16 - Pengakuan Mengejutkan Kirana

1333 Words
Bab 16- Pengakuan Mengejutkan Kirana “Kalian sudah saling mengenal?” Ulang ayahnya. “Iya,” jawab Ragendra. “Tidak,” jawab Kirana. “Jadi siapa yang benar?” Ayah menatap keduanya bergiliran. Kirana tersenyum masam, di mendelik kepada Ragendra dengan sangat kesal. Sementara itu, Ragendra malah menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapi itu. Membuat, Kirana semakin kesal, karena giginya tak sebagus milik Ragendra. “Apa dia pernah sakit gigi?” dalam hati, dia bertanya kepada diri sendiri. Eh, sungguh dia gak jelas, malah mempertanyakan soal gigi, hehehe. “Di dia emh. dia mantan suamiku,” jawaban Kirana membuat semua yang ada di dalam ruangan itu terkejut luar biasa. “Apa!” pekik semuanya kaget. Sedangkan Arsha, anak itu dari tadi sudah ditidurkan di dalam kamar oleh ibunya Kirana saat masuk ke dalam rumah. Ayah Kirana, memang tidak terlalu parah. Hanya sedikit lecet dan luka di beberapa bagian kakinya saja. Dimas sampai terjengkit kaget dan berdiri dari duduknya. “Kamu serius? Dia ayahnya Arsha?” tatapan matanya menyorot dengan tak percaya. Kirana tersenyum kikuk, dia tak pernah berbohong kepada siapapun sebelumnya. Tapi, hari ini, dia berbohong kepada banyak orang. Dia bahkan sepertinya akan terus menambah kebohongannya itu. “I iya, Kak Dim, Aku sama Tuan Gen, emh maksudku Gendra sudah menikah sebelumnya. Nikah siri saja,” ucapnya pelan dan gugup, kentara sekali sedang berbohong. Sebenarnya, dia sangat takut sekali kalau Ragendra tak mendukung kebohongannya, dan malah marah. Lalu mengatakan yang sebenarnya di depan semuanya, jika terjadi seperti itu maka dia akan sangat malu sekali. ‘Gendra, tolonglah kali ini saja, tolong demi aku!’ gumamnya dalam hati. Tapi sesat kemudian dia meralat perkataannya itu, ‘eh bukan demi aku, tapi demi Arsha anakku’ kedua tangannya saling meremas kuat dan kakinya mulai gemetar. Dimas mengembuskan napas pelan dan dalam, kemudian duduk kembali di tempatnya dengan raut muram, tapi sesat kemudian raut wajahnya berubah segar kembali. Entah apa yang ada dalam pikiran Dimas saat ini. Sementara itu, Ragendra dan Deri tampak syok dan terkejut mendengar pengakuan Kirana. “Tuan, apa ini…?” Deri belum selesai bicara, tapi dia sudah menghentikan niat bertanyanya. Karena, Ragendra menatapnya tajam dan memberi isyarat dengan gerakan tangan, agar Deri tak lanjut bertanya lagi. “Nak Gendra apa ini benar?” tanya Ayah Kirana dengan tatapan penuh rasa penasaran, bahkan kedua telapak tangannya tampak meremas kursi yang diduduki saking terkejut, marah dan kecewanya. “Maaf,” hanya itu ucapan Ragendra. “Maaf? Artinya benar? Pantas saja Arsha sangat mirip denganmu,” kekeh Ayah Kirana dengan tawa miris penuh kesedihan. Semua tiba-tiba hening. Ibu Kirana tampak menunduk dengan tangan yang memeluk lengan suaminya, air mata luruh dengan cepatnya dan terus mengalir bak sungai nil. Kirana menunduk dalam dengan tetesan air mata bersalah, kebohongannya semakin lama semakin banyak saja, dia sungguh menyesal. Mau juju? Tentu saja mau, tapi waktunya bukan sekarang saat ada Dimas dan juga Deri. Dia akan merasa malu sekali! “Sekarang sudah larut, istirahatlah dulu. Masalah ini kita akan bicarakan lagi besok pagi,” ujar Ayah, yang memutuskan untuk menenangkan diri, apalagi dia masih merasakan tubuhnya yang tidak nyaman pasca kecelakaan siang tadi. “Kirana, siapkan kamar untuk suamimu, eh mantan suamimu,” ralat Ayah Kirana, dalam hatinya dipenuhi banyak pertanyaan tentang bagaimana mereka bisa menikah tanpa memberitahukan kepada dirinya. Lalu, tahu-tahu bawa anak, dan sekarang mengatakan sudah bercerai. Bahkan ternyata yang menyelamatkannya adalah mantan suami anaknya itu, yang tadi menolongnya. Bahkan, pria bernama Ragendra itu sampai tidak mengenali anaknya sendiri. Apakah mereka berpisah saat Arsha masih bayi? kenapa bisa berpisah? Apa salah Kirana? Apa jangn-jangan Ragendra berselingkuh? Semakin banyak saja pertanyaan itu, hingga kepalanya pusing dan akhirnya memutuskan untuk tidur dulu. Daripada nanti otaknya semakin panas, lalu membuatnya ingin meledakkan amarah kepada Ragendra. Setelah mendengar perkataan Kirana, Ayah Kirana jadi kesal kepada Ragendra. Dia membayangkan betapa sulitnya Kirana merawat anak selama ini, sendirian, tanpa suami, tanpa keluarga, huuuhh. “Izinkan saya bicara sebentar dengan Kirana dari hati ke hati,” ujar Ragendra sebelum semuanya bubar. “Baiklah, tapi harus ditemani, tidak boleh berdua saja,” jawab Ayah Kirana. Mulut Dimas sudah terbuka hendak mengatakan kalau dirinya siap menemani. Tapi, sayang keduluan oleh Deri. “Saya saja Pak, saya kan Aspri Tuan Gen, jadi biar saya saja,” tegas Deri. Kirana mengerucutkan bibir, dia jadi ingat kalau dia dipecat Ragendra gara-gara menggoda Deri. “Baiklah,” jawab Bapak. “Saya nggak mau bicara sama dia Pak,saya mau menjaga Arsha,” ujar Kirana yang kesal saat ingat kata dipecat. Ragendra menatap Kirana dengan mata memicing, bibirnya tersenyum tipis. “Ayah tak tahu masalah apa yang membuat kalian berpisah, tapi bicaralah baik-baik. Ini demi anak kalian,” ujar Ayah dengan bijak. Mendengar perkataan Ayah Kirana, hati Ragendra menghangat. Bibirnya menyunggingkan senyuman. “Ayah,” gumam Kirana pelan, sedikit kesal juga karena seolah ayahnya membela Ragendra. Dan akhirnya, disinilah Kirana berada. Di halaman depan rumah, duduk di atas sebuah saung kecil terbuat dari bambu, yang biasa digunakan untuk santai. Kalau orang kaya punya gazebo, nah semacam itulah hanya dalam versi lebih sederhana, minimalis dan low budget. Sementara itu, Deri memperhatikan dari teras. “Ayo menikah saja?” Ragendra menggenggam tangan Kirana. Kirana gelagapan dan gugup luar biasa, dia melepaskan genggaman tangan Ragendra. “Kenapa mengajakku menikah? Anda aneh Tuan!” Kirana mendengus kesal. “Demi anak kita,” ucap Ragendra yakin. “Anak? Dia anak saya, bukan anak anda!” ketus Kirana. “Sebanyak apa kamu akan berbohong lagi? Semakin lama, kebohongan lainnya akan mulai muncul. Hentikan sekarang sebelum semuanya terlambat,” ujar Ragendra dengan dewasa. Kirana mengembuskan napas gusar,raut wajahnya tampak cemas. “Ayo kita akhiri semuanya,” lanjut Ragendra. “Menikahlah denganku sekarang juga. Anggap saja kamu bertanggung jawab padaku atas perbuatanmu di masa lalu itu, yang sudah memper…” ucapan Ragendra terputus. Kirana membekap mulut Ragendra dengan telapak tangannya. “Diam, nanti ada yang dengar!” rasanya dia sudah mau menangis mendengar perkataan Ragendra. Ragendra melepaskan bekapan tangan Kirana dengan lembut. “Bekap saja aku dengan bi…” lagi-lagi ucapannya terhenti. “Dasar bocah m***m!” cibir Kirana kesal. “Bocah? Bocah ini sudah pernah coba bikin bo…” dan lagi, Kirana menghentikan ucapan Ragendra. “Cukup! Kalau bicaramu cuma itu saja, Aku mau tidur dulu!” rajuk Kirana dengan sangat jengkel sekali. Ragendra tertawa renyah, menggoda Kirana rupanya sangat menyenangkan juga. Ah, dia jadi merasa gemas sekali. “Sayang ayo nikah,” sengaja, Ragendra berkata dengan nada manja. “Kamu nyebelin banget sih,” rengek Kirana, malah dia yang menjadi seperti anak kecil. “Menggemaskan,” gumam Ragendra. “Apa!” bentak Kirana. “Galak amat,” kekeh Ragendra. “Jadi bagaimana?” Ragendra kembali bertanya. “Apanya yang bagaimana?” Kirana mengerutkan dahi. “Mau menikah denganku?” tanya Ragendra. Kirana tersenyum masam. “Tidak,” jawabnya. “Kakak kamu jahat banget menolak pemuda sepolos Aku,” sengaja Ragendra berkata ala aktor korea di film drakor. “Ish apaan sih lebay,” tapi bibirnya tersenyum, merasa lucu dengan sikap Ragendra. Mata mereka bertemu. “Kalau Aku bilang Aku jatuh cinta sama kamu, apa kamu mau nikah sama Aku?” sungguh sebuah pertanyaan yang membuat Kirana terkejut. “Jangan bercanda,” cibir Kirana, tapi hatinya berdebar tak karuan. “Aku serius,” dengan tatapan mata yang dalam. “Hehehe.” Kirana menggaruk pipinya, dia jadi salah tingkah dengan pipi merah merona. Tapi, sesaat kemudian, Kirana ingat Lolita. “Ish sudah punya pacar juga, masih bisa ngegombal,” cibirnya, sengaja agak keras, supaya Ragendra bisa mendengarnya. Raut wajah Ragendra berubah. Kirana bisa melihatnya dengan jelas. “Lolita itu bukan pacarku, dia yang terus mengejarku. Dan Ibu yang terus berusaha menjodohkan kami,” ujar Ragendra mengklarifikasi. Mendengar perkataan Ragendra, hati Kirana sedikit menghangat, bibirnya tersenyum setipis tisu. “Senang mendengarnya hem?” goda Ragendra dengan seulas senyuman tipis, dan mata yang menatapnya hangat. “Apaan sih, sok tahu.” Kirana menoleh ke arah lain untuk buang muka, karena merasa malu sendiri. Ragendra tersenyum. “Jadi mau kan nikah sama Aku?” tanyanya. Kirana menatap Ragendra. Ragendra balas menatapnya. “Aku…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD