Terjebak Di Pulau Mistis

1308 Words
Damar yang telah terbangun selama sepuluh menit, kembali mengenang apa yang dirasakannya sewaktu dia terfokus pada Pemuda yang dibawanya dengan cara melayang di udara tanpa terasa berat sedikit pun. Saat itu dia hanya merasakan dirinya mempunyai kekuatan yang luar biasa. Bisa menembus benda-benda keras seperti meja dan tembok, melayang di udara dengan beban berkilo-kilo gram, tanpa merasa berat sedikit pun, menghilang dari tangkapan mata manusia, melakukan perjalanan dalam hitungan detik pada jarak enam puluh kilo meter. Semua pengalaman baru itu, sangat luar biasa. Hanya saja, pengalaman luar biasa yang dialaminya telah merenggut nyawa seseorang, yang membuatnya merasa menjadi seorang pembunuh! Sebuah kenyataan yang tidak ingin diterimanya, sampai kapanpun. POV Hari yang cerah ketika aku mendapatkan pesan dari seorang wanita. Uh, wanita ini begitu eksotis. Kulitnya berada diantara sawo matang dan putih, agak kemerahan, Seksi alami. Wanita yang aku temui di sebuah Cafe ekslusif itu benar-benar menimbulkan minat yang dalam dari diriku. Saat itu, mungkin aku merasa kalau wanita seperti inilah yang akan menghentikan petualanganku sebagai play boy, ha ha, iyakah? Hm, wanita bagiku adalah suatu keindahan dan kenikmatan yang tidak ingin aku sudahi. So, aku akan tetap berpetualang. Pesan yang aku terima, berhasil membuat hatiku kalang kabut. Membayangkan tubuhnya yang begitu indah, tergolek diatas kasur empuk untuk kunikmati setiap inchi, membuat hasratku menggila. Aku membuka profilnya, sampai lupa menjawab pesan yang dikirimkannya, he he he. Banyak poto-poto seksi dengan kecantikan seperti Dewi, tanpa sadar, aku meneguk salivaku berulang kali. Ah, dia memang sempurna. Nama yang disandangnya pun unik, eksotis seperti orangnya, Soferina. Uh, aku harus memanggilnya apa ya? Sofie? Ferin? atau Rina? Ah Rina terlalu umum, menghilangkan kesan seksi. Ferin, ya Ferin. Oke 'kan? Dengan senang hati aku menemuinya, gadis yang telah membuatku mabuk bahkan sebelum aku menyentuhnya. "Haiiss, kau beruntung, Bro." Begitu pasti si bujang lapuk Ronald akan menggodaku. Soferina kini tengah duduk dengan anggun di depanku. Tapi kenapa aku merasa gugup ya? Aku merasakan aura magis keluar dari setiap pori-pori di tubuhnya. "Boleh aku memanggilmu Ferin?" tanyaku sekaligus untuk membantu menghilangkan kegugupanku. Ah, s**t*, wajahnya begitu mempesona ketika melemparkan senyum kepadaku. "Boleh ...," sahutnya lembut dan suaranya itu, ala maaakk, seksi habis-habisan. Kami mengobrol kesana-kemari dengan akrab, seperti sudah lama sekali saling kenal. Anehnya, jantungku ini kenapa tidak bisa tenang, desiran perasaan yang melandaku, kok kaya desiran jatuh cinta. Wah, bahaya ini. Aku tidak ingin berkomitmen dengan wanita manapun karena komitmen itu tidak jauh berbeda dengan penjara. Sementara aku adalah lelaki bebas. TIDAK SUDI TERPENJARA OLEH APAPUN & SIAPAPUN. Suara lembutnya memecahkan keterpanaanku dalam lamunan. "Kamu mau 'kan antar aku pulang ke Pulau, kalau gak sibuk." Soferina, eh, Ferin, merajuk manja. Oy, aku bisa klepek-klepek kalau begini. Tanpa pikir panjang aku mengangguk. Hai, ada apa dengan diriku? Bisa-bisanya langsung OK saja! Memangnya aku pengangguran gitu? Nyatanya, dua hari kemudian, aku telah berada di bandara, bersama Soferina yang semakin membuatku seperti orang gila. Karena dia bersikap jual mahal padaku. Ketika wanita semakin sulit didapatkan, maka jiwa pemburuku semakin meronta-ronta. Seperti saat ini. Perjalanan yang ditempuh lumayan lama, kakiku pegal dan bokongku panas. Delapan jam di dalam pesawat cukup melelahkan, seandainya tidak bersama wanita cantik ini, mungkin aku sudah bolak balik mengganggu pramugari yang manis-manis itu untuk membunuh rasa bosanku. Turun dari pesawat, kami masih harus melanjutkan perjalanan mengendarai kendaraan umum untuk mencapai perbatasan, lalu menyewa sebuah perahu yang dioperasikan oleh satu mesin. kurang lebih satu jam baru sampai tujuan. Sebuah pulau kecil, terletak di ujung luar kepulauan ini. Atmosfir di pulau mempunyai aroma khas yang belum pernah aku temui. Aku tidak bisa mengidentifikasinya. Kesan pertamaku pada pulau yang indah ini adalah, Magis. Ya, aura magis yang kental seperti aura magis yang terpancar dari tubuh Soferina. "Udara di sini begitu wangi, tapi wangi apa?" Aku menoleh kepada Soferina yang masih kurasakan kehadirannya. Namun aku tidak melihat siapa pun di sana. Soferina telah menghilang. Aku berlari kesana kemari sambil meneriakkan namanya, hanya saja suaraku memantul kembali padaku. Aku menuju tempat di mana tadi kami turun, tidak terlihat ada perahu di sana dan yang paling mengejutkan adalah, aku tidak melihat hamparan air laut. Aku hanya melihat gumpalan awan tebal di hadapanku, dengan jarak kurang lebih sepuluh meter dari tempatku berdiri. Awan tebal menyelimuti pulau itu! Aku belum pernah melihat fenomena alam yang seperti ini di sepanjang umurku, atau bahkan mendengarnya. Perasaanku mulai kacau, berbagai pertanyaan melintas di benakku, yang paling utama adalah tentang siapa Soferina. Kemana dia sekarang? Kenapa meninggalkanku? Di belakangku berdiri pohon-pohon yang menjulang tinggi dan rapat, anehnya, pohon itu berbatang sangat kecil kemungkinan hanya berdiameter lima senti saja. Jenis pohon seperti ini pun belum pernah kulihat sebelumnya. Aku mencoba menyibakkan batang pohon agar tubuhku bisa memasukinya. Ternyata batang kayu yang tampak lemah itu, bagaikan jerusi besi, keras dan kokoh, sekuat apapun aku mencoba untuk merenggangkannya, tetap tidak bisa. Langkahku mantap menyusuri sepanjang tepian pantai dari pulau itu, yang kuperkirakan jaraknya hanya satu kilo meter saja, sampai aku benar-benar yakin bahwa aku terpenjara di sana. Tidak ada orang maupun binatang, keberadaanku hanya dikelilingi oleh gumpalan awan dan pagar pohon yang tinggi. Signal pada telepon genggamku gundul. benar-benar hilang. Aku yakin aku telah dijebak untuk berada di sini, tapi kenapa? Buat apa? Apakah salah satu dari musuh klien-klienku? Aah. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa yang terjadi padaku tiba-tiba terlantar seperti ini, jauh dari peradaban, jangankan peradaban manusia, peradaban hewan pun tidak ada. Bagaimana caraku untuk tidak tidur beralaskan pasir, menghadap langit, berpagar pohon aneh dan gulungan awan tebal yang menampilkan bayangan cahaya berwarna biru di kegelapan, akankah awan itu menggulungku lalu menelantarkanku di tempat lain yang lebih mengerikan dari ini? Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara batang pohon yang beradu. Pada satu titik, pohon aneh itu membelah dengan cara mencondongkan batangnya ke samping kiri dan kanan. Samar-samar aku melihat suatu pergerakan, sebuah topi yang tinggi muncul di kegelapan dari balik pohon, sampai akhirnya aku bisa melihat secara utuh sebuah sosok lelaki tua memakai jubah berwarna putih, di kepalanya tersemat topi yang menjulang. Tatapan matanya setajam pisau, telah siap untuk mengirisku tipis-tipis. Aku merasa sesak, lelaki tua itu telah berhasil mengintimidasiku dengan ilmu yang dipunyainya. Membuatku seketika membeku di tempat dengan lidah kelu. "Kau tidak akan bisa berbicara tanpa ijinku. Simpan semua pertanyaanmu. Dengarkan baik-baik anak muda." Suaranya terdengar besar dan dalam, membuatku merinding. "Aku memilihmu dari sekian banyak orang genius di muka bumi ini. Sesuai ramalan para suhu kami. Kau akan diberi kesaktian dan kekuatan yang tidak mampu kau bayangkan sebelumnya. Tapi kekuatan itu harus dipergunakan untuk menumpas seluruh keturunan dari Bani Edels tanpa tersisa!" Pak tua renta itu menyebut nama mantan Presiden yang mana aku pun ikut terlibat demo untuk melengserkan Bani Edels, delapan tahun yang lalu. Tubuhku menggigil tanpa bisa aku tahan, saat Pak tua renta mengajukan kesepakatan. "Kau boleh memilih untuk tinggal di sini selamanya tanpa seorang pun yang bisa kau temui, atau kembali kepada duniamu dengan menjalankan misi ini." Pak tua berbalik, jubah putihnya berkibar, menenggelamkan tubuhnya lalu menghilang di balik pohon. Suara gemeretak batang pohon yang bergeser kembali ke posisi semula, tertutup rapat dan kokoh. Seketika, aku bisa kembali menggerakkan tubuhku. "Aah shi*t, Misi apaan kaya begitu? Aaaa ... aku bermimpi bahkan saat aku belum tertidur?!" Aku benar-benar merasa heran. Semuanya sangat tidak masuk akal! Sepertinya aku harus tidur agar terbangun di kamarku. Lain kali jika aku bermimpi kembali ke sini, akan kubawa beberapa wanita seksi agar kami bisa berpesta. Oh, tidak lupa bawa petromax, di sini gelap sekali. ha ha ha .... Bruuukk! Sebuah benda mengenai kepalaku dan aku jatuh terlentang dengan sukses di atas pasir. Tapi tidak merasakan sakit sedikit pun. Selarik cahaya biru kekuningan berbentuk tanda panah melesat ke arahku, aku terkejut dan merasa ketakutan, ketakutan akan kematian seketika, tertusuk panah cahaya yang runcing dan tajam. Aku berpikir inilah saat-saat hidup untuk terakhir kalinya, aku berteriak kuat-kuat. Panah cahaya memasuki mulutku, merayap mulus melalui kerongkonganku, licin dan hangat. Tapi, rasa sakit pun menyertai, aku benar-benar menjemput ajal dengan mata mendelik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD