chapter 3 : Hutang

1065 Words
Chapter 3 : Hutang - PCC- "Archa, Ardha bangun yuk, sudah waktunya sekolah nanti telat lho," ucap Citra sembari menggoyang-goyangkan tubuh kecil bocah-bocah itu. Archa meregangkan otot-ototnya dan membuka matanya, disusul oleh adiknya Ardha yang langsung duduk di pangkuan Citra. "Baik mbak, aku mau di mandikan mbak ya?" kata anak berusia lima tahun itu. "Siap little bos," canda Citra dengan memberikan hormat pada Ardha. Archa terkikih melihat tingkah adiknya juga Citra. "Kakak mau mandi duluan? Apa Adik yang mandi dulu?" tanya Citra pada kedua anak asuhnya itu. "Archa dulu aja mbak, Ardha pasti lama mandinya. Nanti aku bawa bekal ya mbak, soalnya aku pulangnya sore, ada jam tambahan," jelas Archa pada Citra. "Siap kakak, semangat ya belajarnya biar makin pinter dan punya nilai plus," tutur Citra. Citra mengurus kedua anak itu dengan baik. Menyiapkan segala kebutuhan mulai dari hal kecil hingga besar, membantu Archa yang mulai beranjak menjadi remaja yang sempurna. Ia telah mendapatkan haid pertamanya. Dengan telaten Citra memberi tahu apa saja yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan saat masa itu tiba. Mengantar, menjemput, menyuapi, beberes rumah, memasak dan semua pekerjaan di rumah lainnya Citra berhasil melewati setiap harinya. Waktu berjalan begitu cepat, tanpa kendala tanpa masalah. Meski terkadang dia harus telat menjemput karena pekerjaan di rumah yang selalu menguras tenaganya. Archa selalu ngambek jika lama menunggu, berbeda dengan Ardha yang selalu menurut. Namun meski begitu Archa adalah anak yang baik, ia marah hanya sebentar saja. Setelah itu ia akan kembali akrab dan melupakan semuanya. Sudah satu tahun Citra bekerja dengan keluarga kecil Kasih. Citra juga belum pernah memberikan kabar pada ibu atau nenek dan kakeknya di desa. Karena Citra tak memiliki alat komunikasi. Rindu? Kangen? Tentu ia merasakan semua itu. Terkadang saat malam tiba kala dirinya terbaring air mata selalu menetes dari pelupuk matanya. Ia risau akan keadaan kedua nenek dan kakeknya. Citra tahu betul kemudahan yang dia dapat saat bekerja adalah campur tangan dari doa mereka yang selalu mengingat Citra. Lebaran tinggal menghitung hari, Citra ingin menjenguk nenek dan kakeknya. Citra mencoba untuk ijin pada Kasih. Usai membersihkan sisa berbuka ia menemui Kasih yang sedang santai di depan televisi. "Bu, maaf, saya boleh izin sebentar saja untuk menjenguk nenek dan kakek saat lebaran nanti?" izinnya pada Kasih. "Boleh dong Citra, mau berapa lama di desa?" tanya Kasih, ia menyetujui permintaan Citra. "Terima kasih Bu, hanya sebentar saja. Satu Minggu kalau boleh," imbuh Citra. "Iya boleh, nanti kamu bawa kardus yang ada di gudang itu ya, kemarin saya pack buat kamu. Saya sudah siapkan jauh-jauh hari. Saya tahu kamu pasti bakal pulang. Jangan lupa balik ya Citra," tutur Kasih. "Tentu Bu, mana mungkin saya tidak kembali, saya sudah terlanjur nyaman bekerja dengan ibu," ujar Citra. Kasih menanggapi dengan senyum merekah di bibirnya. Ia lantar beranjak dari duduknya menuju ke kamarnya. Tak lama ia kembali dengan sebuah amplop berwarna coklat tebal. "Citra? Ini untuk kamu, ini THR pertama kamu dari saya, terima kasih sudah rajin dan bekerja keras selama setahun ini," kata Kasih, ia menyodorkan amplop itu pada meja di depan Citra. "Syukurlah, terima kasih Bu, semoga rejeki ibu semakin berlimpah," balas Citra. "Aamiin Citra, dan ini gaji bulanan kamu. Ibu sama bapak juga akan berlibur sama