"Uncle Daniel ...! teriak seorang gadis berusia tujuh tahun, yang kini berlari keluar dari dalam rumah.
Padahal Kien baru saja membuka pintu dan menarik lembut lengan Uli, mengajak istrinya itu untuk masuk ke dalam rumah.
Dengan sekali loncatan, gadis itu sudah melompat ke dalam gendongan Kien. Untung saja Kien sigap menangkap tubuh mungil itu. Kedua tangan mungil gadis kecil itu sudah memeluk leher Kien dengan erat dan dengan gemas menciumi pipi Kien yang sudah tidak mulus lagi karena bulu-bulu halus yang mulai tumbuh di sekitar rahang dan pipi.
"Uncle tak rindu Fey ke'?" tanya si gadis kecil setelah puas menciumi wajah Kien.
"Pastilah uncle rindu. Macem mana Fey ade katsini?" Kien ganti bertanya.
Uli yang masih berdiri disamping Kien, hanya terdiam melihat interaksi keduanya.
"Dah datang rupanya. Ullia ... welcome home." Salma keluar dari dalam rumah, dengan senyum cerianya menghampiri sang menantu.
Mereka berdua saling berpelukan melepas rindu, padahal belum lama mereka juga baru saja bertemu.
Uli mengedarkan pandangan ke setiap sudut rumah mewah ini. Tampak sepi. Menurut cerita yang Kien pernah sampaikan padanya, rumah ini adalah rumah keluarga yang sekarang dihuni oleh kakak mama Salma bersama suaminya. Kien yang biasa menyebutnya mak long, adalah anak tertua keluarga ini. Tapi sayangnya mereka tidak dikaruniai seorang anak hingga Kien-lah yang juga dianggapnya sebagai anak mereka.
"Mama apa kabar? Kapan Mama datang ke sini?" tanya Uli pada Salma.
"Syukur alhamdulillah mama sehat. Mama dah duduk katsini dua hari lalu."
"Papa masih di Jakarta atau ikut mama ke sini?"
"Papa di Jakarta. Mama sorang-sorang je. Papa masih banyak kerja."
Uli menoleh menatap suaminya.
"Fey ... Jom turun. Uncle penat. Ah, ya, Fey dah salam ke aunty?" Salma berkata pada gadis kecil yang dipanggil Fey.
Fey turun dari gendongan tubuh besar Kien. Gadis itu selalu merasa nyaman jika berada di pelukan hangat tubuh besar unclenya.
"Hai, aunty.... " Fey memberi salam pada Uli.
"Uncle ... ini ke' aunty Fey yang uncle bawa dari Indonesia." gadis itu mendongak menatap Kien.
"Tepat sangat. Aunty Ulia namanya. Cantik tak?"
"Cantik sangat. Uncle memang best lah. Fey happy ada aunty cantik dekat sini," jawab polos gadis itu.
"Jom, masuk dalam. Ullia pasti penat. Daniel, bawa Uli ke dalam bilik. Biarkan Uli rehat sekejab. Lepas tu kita makan." Perintah Salma pada putranya.
"Fey, Jom masuk. Biarlah aunty rehat. Aunty penat tau." Salma berbicara pada anak keponakannya itu yang diangguki kepala oleh Fey. Lalu gadis kecil itu berlari kecil masuk ke dalam.
Kien melingkarkan tangan di pinggang Uli, membawanya masuk ke dalam rumah.
"Senyap je ini rumah, Ma," celetuk Kien dengan mata mengedar ke sekeliling rumah besar keluarganya.
"Owh ... itu, maklong and m***u pigi kejab. Tak lama pun."
"So, macem mana bisa ade Fey katsini."
"Itu Ayda datang satu hari lalu."
"Daniel tak tahu pun yang Ayda nak dateng KL."
"Demi Abang tercinta dia rela datang jauh-jauh. Nak beri surprise," ujar Salma lalu tertawa pelan.
"Ayda mana tak nampak pun." Kien mencari-cari keberadaan adik sepupunya yang tak lain adalah mami dari Fey, keponakannya.
"Ada kat dapur. Masak buat abang and kakak ipar." Salma menjawab.
Baru saja mereka membicarakan seseorang yang bernama Ayda, tak lama berselang baik Kien juga Uli dikejutkan dengan suara seorang perempuan.
"Abang Daniel ....!"
Perempuan bernama Ayda, dengan sedikit berlari kecil segera menghampiri Kien lalu mereka berdua saling berpelukan.
"Jahatnya. Abang kawin tak bilang-bilang awal. Mana bisa awak nak pulang sebab Abang kasih info dadakan."
"Istri abang ke'? Cantiknya. Mana masih muda lagi." Ayda memperhatikan Uli yang hanya terdiam mengawasi interaksi sang suami.
Kien menoleh pada Uli. Ia kenalakan istrinya dengan saudara sepupu satu-satunya. "Sayang, ini adik Abang. Ayda namanya. Maminya Fey."
Ayda beralih memeluk Uli.
"Ayda, biarlah Abang Daniel bawa Ulia ke dalam bilik. Pasti penat tu. Mama tengok muka Uli macem tak sedap je. Sakit ke'?" Salma menelisik wajah Uli yang memang terlihat sedikit pucat.
"Uli sedikit pusing tadi tu. Jetlag. Daniel bawa Uli dulu. Ah, Ayda! Masak yang sedap-sedap buat Abang dan kakak ipar, boleh?" pinta Kien yang dijawab Ayda dengan mengacungkan kedua jari jempolnya.
"Siap, Abang."
Kien membawa Uli naik ke lantai dua rumah ini. Uli mengedarkan pandangan pada rumah mewah yang baru pertama kali dia singgahi. Sungguhkah ini bukan mimpi. Kien menyentuh lengan Uli, lalu membuka sebuah kamar dan membawa Uli masuk ke dalamnya.
"Sayang, jom masuk. Ini bilik Abang. Sayang rehat dulu. Buat tidur biar pusingnya reda. Abang ke bawah sekejab. Ambil teh hangat untuk sayang."
Uli hanya mengangguk lemah karena rasa pusingnya memang belum hilang sepenuhnya. Setelah Kien keluar kamar Uli merebahkan dirinya diatas kasur empuk milik Kien.
Matanya tak dapat terpejam. Menerawang entah ke mana. Bagaimana mungkin dia bisa berada di istana megah suaminya. Yakin ini bukanlah mimpi semata?
Dalam hati Uli sedikit khawatir apabila keluarga suaminya tidak bisa menerima kehadiran dirinya di rumah ini. Meskipun sudah berkali-kali Kien mengatakan padanya bahwa semua anggota keluarga yang berada di Malaysia juga sangat welcome kepadanya. Tapi tetap saja Uli merasa cemas dan gelisah.
Beruntungnya Mama Salma sangat perhatian dan sayang terhadapnya. Ah dan satu lagi, perempuan bernama Ayda tadi juga tak kalah baiknya dengan Mama Salma. Benarkah keluarga Kien benar-benar bisa menerima kehadirannya di sini.
Pintu kamar terbuka, Uli menoleh mendapati suaminya masuk dengan membawa secangkir minuman hangat. Uli bangun dari berbaringnya dan menerima gelas berisi teh hangat yang disodorkan oleh suaminya.
"Minumlah."
"Terima kasih, Abang."
Uli menikmati sensasi hangat air teh yang membasahi tenggorokannya.
"Sayang, rehatlah. Nanti Abang bangunkan jika makanan sudah siap."
"Abang, Uli tak enak hati harus berdiam diri di dalam sini. Sementara Mama dan Ayda sibuk memasak. Biar Uli turun ke bawah membantu mereka, ya?"
"Tak, tak. Tak pe, sayang rehat dulu. Abang tau sayang masih lelah."
"Tapi Uli tidak enak hati, Abang. "
"Tak enak hati apanya? Mereka taulah Sayang masih penat. Dah, jom tidur. Abang temankan."
Uli tidak bisa berkutik. Gelas yang masih berada di tangan Uli diambil alih oleh Kien lalu diletakkan di atas nakas. Kien ikut naik ke atas ranjang. Berbaring di samping Uli. Ditariknya tubuh Uli merapat padanya. Tangan kokoh Kien sudah melingkar perut Ulia.
"Abang."
"Hemm."
"Ayda itu adik Abang? Bukannya Abang anak tunggal."
"Ayda itu memang adik Abang. Adik sepupu. Dia anak m***u. Abang pernah cerita, kan, yang anak m***u tinggal di US. Dialah Ayda."
Uli ingat jika dulu Kien pernah cerita jika anak m***u-nya memang tinggal di luar negeri.
"Anak ayda berapa, bang?"
"Satu. Ya, si Fey tu lah."
"Fey sayang banget dengan, Abang "
"Heum... pastilah. Lihat Fey, Abang jadi tak sabar ingin punya baby."
Pipi Uli bersemu merah, pembicaraan yang tidak ingin Uli lanjutkan. Memilih menelusupkan wajahnya di d**a bidang suaminya. Memejamkan matanya hingga tak lama Uli sudah tertidur karena capeknya.
######
Tbc
Aku update lagi loh ya... Buat nemenin malam minggu kalian.
Komen yang banyak ya....
Semoga kalian suka.