapi yang kini memandang rumit Qian yang masih tidak bereaksi. Beruntung pria kekar itu mau mendengarkan ancaman pria bersuara dingin tersebut. Dia berusaha membuat Qian berdiri, walaupun badan kurus itu sedikit terhuyung saat kedua kakinya kembali menapak di atas lantai.
"Werewolf Omega. Kamu beruntung bisa dibeli dengan mahal anjing," sarkas pria kekar tersebut sambil menyerahkan Qian pada pria berbadan tegap tersebut. Pria itu menerima Qian dengan kedua tangannya, sebelum dia menyerahkan lagi tubuh mungil itu pada pria kacamata yang mengikutinya ke tempat pengambilan barang ini.
Tubuh Qian dengan cepat berpindah lagi pada pria berkacamata yang menggunakan kain hangat untuk menutupi tubuh Qian. Mereka segera keluar tanpa mengatakan apapun lagi, menggendong Qian kecil yang tertidur dalam dekapan pria berkacamata itu dengan hangat.
***
Mata biru Qian terbuka saat matahari mulai melesak masuk melalui gorden besar hitam yang menutupi jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan kota yang begitu indah. Qian mencoba bangkit perlahan-lahan, namun kembali tertidur saat tubuhnya terasa begitu sakit di seluruh bagian tiap kali dia berusaha menggerakannya.
"Bagaimana keadaanmu?" bariton dingin itu mengusik ringgisan Qian yang sedang meratapi nasibnya yang sangat buruk. Tidak perlu waktu lama sebelum mata Qian bertemu dengan mata hitam lelaki berwajah datar yang kini memandanginya.
"Kutanya sekali lagi, bagaimana keadaanmu?" ulang lelaki tersebut lebih tegas lagi. Qian segera beringsut takut saat tangannya berusaha menutupi tubuh kecilnya dengan selimut yang hangat.
"Se-sedikit pusing," jujur Qian takut-takut. Lelaki itu perlahan menjulurkan tangannya untuk memegang dahi Qian, berdecih sedikit lalu pergi keluar untuk memanggil seseorang tanpa mengatakan apapun pada Qian.
Dia datang kembali dengan lelaki berkacamata yang menggendong Qian keluar dari tempat pelelangan waktu itu. Wajahnya terlihat jauh lebih lembut daripada lelaki sebelumnya, dan segera berjalan menuju Qian yang tengah meringkuk takut di tempat tidur.
"Periksa dia Zen, badannya terlalu dingin untuk ukuran anjing," ujar pria tersebut dingin. Anjing? Telinga Qian rasanya gatal sekali mendengar panggilan pria menakutkan itu pada dirinya.
"Aku.... Bukan..... Anjing...." lirih Qian takut-takut. Matanya tidak berani memandang sosok pria sombong yang terlihat kapan pun bisa memakannya hidup-hidup.
"Lalu kamu ini apa?" tanyanya lagi. Qian terdiam cukup lama, sebelum menjawab dengan suaranya yang rendah.
"Aku.... Werewolf," ujarnya sedikit bingung.
Bukankah pembelinya itu seharusnya sudah tahu kan siapa Qian sebenarnya? Untuk apa sebenarnya lelaki ini bertanya lagi padanya?
Pria tersebut mendengus, memandang Qian dengan tatapan mengejek yang terlihat sekali.
"Bagiku kamu hanya seekor anjing bocah, tidak peduli kamu suka panggilanku atau tidak," finalnya kejam. Qian menunduk mendengar ultimatum itu. Sebenarnya dia ingin membalas namun terlalu takut untuk memandang wajah dingin yang nampak berkuasa itu.
"Sudah jangan kamu goda dia lagi Kakak. Nah, sekarang siapa namamu manis?" tanya pria berkacamata itu ramah sambil merapihkan rambut Qian yang kusut dan berantakan.
"... Qian.." jawab Qian pelan. Setidaknya lelaki berkacamata ini memiliki perangaian yang lebih baik dari seseorang yang dia sebut sebagai 'Kakak'.
"Nah Qian, namaku Zen dan dia kakakku, Val. Sebelumnya, aku ucapkan selamat datang ke pack The Silver Moon yang kini akan menjadi rumah masa depanmu. Ah, ngomong-ngomong, kakakku itu Alpha terkuat di pack ini, plus pemimpinnya tentu saja. Dan kau, orang yang baru saja diselamatkannya merupakan seseorang yang selalu inner kakakku bilang sebagai matenya, yang menjadikanmu sebagai Luna masa depan disini. Apa kau paham?"
Qian terdiam mendengar ucapan Zen yang terlampau cepat seperti seorang rapper. Mate? Luna? Werewolf?
Jadi lelaki didepannya ini werewolf sama seperti dirinya?! Dan dia, dia dengan santai memanggilnya seorang anjing?!
"Kamu membuatnya terlihat seperti orang i***t Zen. Lupakanlah, tidur untuk saat ini dan pulihkan kembali energimu. Jangan terlalu kau pikirkan kata-kata yang baru saja adikku katakan"
Mata Qian beralih malu-malu pada pria dingin yang dipanggil Val itu. Diakah matenya? Mimpi apa Qian semalam hingga matenya merupakan Alpha dari sebuah pack besar? Pack impian yang menjadi sasaran naungan semua werewolf di luar sana.
Yah, walaupun dia terlihat menakutkan dan senang berkata buruk tentangnya.
"Tidur," perintah Val lagi. Kali ini Qian tidak berontak, mencoba untuk menutup matanya walau sesekali dia menyempatkan dirinya untuk mengintip pria yang mengaku sebagai alphanya ini.
"Tidur Qian," tegas Val lagi. Pria itu bukannya pergi malah terus duduk di pinggir ranjang dan menatap Qian tanpa berkedip sedikit pun. Kali ini Qian tidak mencoba untuk menutup matanya, dan malah perlahan mencoba untuk duduk kembali.
Kepalanya masih tertunduk ke bawah, sebisa mungkin mengigit bibirnya untuk mencegah isakan.
Berada disini membuat Qian ingat pada keluarganya, yang selalu tidur menemaninya ketika dia lelah ataupun ketakutan.
"Jika kamu ingin menangis, menangislah. Jangan menyiksa bibirmu seperti itu. Tidak ada yang akan melarangmu untuk menangis di kamarmu sendiri," ujar Val acuh. Mata Qian semakin berair, sebelum sebuah isakan kecil perlahan keluar dari bibirnya.
"Mereka merupakan keluarga yang baik..... Alphanya adalah orang yang mau mengambilku kedalam keluarganya walaupun tahu aku ini hanya werewolf buangan.... Hiks, mereka itu keluargaku yang paling berharga.... Padahal aku sudah berjanji akan melindungi mereka saat besar nanti... Hiks, kenapa aku harus terlahir sebagai setengah werewolf?" tanya Qian dengan suaranya yang lirih. Tangannya yang halus ia gunakan untuk mengusap air matanya. Tidak peduli bahwa saat ini Val masih disana dan terus mendengarkan keluh kesahnya dalam diam.
Perlahan sepasang lengan kekar menarik Qian kedalam pelukannya. Wangi pinus menyeruak memasuki indra penciumannya. Qian mendongkak, melihat wajah Val yang masih datar walaupun tatapannya kini sudah sedikit melembut.
"Jangan salahkan darahmu sendiri atas semua yang terjadi. Salahku karena datang terlambat, padahal kau adalah Luna dalam pack ini," ujarnya lembut. Wajah Qian semakin memerah, tanpa malu menumpahkan semua ketakutannya pada lelaki yang baru bicara padanya kurang dari satu jam yang lalu.
Qian terus menangis sampai suaranya serak dan akhirnya tertidur nyenyak dalam dekapan Val. Tubuh kecilnya meringkuk nyaman, sesekali menggosokan hidungnya pada d**a Val untuk mencari rasa aman. Val masih memandang datar, tidak percaya bahwa matenya adalah bocah cengeng seperti anak ini.
Dia imut dan lucu, namun..... Ayolah, dia lemah jika diminta berurusan dengan anak kecil seperti ini. Dia bukan p*****l, bukan juga penyuka keributan yang biasa ditimbulkan anak-anak.
"Dia sudah tidur?" Zen yang sempat kembali lagi sambil membawa handuk hangat dan perlahan mengusap dahi Qian agar tampak nyaman.
Val hanya mengangguk kecil, sementara matanya tetap setia memperhatikan wajah muda yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.
Sebulan yang lalu, dirinya sudah cukup terkejut saat inner werewolf miliknya tiba-tiba berteriak ditengah jalan hutan yang sepi, mengatakan bahwa didalam hutan besar itu ada matenya yang tengah memanggil mereka karena butuh pertolongannya. Setelah lama mencari, Val malah menemui titik buntu karena desaa yang berhasil dia temui di hutan hanya berisi tumpukan mayat tanpa mayat matenya diantara mereka. Pencarian terus berlanjut, sampai Val harus menghadiri acara pelelangan untuk mendapatkan bocah ini.
Di dunia modern, werewolf memang menjadi mahluk langka yang diperlakukan layaknya hewan. Populasi yang semakin menurun akibat pemburuan memaksa werewolf untuk menyatu dengan manusia dan menyembunyikan identitasnya.
Pack Silver Moon adalah salah satu pack terkuat yang ada di negara ini. Mereka tidak tergoyahkan sehingga banyak werewolf menggantungkan hidupnya agar bisa masuk sebagai bagian dari pack.
"Nah kakak, aku sudah selesai. Kau tahu, wajahnya imut sekali saat sedang tidur begini. Ah.... Kenapa dia harus jadi matemu sih? Padahal dia ini tipeku sekali" sungut Zen kesal sambil merapihkan alat mengompresnya.
Val masih datar, berjalan keluar sebelum berbalik untuk mengatakan sesuatu.
"Jangan macam-macam, dia itu mateku Zen"
To be continued.......
Silahkan tekan love sebagai bentuk dukungan untuk Saya^^