anak-anak nanti. Karena sudah pasti anak-anak bakal rewel saat kamu tinggal," ucap Kasih. "Iya Bu terima kasih, sekali lagi saya minta maaf ya Bu jika saya jadi merepotkan ibu nanti," sesal Citra. "Tidak Citra, mereka anak-anakku. Jadi memang sudah kewajiban aku membuat mereka bahagia. Sudah saya mau kembali ke kamar." Kasih pergi meninggalkan Citra yang masih berbunga-bunga karena mendapatkan uang tunjangan hari rayanya. *** Ting ... Tong ... Suara bel yang ditekan terdengar dari kamar Citra. Ia lantas bergegas berjalan menuju pintu utama dan membukanya. Betapa terkejut dan senangnya Citra bahwa yang datang adalah ibunya. "Ibu? Syukurlah, ibu datang, Citra kangen. Duduk Bu." Citra mempersilahkan ibunya duduk di kursi teras rumah majikannya. Karena ia tak berani mengajak ibunya masuk kerumah tanpa ijin dari sang majikan. "Bagaimana keadaanmu nduk sehat?" tanya sang ibu. "Syukur, sehat Bu, ibu pripun? Bapak pundi Bu? Citra mpun ijin wasul njing mben, ibu wasul mboten?" kata Citra senang. ( Alhamdulillah sehat Bu, ibu bagaimana? Bapak mana? Citra sudah ijin pulang besok Bu, ibu pulang tidak? ) "Iya nduk, ibu balik, tapi ibu mau minta tolong sama kamu, bisa?" tanya sang ibu. "Apa Bu? Ibu boleh minta apapun sama Citra kalau Citra bisa bantu Citra bantu Bu." ujar Citra. "Jadi gini nduk, ibu itu punya hutang jadi sebelum ibu pulang harus melunasi hutang itu nduk, boleh ibu pinjam uang kamu dulu?" tanya ibu Citra. "Ibu apaan? Uang Citra kan juga milik ibu, ibu butuh berapa nanti saya ambilkan Bu, atau ibu bawa saja uang Citra. Citra masih belum membutuhkan. Selama setahun ini Citra kumpulkan semuanya Bu," tutur Citra. "Tidak-tidak nduk, ibu hanya butuh sedikit saja buat bayar hutang nak." tolak ibu Citra. "Baik Bu, saya ambilkan dulu ya. Ibu tunggu di sini." Citra masuk kedalam rumah dan kembali keluar dengan amplop coklat tebal. Ia berikan pada sang ibu, setelah itu ibunya kembali dan pulang. Mereka akan kembali ke desa bersama-sama. Sebelum Citra pulang kampung, dia mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan oleh Kasih dan keluarga saat berlibur nanti. Memasukkan baju-baju Archa dan Ardha ke koper juga baju yang telah di pilih oleh Kasih pada koper masing. "Syukurlah selesai," kata Citra. "Mbak Citra, cepat balik ke sini ya? Nanti kalau mbak Citra lama-lama aku kangen," tutur Ardha. "Iya sayang, Adik nurut ya sama mama sama papa, nggak boleh berantem sama kakak ya?" pesan Citra pada Ardha. "Iya siap mbak. Aku anak baik kan?" kata Ardha. Citra tersenyum manis mendengar kata-kata itu muncul dari mulut sang bocah. ------- Tepat jam sembilan pagi Citra keluar dari rumah sang majikan, ia menaiki becak menuju stasiun kereta. Orang tuanya sudah menunggu di stasiun. Kereta yang mereka naiki akan berangkat pukul setengah sepuluh nanti. Sesampainya di stasiun Citra langsung bertemu dengan kedua orang tuanya. Citra memeluk sang ayah yang sudah bertahun-tahun tak bertemu. Bahkan saat akan pergi kerja ia tak mampir untuk menengok sang ayah. "Nduk? Sudah besar kamu? Alhamdulillah sehat terus ya nak." kata sang ayah. "Alhamdulillah Pak, bapak juga, jaga kesehatan jangan pulang terlalu malam kalau jualan," tutur Citra. "Iya nduk, wes ayo iku keretane teko." jawab Ayah Citra. ( Iya nak, sudah ayo itu keretanya datang ) Apa yang akan terjadi selanjutnya setelah kepergian Citra? Apa yang akan di lakukan anak-anak pada kedua orangtuanya? Menurut ataukah memberontak?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD