Orlando Benson tidak bisa mengabaikan rasa cemasnya usai pulang dari kediaman Sophie. Padahal ia sudah sampai di depan rumahnya tapi masih berada di dalam mobilnya. Orlando menengok lagi ke luar dan akhirnya kembali memutar kendaraannya itu.
“Ah, aku tidak tenang,” gumamnya bermonolog sambil menyetir beberapa menit kembali ke rumah Sophie. Begitu mobilnya tiba di dekat rumah tersebut, terlihat pria yang tadi mengejar Sophie di klinik keluar dari pintu depan. Orlando langsung berhenti dan turun lalu berlari ke arah teras rumah Sophie.
“Hei, apa yang kau lakukan di sini? Lepaskan dia!” teriak Orlando.
Cassidy keluar dari rumah itu setelah diusir Sophie. Sekalipun Cass memiliki kekuatan untuk melawan tapi dia tidak tega. Rasa rindu yang bercampur kemarahan masih bergelayut di benaknya. Banyak hal yang ingin ditanyakannya tapi Sophie pun terlihat terluka.
“Pergi dari sini!” bentak Sophie berhasil mengusir Cassidy keluar.
“Aku tidak akan pergi!” balas Cassidy bersikeras.
“Dasar b******k!” Cassidy ditolak oleh Orlando dengan kasar. Begitu melihat pria itu, Cassidy kembali naik pitam. Ia terkesiap melihat Orlando datang kembali. lengan kekarnya membalas mendorong Orlando separuh ingin membantingnya ke lantai.
“Pecundang kau! Jangan coba-coba kembali pada Istriku!” bentak Cassidy. Orlando tidak terima dan melayangkan sebuah tinju yang berhasil dielakkan oleh Cassidy. Cassidy membalas dengan menendang sampai ia terjungkal ke belakang.
“Ahhhk, apa yang kalian lakukan? Lepaskan dia, Cass!” Sophie berteriak. Dari ingin mengusir Cassidy pergi, kini ia malah harus melerai kedua pria itu berkelahi.
Cassidy sudah tuli dan tak peduli dengan teriakan Sophie. Ia melompat ke arah Orlando dan menghajarnya. Sebagai Suami, Cassidy merasa pantas emosi dan melampiaskan kemarahannya pada pria yang sudah mengaku-ngaku sebagai pasangan istrinya.
“Lepaskan dia!” Cassidy nyaris berhasil menghajar Orlando yang gelagapan mendapatkan pukulan bertubi-tubi. Tangan Sophie menarik Orlando dan melindunginya. Barulah Cassidy berhenti.
“Cukup! Aku tidak mau melihatmu lagi, Cass! pergi dari sini ... pergi dari hidupku!” seru Sophie sambil meneteskan air matanya. Cassidy terengah menatap tajam pada Sophie yang dengan segenap hati melindungi pria asing bernama Orlando.
“Ayo, Orlando. Ayo kita masuk ke dalam.” Sophie menarik lengan Orlando yang memegang wajahnya yang sedikit terluka. Ia mendelik kesal pada Cassidy yang masih menatap tajam padanya.
“Aku tidak akan berhenti. Kamu harus menjelaskan banyak hal, Sophie!” geram Cassidy menahan kepalan marah di tangannya. Ia melirik pada Sophie yang melewatinya sambil memegang Orlando. Sophie berhenti saat mendengar kalimat yang diucapkan Cassidy.
“Aku sudah pergi dari hidupmu. Aku sudah bukan Istrimu lagi. Pergi sebelum aku memanggil Polisi untuk menangkapmu,” balas Sophie tak kalah geram. Ia langsung berbalik merangkul Orlando lagi dan masuk ke rumahnya.
Tinggalah Cassidy di halaman rumah Sophie berbalik menghadap rumah di pinggiran hutan itu. Matanya berkaca-kaca menatap bayangan Sophie yang menghilang. Ia mengangguk pelan lalu berbalik untuk kembali ke Camper Van-nya.
“Frost!” panggil Cassidy pada Frost yang langsung datang menghampirinya. Ia masuk bersama anjingnya. Cassidy menghempaskan punggungnya ke salah satu tempat duduk.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang, Frost?” tanya Cassidy pada anjingnya yang duduk di kursi di depannya.
Sementara itu Sophie mengobati luka di wajah Orlando akibat dipukul oleh Cassidy. Orlando yang masih meringis menahan sakit lantas memegang tangan Sophie yang masih membersihkan sisa darah di tulang pipinya.
“Apa yang dia lakukan padamu? Bagaimana dia bisa menemukanmu di sini?” tanya Orlando pada Sophie yang langsung murung. Sophie menggeleng pelan dan menurunkan tangannya.
“Aku pikir dia sudah melupakanku dan tidak akan mencariku lagi. Apa lagi yang dia inginkan,” gumam Sophie pelan.
“Kenapa kalian tidak bercerai saja?” Sophie menghela napas panjang lalu meletakkan perban yang ia pakai untuk membasuh luka Orlando.
“Aku ingin mengajukan tuntutan cerai, masalahnya ....” Sophie diam dan kembali menundukkan wajahnya.
“Sophie, kamu tidak pernah bercerita detail tentang apa yang terjadi. Apa yang menyebabkanmu pindah kemari sampai mantan Suamimu mengejarmu? Apa kamu memiliki semacam utang atau masalah dengannya?” desak Orlando makin penasaran dengan masa lalu Sophie. Sophie mendengus pelan dan menggeleng.
“Aku tidak memiliki utang dengannya. Seharusnya dia mengerti setelah aku pergi, itu tandanya hubungan kami sudah berakhir,” jawab Sophie masih membuat Orlando bingung.
“Maksudmu apa?”
“Sudahlah, Orlando. Jangan dipikirkan lagi. Itu sudah menjadi masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya.” Sophie memotong keinginan Orlando untuk mengetahui tentang masa lalunya.
“Aku hanya ingin membantumu. Aku bersedia melindungimu dari pria itu. Mungkin kamu bisa tinggal di rumahku saja. Ibuku pasti akan sangat senang menerimamu.” Sophie tersenyum lalu menggeleng. Ia menunduk dan sempat berpikir sejenak.
“Aku rasa mungkin ini saatnya aku mencari tempat baru. Jika Cassidy masih tidak mau pergi, aku yang akan pergi.”
“Apa? tidak! Untuk apa kamu yang pergi? Memangnya kamu mau ke mana?” sahut Orlando tidak terima. Ia langsung panik saat mendengar keinginan Sophie akan pindah lagi.
“Mencari tempat tinggal baru─” Orlando tetap menggeleng lalu menggenggam tangan Sophie.
“Biar aku yang mengusir pria itu. Kamu jangan cemas, aku pasti akan melindungimu.” Sophie hanya tersenyum tipis dan membuang pandangannya ke arah lain. Sophie merasa harus bicara pada Cassidy. Kali ini, pria itu harus benar-benar pergi dari kehidupannya.
Beberapa saat kemudian, Sophie meminta Orlando untuk pulang. Pria itu sempat menolak. Ia masih cemas jika Cassidy akan kembali dan menyakiti Sophie.
“Aku akan baik-baik saja, Orlando,” ujar Sophie bersikeras. Orlando menggelengkan kepalanya.
“Tolong, biarkan aku menginap di sini. Aku akan tidur di depan.”
“Aku cemas dengan Ibumu. Dia sudah tua dan sendirian,” kilah Sophie masih menolak.
“Tapi kamu sedang hamil!”
“Iya, tapi aku masih kuat melindungi diriku sendiri. Lagi pula jika ada apa-apa, aku akan menembaknya. Atau aku akan menghubungimu dan polisi. Aku akan baik-baik saja,” sahut Sophie masih bersikeras. Orlando jadi bingung tapi tidak mungkin memaksa. Sophie adalah wanita dengan keinginan yang keras dan jika menginginkan sesuatu maka tidak ada siapa pun yang bisa menolaknya.
“Baiklah, tapi kunci semua pintu dan langsung telepon aku jika terjadi sesuatu. Jangan lupa letakkan senjatamu di dekat tempat tidur,” ujar Orlando mengingatkan. Sophie pun tersenyum lalu mengangguk.
Sophie mengantarkan Orlando sampai ke mobilnya dan pria itu pun pergi. Di tangannya Sophie memegang sebuah revolver yang ia beli untuk melindungi diri.
Dari posisinya Sophie memantau ke segala arah. Dalam keremangan malam, pandangan Sophie bisa cukup jauh dan jelas melihat jika ada yang keluar dari semak-semak. Setelah yakin Sophie berbalik dan masuk ke rumahnya.
Cassidy memang tidak kembali ke rumah Sophie. Ia duduk di dalam Camper Van dengan kedua lengan terlipat di d**a. Beberapa kali ia memejamkan matanya. Kenangan indahnya bersama Sophie melintas begitu saja, saat-saat indah yang membuatnya jatuh cinta.
Ciuman penuh cinta pertama yang sempat ia berikan pada Sophie saat berada di bawah langit Punta del Capo.
Matahari masih perlahan turun dan angin sepoi-sepoi makin terasa dingin. Cass lalu membuka kacamata dan menunduk membuka penutup sofa di sebelahnya untuk mengambil sebuah selimut. Ia menyelimutkan selimut itu di pundak Sophie. Sophie jadi terkesiap lalu menoleh pada Cass yang tersenyum lembut padanya.
"Jangan sampai kamu kedinginan," ucapnya pelan dan lembut.
"Terima kasih ..." Cass kembali tersenyum masih mengeratkan ujung selimut itu di pundak Sophie yang semakin lembut ikut memandang Cass. Separuh sadar, Cass memindahkan rambut Sophie yang dibelai angin dengan lembut.
"Apa kamu menyukai tempat ini?"
"Hhm ..." Sophie mendeham lembut. Posisi Cass makin mendekat pada Sophie yang tidak menolaknya. Langit mulai jingga dan makin hangat membalut keromantisan. Cass makin mendekat dan sedikit memiringkan wajahnya lalu mengecup bibir Sophie saat matahari terus tenggelam perlahan.