Saat aku pulang sekolah, hari sudah akan berganti sore namun cuaca yang panas membuat langit seolah masih siang, jalanan masih terpauntau sedang, kendaraan belum seramai saat nanti jam16.00. Biasanya akan banyak kendaraan yang lalu lalang karena masyarakat akan pulang dari ia berkerja.
Mobil pajero putih milik Ayah yang khusus mengantarkan aku itu masuk ke halaman rumahku, rumah yang sangat luas untuk ukuran kami bertiga. Ayah membangun rumah di atas tanah 1.000 meter yang sangat teduh dan nyaman.
Aku masuk ke dalam rumah, ku lihat sepi, mungkin Mama sedang di kebun belakang merawat bunga dan tanaman kesukaannya. Saat aku hendak naik ke lantai atas terdengar suara Mama memanggilku.
“Calya, kok udah pulang? Mana pesenan Mama?” aku berhenti di tengah tangga dan menengok ke arah sumber suara dan pertanyaan Mama yang menyadarkanku bahwa tadi pagi Mama meminta tolong untuk membelikan buku cara perawatan bunga anggrek. Aku semakin marah karena kejadian tadi membuatku lupa akan pesan Mama.
“Maaf Ma, Calya kelupaan tadi ada tambahan jam pelajaran soalnya” Aku terpaksa berbohong dan tentu Mama tidak melihat mukaku yang sembab karena memang jarak kami lumayan jauh.
“Oalah, Ya sudah nak, ndak papa” Mama ke dapur tanpa bertanya lagi dan curiga terhadapku. Aku pun naik ke tangga lagi dan masuk ke dalam kamarku. Ku dorong tubuhku ke kasur dengan tas masih di punggungku. Ku lepaskan tas dari punggungku dan ku taruh asal. Aku merubah posisi tidurku yang tadinya tengkurap menjadi terlentang. Ku lihat langit – langit kamarku dan kejadian tadi terlintas lagi di pikiranku. Ku taruh tangan kananku di atas mataku sehingga aku dapat menepis kejadian tadi.
Aku hempaskan tangan kanan ku ke samping, dan semua jariku mengepal. Aku merasa tidak terima dengan kejadian pengroyokan tadi dan lebih yang aku tidak terima adalah Ciuman pertamaku yang di ambil cowok b******k, resek dan playboy yang bernama Arya.
Karena aku yang semakin frustasi kalau hanya diam saja maka aku pun memutuskan untuk mandi, semoga dengan dinginnya air akan membuat pikiranku lebih fres. Setelah mandi dan berganti baju ku lihat lagi bekas luka di mulutku yang sepertinya tidak terlihat lagi.
Ku rebahkan kembali tubuhku di kasur empuk dan ternyaman ini dan ku pejamkan mataku sebentar berharap bisa terlelap. Aku pun tertidur, hingga yang tadinya sore berganti gelap, sayup – sayup terdengar suara adzan magrib. Aku pun terbangun dari tidurku, aku menguap dan ku lihat sekelilingku dan ternyata masih di kamar. Ya iyalah, masak di lapangan hehehehhehehe aku bangun dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat magrib.
Aku keluar dari kamarku dan turun menuju mushola, sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga kami melaksanakan sholat berjamaah meski tidak rutin lima waktu. Paling Magrib, Isya dan Subuh karena kalau Dzuhur dan Ashar biasanya kami jarang di rumah.
Ku lihat Mama, Mang Ujang dan Bi Cici yang sudah ada di dalam mushola, Ayah belum ada dan kemungkinan belum pulang. Mang Ujang dan Bi Cici memangg tinggal di rumah dan mereka akan pulang kampung sebulan sekali jadi rumah tidak terlalu sepi untuk aku yang anak tunggal.
Selesai sholat Magrib kami membaca Al – Qur’an, kemudian makan malam dan melihat acara television sambil menunggu sholat Isya. Habis sholat Isya itu acara bebas sesuai dengan kesibukan masing – masing. Mama yang membaca buku atau whatsaapp dengan teman – temannya, Ayah yang lembur dengan pekerjaannya sedangkan aku dengan tugas sekolahku. Hampir seperti itu rutinitasku sehari – hari.
Aku sudah kembali ke kamarku, dan mempersipkan pelajaran untuk hari esok, mengerjakan PR dan memasukkan kembali ke dalam tas sekolahku. Aku bermain handphone sebentar, membalas w******p dari teman – temanku dan melihat i********:. Setelah capek dan sudah jam 21.00 aku pun memutuskan untuk tidur.
Ku matikan lampu kamarku dan hanya menggunakan lampu tidur, ku rebahkan kembali tubuhku dan ku Tarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhku dan aku tertidur. Semoga esok menjadi hari yang lebih indah.
Keesoknya setelah selesai mandi, sarapan dan aku sudah siapz untuk berangkat ku lihat handphone ku yang ternyata Duta whatapss bahwa ia sudah ada di depan rumah.
“Ma, Calya berangkat dulu” ku cium tangan Mamaku yang tengah asik dengan secangkir teh di teras depan rumah.
“Ma, aku berangkat bareng Duta aja ya? Tu dia udah ada di depan!” kata ku saat aku pamitan sama Mama.
“Ya, hati – hati ya nak! Ndak ada yang ketinggalan kan? Perhatian Mama kepada ku.
“Ndak kok, Ma! Assalamamualaikum”
“Wa’alaikumsalam Wr Wb” terdengar suara mama menjawab salamku dan aku berjalan ke depan rumah. Ku lihat Duta sudah di atas motornya menungguku.
“Udah lama ya?” tanyaku kepadanya
“belum kok, Ayow keburu ramai dan macet!” aku naik ke motor Rabel CMX 500 miliknya, dan aku memeluk pinggangnya dan ku tempelkan tubuhku ke punggungnya. Sekitar 30 menit kami sampai di sekolah dan banyak siswa yang antri masuk ke dalam parkiran sekolah.
Semua motor berjejer dua baris kanan dan kiri, di tengah antrian aku dan Duta akan masuk ke parkiran aku berjejeran dengan Arya, “Cih, sial sekali hari ini” batinku dalam hati dan aku terus melotot tajam ke arahnya. Ku eratkan pelukanku ke Duta dan ku lihat Arya yan melirik sekilas kemudian dia menancap tajam gasnya dan masuk duluan keparkiran.
Duta tidak bereaksi apa pun, karena dia fokus mengemudi dan setelah tak kulihat Arya, ku renggangkan kembali pelukanku. Kami pun berjalan ke ruang kelas bersama anak – anak yang lain yang sudah banyak berdatangan.
Kejadian kemarin ku anggap tak ada, sehingga aku tidak mempermasalkannya. Aku tidak bercerita kepada siapapun, baik kedua orang tuaku, temanku maupun Duta karena aku ingin melupakannya. Toh, kemarin kita sudah saling hajar, aku yakin Citra juga mengalami hal yang sama walau mungkin tidak sesakit yang aku alami.
Ku lihat Dhila sudah ada di dalam kelas, aku duduk di sampingnya. “Tumben udah datang kamu Dhil? Biasanya juga telat hehehehhehehe” tanyaku kepadanya.
“idih yang pagi – pagi udah pacarana!” ledeknya kepada ku dan akupun hanya nyengir.
Bel berbunyi, tanda bahwa pelajaran akan segera di mulai, selang beberapa menit Bapak/Ibu guru masuk ke ruang kelas yang tentu sudah siapz memberikan materi pembelajaran. Semua siswa dan siswi di kelasku memperhatikan dengan serius dan sungguh -sungguh. Hingga bel istirahat berkumandang, Bapak/Ibu guru keluar dari ruang kelas di ikuti anak -anak yang hendak akan ke kantin
“Kamu mau ke kantin ndak dhil?” karena ku perhatikan Dhila malah asik dengan handphonenya, pasti chat – chat an dengan pacarnya.
“Idih, senyum – senyum aja kayak orang gila kamu Dhil!” ledekku kepadanya karena bukannya menjawab pertanyaanku tapi malah ku lihat dia senyum – senyum aja.
“Ahhhhh, bentar Cal, eh atau aku nitip aja dech” akhirnya Dhila menjawab pertanyaanku setelah dia tersadar.
“Halah, ayow lah, bareng aja” tolakku kepada Dhila
“Lagi males ni! Kamu ajak Duta aja sana, biasanya juga gitu!” setelah mendengar tolakan dari Dhila aku pun menghampiri Duta dan mengajaknya ke kantin dan tentu dia mau – mau aja hehehhehehehhe.
Saat aku dan Duta jalan bareng menuju ke kantin ku lihat di pojokan jalan lorong ke kanti ada Arya bersama ceweknya, ku lihat bukan Citra tapi entahlah aku juga ndakkenal dan juga ndak mau tau.
Jalanku sudah mulai mendekati tempat Arya, aku pun dengan spontan menggegam tangan Duta dan tentu dia tidak menolaknya,hanya melihatku dan kami tersenyum bersamaan. Sekilas aku melirik Arya, dia juga tampak acuh dan acuh, aku akhirnya melewatinya dan membelakanginya.
Setelah lima langkah dari tempat Arya, tiba – tiba ada yang menabrakku dari belakang.
‘bbuuukkkkkk” tubuhku terdorong selangkah ke depan, karena kaget genggamanku ke Duta terlepas, aku melihat siapa orang yang menabrakku dan betapa terkejutnya aku ketika itu ulah si Arya.
“Hhhheeeiiiiii!, dia nengok dan berucap “Maaf” sambil pergi berlalu.
Dasar! ndak tau ada orang segede ini apa!, maki ku dan Duta hanya melihat sambil bilang “Udah”, dia juga udah minta maaf, mungkin ndak sengaja. Aku sewot ke Duta karena dia malah membelanya, wajar karena Duta tidak tau permasalahanku dengan Arya. Sebenarnya tadinya aku tidak ada masalah dengan Namanya Arya tapi sejak kejadian itu aku jadi sebel melihatnya dan aku memang sengaja nempel ke Duta untuk menujukkan bahwa aku suka Duta dan aku pacarnya. Berani sekali dia kemarin menciumku.
“Aahhhhh! Tidak – tidak, aku memukul kepalaku sendiri yang membuat Duta semakin kebingungan.
“Kenapa Cal? Tanya Duta melihat ku berbicara sendiri, “Eh, ndak papa kok, Ayuk” ajakku supaya tidak banyak pertanyaan dari Duta.
Akhirnya aku dan Duta sampai di kantin, aku memesan semangko bakso dan es jeruk sedangkan Duta juga sama.
“Besok malam minggu mau kemana Calya”? tanya Duta saat kami duduk di meja pojokkan. “Belum ada acara ni!, emang kenapa?” jawabku sambil melihat wajah Duta. “Ayuk besok jalan?” Duta balik melihat ke arahku, “Kemana?” sambil aku melihat handphone yang aku keluarkan dari saku bajuku.
“Biasa, nonton! Ada film bagus ni” Duta terus melihat ke arahku. “okelah” aku tanpa beralih dari pandangan handphoneku. Akhirnya pesanan makanan kami datang dan akhirnya kami menikmati makanan kami.
Tiba-tiba, Duta mengusap bibirku pakai tangannya karena bibirku belepotan, aku sekilas melihatnya dan dia pun sama, kami tersenyum bersamaan dan melanjutkan kembali makanan kami.
“Nanti pulang bareng aja ya?” Duta menawariku tumpangan, aku mengangguk tanda setuju. Selesai makan aku membelikan camilan pesanan Dhila tapi karena aku punya pacar yang sayang jadi semua yang nraktir Duta. Lumayan lah, uang sakuku utuh hehehehhehe.
Aku dan Duta kembali ke ruang kelas kami kembali dan melanjutkan pembelajaran sampai jam pulang pun telah tiba. Seperti kesepakatanku dengan Duta akhirnya aku pulang bersamanya, kami berboncengan seperti tadi pagi.
Sampai di depan pintu gerbang rumahku, aku turun dan berjabat tangan dengan pacarku, ku cium tangannya. Aku menunggu dia pergi dan melihatnya sampai motor yang di naiki Duta menghilang dari pandanganku. Saat aku hendak membalikkan badanku dan masuk ke dalam rumah, aku merasa ada seseorang yang tengah memperhatikanku.
Entah sejak kapan ada mobil pajero hitam berhenti di sebrang jalan, aku memperhatikan sekilas karena aku merasa ada yang sedang mengawasiku dari dalam mobil itu. Tak ingin banyak berspekulasi akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
Ku sapa Mang Ujang yang tengah memotong rumput dan Bi Cici yang sedang menyapu halaman.
“Bersih – bersih Mang “? Tanyaku basa basi dan beliaupun menjawab “Iya non, sudah pulang non”? “Iya, Mang” dan kami pun saling melempar senyum
Aku masuk ke rumah dan melakukan kegiatan sehari – hari ku di rumah seperti biasanya.