Sembilan

1686 Words
“Kamu mau lihat mermaid?” tanya Calvin ketika mobil besarnya melaju menuju pusat ibu kota. Bella, putri kecilnya yang duduk di carseat itu mengangguk. Dia sudah memakai pakaian sangat rapih bergambar mermaid yang lucu. Dia juga memakai mahkota kecil sebagai penghias rambutnya. Mereka berdua duduk di tengah, sementara Anggita duduk di belakang. Membawa tas besar dengan berbagai perlengkapan Bella. Dibanding ibunya, dia benar-benar lebih mirip pengasuh. Sepertinya pun Calvin masih sedikit marah dengannya, sikapnya sangat dingin sejak menjemput mereka tadi. “Kalau mau lihat pertunjukan putri duyung, kita bisa menjadwalkan ke luar negeri, lebih luas dan bagus pastinya, banyak hewan lautnya,” tutur Calvin. “Aku mau ke tempat yang Jesslyn bilang papa, dia ke sana sama papa mamanya minggu lalu,” tutur Bella. “Kamu pikir gampang ke luar negeri? Kita kan enggak tahu sanitasinya bagaimana? Apa cuacanya bagus untuk kondisi Bella?” rutuk Anggita dari arah belakang. Calvin hanya melirik dari ekor matanya saja. “Kalau perlu kita ajak serta dokter anaknya, kalau dia memang mau?” ujar Calvin tanpa menoleh sedikit pun membuat Anggita masam. “Memangnya dia enggak sibuk?” sungut Anggita. “Memang siapa bilang mau ajak dokter laki-laki itu? Kan kita bisa ajak dokter anak yang sebelumnya,” ungkap Calvin. Anggita hanya memutar bola matanya, memang dengan uang Calvin segalanya sangat mungkin. Termasuk mengajak serta dokter anak dan keluarganya. Namun persiapan tidak hanya dengan uang kan? Mendengar perdebatan kecil itu membuat Bella sedikit murung. Dia menunduk, melihat kuku-kuku jarinya yang bersih itu. “Mama papa berantem lagi?” tanya Bella pelan. Calvin menoleh pada Anggita dan melempar tatapan permusuhan. Anggita pun memelototkan matanya pada Calvin. Calvin memegang tangan Bella dan menangkup dagu putrinya agar melihat ke arahnya. “Itu namanya diskusi, Sayang. Maaf ya kalau papa terlihat marah dengan mama,” ucap Calvin. “Miss bilang kalau diskusi enggak boleh pakai nada tinggi,” tutur Bella dengan mata berkaca-kaca. Calvin melepas seat beltnya dan memeluk putrinya. “Maaf ya,” ucap Calvin. Hati Anggita terasa mencelos melihat itu, namun otaknya berkeras untuk tidak meleleh melihat perbuatannya. “Pak, kita sudah memasuki kawasan ancol,” ujar sopir yang membawa mobil di depan. Calvin melepas pelukan Bella, dia membuka kaca jendela, mobil melaju di pesisir pantai. Bella terlihat tersenyum lebar melihat laut yang berada tak jauh dari mereka. Calvin mengusap rambut putrinya yang terasa halus itu dengan lembut lalu mengecup keningnya. Bella menyiapkan barang-barang di tas gendong bergambar princess itu. Sesampai di pelataran Ocean Dream Samudera Ancol, Calvin melepas sabuk pengaman Bella dan dia turun lebih dulu, membantu putrinya turun. Dia berniat menggendong Bella namun Bella menolak. Anggita keluar belakangan, menenteng tas Bella hingga Calvin memegang tas itu dan mereka saling tarik. Bella menoleh ke arah mereka dan Anggita memaksakan senyumnya seraya melepas tasnya hingga Calvin mengendurkan talinya agar memanjang dan memakainya. Dia menuntun tangan Bella menuju pembelian tiket. Bella juga menggenggam tangan ibunya sehingga mereka berjalan bersisian bertiga, Bella melangkahkan kaki dengan sangat riang, tampak sekali bahwa dia sangat senang bisa jalan bersama kedua orang tuanya. “Tunggu sebentar,” ujar Calvin, membeli tiket masuk untuk mereka bertiga. Bella menoleh pada ibunya. Anggita tersenyum pada Bella dan menyelipkan rambut putrinya ke balik telinga. “Bella senang?” tanya Anggita. “Ya, Mama, karena aku mau bertemu mermaid,” ucap Bella. Calvin datang membawa tiga lembar tiket lalu kembali menuntun Bella menuju pintu masuk. Petugas memeriksa tiket mereka dan mempersilakan masuk. “Masih ada waktu satu jam setengah sebelum pertunjukan di mulai, mau main dulu?” tanya Calvin pada Bella. Selain pertunjukan hewan laut yang ada di dalam sini, ada juga beberapa wahana permainan khusus anak-anak. Bella mengangguk dan menunjuk satu wahana permainan. Calvin mengajak Bella ke sana, Anggita tidak ikut naik. Dia hanya mengambil gambar dan video seperti yang diminta Calvin dengan kamera ponsel Calvin yang dipegangnya. Hari ini tidak terlalu ramai pengunjung, mungkin karena belum masuk liburan sekolah. Padahal biasanya cukup banyak yang berkunjung, terlebih jika ada acara dari taman kanak-kanak seperti pertunjukan drum band dan sebagainya, sebagian dari mereka bisa dipastikan ke tempat ini. Bella benar-benar terlihat senang, dia turun dari wahana sambil terus tertawa. Lalu mereka berjalan menuju tempat Mermaid Show, di dalam sudah ada banyak anak-anak dan keluarga mereka. Calvin duduk di samping Anggita seperti orang tua lain, sementara Bella sudah maju ke dekat kaca untuk melihat akuarium raksasa tersebut. Pertunjukan akan dimulai, semua anak diminta duduk dekat orang tua mereka. Bella duduk di pangkuan Calvin. Dan seorang wanita memakai kostum putri duyung masuk ke dalam akuarium, menyapa para pengunjung. Dia menahan napas dengan sangat lama, melenggok ke kanan dan kiri. Bella terlihat terpukau, matanya berbinar dan dia melambaikan tangan pada wanita berkostum tersebut. Hal itu diabadikan oleh Calvin untuk kenang-kenangan nantinya. Ternyata tidak hanya ada satu mermaid, namun ada beberapa yang turun, di akhir acara, bahkan ikan-ikan pun tampak dilepas dan bermain bersama para mermaid. Musik yang mengiringi membuat suasana tampak memukau. Bella terus bertepuk tangan gembira. Anggita memegang tangan Bella, tak sengaja bersentuhan dengan tangan Calvin hingga dia menarik tangannya. Acara tersebut selesai dan para pengunjung boleh meninggalkan tempat itu, menuju tempat pertunjukan lainnya. Sesuai jadwal mereka akan melihat pertunjukan lumba-lumba. Tempat itu belum terlalu ramai, sengaja Calvin mengajaknya masuk lebih awal agar bisa duduk di depan. “Capek enggak?” tanya Calvin pada Bella yang duduk di antara mereka berdua. “Enggak, aku senang, aku mau jadi mermaid kalau sudah besar,” ucap Bella riang. “Kalau begitu kamu harus belajar renang, ambil lisensi,” ucap Calvin. “Lisensi itu apa?” tanya Bella. “Seperti izin untuk renang atau menyelam,” ucap Calvin. “Iya aku mau, aku mau,” tutur Bella riang. Calvin hanya tertawa dan memeluk bahunya erat. Para pengunjung mulai memasuki arena tersebut. Di depan ada kolam besar. Sementara pengunjung duduk di area tribun. Beruntung saat mereka masuk tadi belum ramai sehingga mereka bisa duduk di depan. Tak lama musik diputar dan dua orang yang merupakan pelatih lumba-lumba itu masuk. Memakai microphone untuk mengeraskan suara mereka. “Kita sambut teman kita,” ujar salah satu pelatih. Lalu dua lumba-luma berukuran cukup besar masuk dan berenang. Semua penonton tampak terpukau. Tidak hanya berenang, lumba-lumba itu juga bisa berjoget dan melucu hingga Bella dan penonton anak-anak lain tertawa. Di akhir acara pengunjung boleh berfoto dengan lumba-lumba itu. Calvin tentu saja mengambil kesempatan ini untuk memotret Bella dengan lumba-lumba, lalu mereka berfoto bertiga. “Papa nanti fotonya dicetak ya, yang besar, aku mau taruh kamar,” pinta Bella ketika mereka keluar dari arena pertunjukan tersebut. Calvin tentu saja mengiyakan. Setelah makan siang, mereka kembali melihat pertunjukan lain seperti singa laut. Lalu mereka pulang di sore hari. Namun Bella meminta berhenti dekat pantai. Dia ingin bermain pasir sebentar. Mobil pun berhenti dan Calvin mengajak putri serta mantan istrinya itu turun. Bella segera berlari menuju pasir dan bermain pasir. Calvin menemaninya sementara Anggita memilih duduk di atas bebatuan yang dibuat seperti teras. Dia memesan dua minuman. Satu diberikan pada Calvin, lalu dia kembali duduk menikmati angin pantai di sore hari. Bella bahkan membeli mainan untuk bermain pasir dan Calvin duduk di dekat Anggita, memperhatikan Bella yang sibuk bermain, ada satu anak perempuan seusia Bella menghampiri Bella dan mereka bermain pasir bersama. Bella memang cepat akrab dengan orang lain. Terutama anak seusianya. “Makan malam dulu sebelum pulang,” tutur Calvin tanpa menoleh. “Ya, boleh,” ucap Anggita. Calvin meneguk minuman bersodanya. Hari sudah hampir petang, dia mengajak Bella pulang. Bella memberikan mainan itu pada anak tadi yang masih asik bermain. Dia pun pamitan pada anak itu dan menuju mobil. Anggita membersihkan tubuh Bella dari pasir sebelum mobil kembali melaju. Memberikan Bella air minum khususnya. “Kita makan malam dulu sebelum pulang, ya,” ajak Calvin pada Bella. Bella mengiyakan meski sorot matanya tampak kelelahan. Calvin mengajak makan di restoran yang masih di kawasan Ancol. “Kamu ingat, dulu ketika kamu hamil kita makan di sini?” tanya Calvin pada Anggita. “Hamil Bella?” tanya Bella. “Iya, mama ngidam makanan laut dan pengen makannya di sini,” ucap Calvin. Bella menoleh pada ibunya. “Mama suka suasananya,” tutur Anggita. “Habis itu kita jalan-jalan di pantai tempat tadi Bella main, suasana malam sangat indah,” kenang Calvin. “Enggak perlu diingat lagi,” ucap Anggita pelan. “Enggak apa-apa, Bella juga perlu tahu bahwa enggak semua yang terjadi adalah hal buruk,” ucap Calvin. Anggita hanya menarik napas panjang, lagi pula Bella tak memperhatikan mereka kini. Makanan yang dipesan mereka datang, cukup banyak seperti kebiasaan Calvin yang menurut Anggita boros. Anggita mengambil daging ikan dengan sangat hati-hati, lalu Calvin menarik piring ikan Gurame goreng itu membuat Anggita meliriknya tajam. Dengan tangannya dia mengambil hanya daging ikannya saja lalu memberikan ke piring Anggita. “Thanks,” ucap Anggita pelan. “Aku hanya enggak mau kamu heboh karena menelan duri ikan,” cebik Calvin membuat Anggita mendengus. Memang sejak kapan dia heboh karena menelan duri ikan? Ah iya dulu waktu hamil sekali, waktu habis melahirkan sekali, dan ketika menyusui Bella sekali. Namun jika diingat-ingat memang dia selalu ribet saat makan ikan karena dia kesulitan memisahkan duri dari dagingnya dan dia bisa menangis histeris jika tak sengaja memakan durinya. Bella lebih banyak diam, sepertinya dia mulai lelah. Karena itu, setelah makan dan Anggita membersihkan Bella. Calvin menggendongnya menuju mobil. Sesaat setelah duduk di carseat, dia pun tertidur pulas. Syukurlah dia sempat meminum obatnya tadi di restoran. “Capek banget, Bella,” ucap Calvin memegang tangan putrinya. “Ya, tapi seenggaknya dia punya cerita untuk di sekolah besok. Jangan lupa dicetak foto-foto Bella tadi,” tutur Anggita. Calvin mengiyakan, mengirim foto-foto dari ponselnya ke nomor asistennya. Besok dipastikan foto itu sudah sampai di rumah Anggita. “Dan ingat, besok aku ke kantor kamu untuk wawancara,” tuding Anggita. “Aku lupa, besok harus ke luar negeri,” ujar Calvin. “Calvin!” geram Anggita. “Ada waktu pagi jam sembilan sampai jam sepuluh, jangan terlambat.” Calvin kembali bersikap dingin, Anggita hanya menatap dengan pandangan lelah. Dia seperti orang asing lagi setelah Bella tertidur. Apakah acting Calvin tadi memang sudah sebagus itu? Mengapa dia tak jadi aktor saja seperti tawaran para rumah produksi untuknya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD