When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Kamu besok jadi makan siang sama teman-temanmu?” tanya Wening saat mereka bertiga sedang makan siang di ruang Wening. Mereka pesan makanan di kantin untuk di antar. Semua sedang malas keluar kantor. “Iya, jadi. Kan memang sudah di jadwalkan sama dosenku,” jawab Kia sambil menyuap karedok pesanannya. “Aku rasa Dade itu naksir kamu deh,” ucap Retno yang beberapa kali menemani adik iparnya bila sedang acara kampus. “Aku nggak kege’eran sih, tapi aku juga ngerasa dia seperti itu,” jawab Kia. Tentu saja Retno tahu, sebagai perempuan mereka peka. “Tapi enggak usah khawatir, Hendra sudah kasih cincin mahal di sepan Eiffel aja enggak serta merta aku terima kalau enggak lihat sepak terjangnya ngedapetin cintaku, masak aku mau terima orang yang aku belum tahu apa dia bisa setia ke aku?” “Sampa