Cappadocia, Turki, merupakan kota yang sangat indah, terkenal dengan wisata alam yang didominasi dengan bebatuan. Balon udara yang terbang di atasnya membuat suasana semakin indah, seperti senja ini. Di mana Belva dan Zayn menikmati teh dari atas ketinggian, beberapa balon udara berwarna warni melintas di dekat mereka.
Setelah beberapa hari mereka berkutat dengan pekerjaan Belva di negara ini. Zayn tidak pernah lagi menyinggung tentang pernikahan setelah hari itu, dia tidak mau membuat Belva tidak nyaman, pun dengan Anne Zayn, Elif.
Karenanya, selama beberapa hari ini Zayn disibukkan dengan membantu Belva meriset segala hal yang berkaitan dengan produk pembersih yang cukup banyak digunakan di negara ini.
Besok mereka akan terbang ke Indonesia, yang itu berarti hari ini merupakan hari terakhir Belva di Turki, negara kelahiran Zayn.
“Ibu kamu bukankah orang asli Indonesia Zayn? Apa mereka tidak ada keluarga di Indonesia?” tanya Belva, karena seingat dia Zayn tidak pernah menceritakan keluarganya yang berada di Indonesia terkecuali Aina, saudara Zayn dari hasil pernikahan pamannya. Yang juga istri dari Willi, rekan kerja Belva.
“Nenek dan kakek enggak tinggal di Indonesia Va, mereka kini tinggal di Eropa. Kakek nenek merupakan diplomat yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain, dulu saat ibuku menikah dengan baba itu pun saat mereka ditugaskan di Turki.”
“Tapi kamu masih berhubungan dengan mereka?” tanya Belva. Zayn menggeleng, dia tahu keberadaan mereka namun dia bahkan merasa tidak dianggap cucunya sejak dulu. Kakek neneknya tidak pernah mau menemuinya.
“Mereka membenci aku Belva,” jawab Zayn dengan senyumnya yang terlihat sangat perih.
“Kenapa?”
“Mungkin mereka menganggap aku yang membunuh anak mereka,” kekeh Zayn, Belva memegang tangan Zayn, “Ibu meninggal tidak lama setelah melahirkanku kan, bisa jadi aku dianggap pembawa sial atau apa? Sehingga ibu berkorban untukku.”
“Zayn, tidak ada anak pembawa sial, sudah takdirnya ibu kamu meninggal ketika proses persalinan,” ucap Belva.
“Ibu meninggal beberapa hari setelah melahirkanku, aku rasa dulu aku pernah mendengar pengasuhku dan asisten rumah tangga berbincang, mereka berkata sempat ada keributan di rumah yang membuat ibuku drop, lalu pendarahan dan meninggal,” ucap Zayn.
“Lalu?”
“Lalu pengasuhku enggak pernah cerita apa-apa lagi setelahnya, aku pun hanya mencuri dengar kala itu karena semua seolah ditutupi, dan sejak meninggalnya ibuku, kakek nenek meninggalkan Turki, tidak pernah mau tahu tentang aku sama sekali sampai sekarang. Namun, aku cukup bersyukur tahu mereka baik-baik saja.” Lagi-lagi Zayn tersenyum, senyum yang sangat getir. Belva bisa melihat kepedihan di matanya. Dia tidak pernah menyangka bahwa Zayn juga mengalami masa yang rumit.
“Kamu tahu kabar mereka dari mana?” tanya Belva. Zayn merasakan remasan di tangannya, Belva tampak sangat peduli dengannya membuat Zayn justru merasa sedih, ini kali pertama dia menceritakan tentang nenek kakeknya.
“Sepupu aku, anak dari kakaknya ibu, dia sepantar sama kita, yah kami berhubungan secara sembunyi-sembunyi, jika kakek tahu pasti dia dimarahi,” ucap Zayn. Ungkapan sembunyi-sembunyi membuat Belva menjadi berpikir yang tidak biasa. Sehingga dia melepas pegangan tangannya ke Zayn. Zayn yang peka menangkap sinyal dari sorot mata Belva. Dia benar-benar tersenyum lebar kini.
“Sepupu aku cowok Belva, astaga apa kamu cemburu?”
“Enggak biasa aja,” cibir Belva, mengambil teh miliknya dan menyeruputnya.
“Wajah kamu enggak menyiratkan seperti itu,” goda Zayn.
“Aku enggak cemburu! Biasa aja. Lagi pula itu kan sepupu kamu,” ucap Belva.
“Bukankah sepupu diperbolehkan menikah?”
“Kamu mau nikah sama laki-laki?”
“Dia punya adik perempuan sih,” kekeh Zayn benar-benar membuat Belva memajukan bibirnya sebal.
“Whatever!” Lebih baik dia melihat pemandangan sore ini dari pada beradu argumen dengan makhluk bernama Zayn ini.
“Aku hanya mencintai kamu Belva Catherine,” ucap Zayn.
“Halah bullshit!”
“Bagaimana cara aku membuktikannya, apa aku harus terjun dari tempat ini? Baru kamu percaya aku mencintai kamu?” canda Zayn membuat Belva melemparinya dengan kacang.
“Itu namanya bodoh! Bukan cinta!” geram Belva.
“Kamu lagi datang bulan? Kok marah-marah terus?”
“Enggak biasa aja.”
Zayn melihat ponselnya yang mendapat panggilan video dari temannya, dia jadi teringat beberapa waktu lalu ketika bermain bola dengan teman-temannya, ada beberapa wanita yang datang dan salah satunya sangat gencar mengejar Zayn.
“Enggak diangkat?” cebik Belva. Melihat foto profil penelepon yang merupakan wanita itu membuat Belva penasaran hatinya terasa teremas hanya dengan melihatnya, dari fotonya tampak wanita itu sangat cantik dengan rambut panjang kecoklatan dan bergelombang.
Zayn menerima panggilan itu dan mengarahkan ponsel ke wajahnya, Belva menambah jarak di antara mereka, berpura tidak peduli dan sibuk dengan ponselnya yang sialnya justru tidak ada pesan dari siapa-siapa! Ini karena dia meminta sekretarisnya mengalihkan pesan pekerjaan ke nomornya.
“Ya, ada apa?” tanya Zayn dalam bahasa Turki yang sangat khas.
“Kamu di Cappadocia? Mengapa tidak menghubungiku, aku juga sedang di sini,” ucap wanita itu.
“Oiya? Kamu sedang berlibur?”
“Pamanku tinggal di sini, kamu bisa menginap di penginapan paman, sangat indah dan kita mungkin bisa menghabiskan malam panjang bersama, malam yang menggairahkan tentunya,” ucap wanita itu dengan suara manjanya. Belva yang semula menyeruput tehnya pun tersedak, dia terbatuk sehingga Zayn memberinya tissue.
“Kamu enggak apa-apa?” tanya Zayn. Hidung Belva memerah, teh hangat itu keluar dari hidungnya karena dia menyemburkannya barusan. Bahkan baju Belva sedikit terkena percikan teh tersebut.
“I’m Oke, lanjutkan saja,” ucap Belva merujuk pada ponsel Zayn.
“Kamu sedang bersama wanita Zayn?” tanya teman Zayn itu. Zayn memangkas jarak dengan Belva dan merangkulnya. Belva mendelikkan matanya ke arah Zayn, melihat wanita berpakaian sangat seksi yang nyaris hampir terbuka sepenuhnya. Dengan sport bra dan memamerkan perutnya yang ramping. Apakah dia sedang berjemur? Atau berolahraga? Kulitnya yang kecoklatan justru membuatnya terlihat sangat seksi.
“Ini Belva, calon istri aku,” ucap Zayn membuat Belva tersenyum miris, terlebih wanita itu memutar bola matanya jengah.
“Aku putuskan teleponnya Zayn, ku pikir kamu sendiri,” ucapnya dengan nada suara yang jelas terdengar ketus.
“Oke, bye,” ucap Zayn, lalu wanita itu langsung memutuskan panggilan. Zayn melepas rangkulan di bahu Belva dan tertawa keras.
“Dia cantik, kelihatannya juga tertarik ke kamu,” ucap Belva.
“Tapi aku enggak tertarik dengannya, karena di hati aku hanya ada kamu,” ucap Zayn sambil menoleh, menatap Belva dari jarak yang sangat dekat. Belva bisa merasakan hembusan napas Zayn menerpa kulitnya. Zayn memajukan wajahnya, mencoba peruntungan mengecup bibir Belva.
Belva terpaku seolah terhipnotis, hingga bibir Zayn menyentuh bibirnya dan dia merasakan benda yang kenyal dan melembutkan itu mendarat sempurna di bibirnya. Zayn sedikit menghisap bibir atas Belva yang masih membuka mata lebar-lebar sementara Zayn memejamkan mata seolah menikmati bibir Belva yang sangat dirindukannya.
Belva yang masih terhipnotis, ikut memejamkan mata, tangannya memegang bahu Zayn, mencoba membalas ciuman Zayn dengan sama lembutnya. Lalu mereka saling melepaskannya, menyisakan rona merah di pipi mereka.
Zayn mengusap pipi Belva dan tersenyum, “terima kasih, kamu enggak menampar aku,” kekeh Zayn membuat Belva menepuk pahanya sebal.
Zayn memegang tangan Belva dan menggeleng, “aku tulus sama kamu Belva, aku benar-benar gila mencintai kamu,” tukas Zayn.
“Kamu serius?” tanya Belva, menatap mata Zayn dan tidak mendapat kebohongan di sana.
“Tentu.”
“Nanti jika kita sampai di Indonesia, kamu boleh utarakan keinginan kamu ke bunda Tere, tapi satu pintaku, aku enggak mau kamu larang aku untuk kerja, aku akan kerja. Titik.”
Zayn menutup mulutnya, tak menyangka Belva akan menjawab perasaannya di sore hari ini. Apakah rasa cemburu membuat Belva meluruhkan egonya?
“Bagaimana? Mau enggak?” tanya Belva karena Zayn yang masih terpaku, menutup mulutnya yang terbuka dengan tangannya.
“Tentu mau! Mau!” ucap Zayn kegirangan persis anak kecil. Dia mendekap erat Belva, sangat erat hingga Belva merasakan sesak. Namun Belva tidak keberatan karena pelukan Zayn membuatnya nyaman. Benar dia merasa cemburu tadi, dan entah mengapa dia sangat takut kehilangan perhatian Zayn lagi? Yang rupanya sudah menjadi hal yang membuatnya nyaman.
.
.
Malam hari mereka kembali ke kediaman Zayn. Belva sudah merasa sangat lelah, dia pun masuk ke kamarnya, rupanya seprai dan sarung bantal di kamar itu sudah diganti oleh asisten rumah tangga Zayn.
Coraknya yang berwarna warni membuat Belva merasa seperti berada di parade, namun dia sudah terlalu lelah untuk memikirkan warna seprai. Dia segera tertidur pulas, tanpa membersihkan wajah dan tubuhnya.
Tidak berapa lama, Belva bermimpi. Di mimpinya dia melihat seorang wanita menangis, bersujud di hadapan banyak orang. Wanita itu mengusap perutnya yang datar. Namun orang-orang di sekitarnya tidak peduli dan terlihat mengusirnya, samar Belva melihat sosok pria dengan wajah mirip Zayn yang juga mungkin seusia Zayn hanya saja pria itu tidak memakai brewok di wajahnya yang bersih.
‘Zayn? Atau baba Altan?’ tanya Belva dalam hatinya, baba Altan adalah nama ayah Zayn.
Pria itu mendorong wanita yang sudah bersujud itu sampai tersungkur, lalu datanglah seorang wanita lain, Belva tidak bisa melihat wajah orang-orang itu yang samar, terkecuali wajah pria yang serupa dengan Zayn, itu pun tampak samar.
Wanita itu memeluk wanita yang terjatuh, dia tampak membelanya, namun tangannya ditarik oleh orang-orang di sekitarnya dan wanita yang terjatuh tadi tampak ditarik pergi dari tempat itu, kedua wanita itu dipisahkan sambil terus menangis. Tanpa sadar Belva ikut menangis, dia tidak tahu mimpi apakah itu? Yang Belva tahu ketika dia terbangun, air mata membanjiri pipinya, dia bahkan terisak tak mengerti.
Mengapa mimpi itu tampak nyata? Apakah dia secara tidak sadar menonton drama Turki hari ini? Di mana drama itu memang sangat menguras perasaan penontonnya. Namun Belva tidak ingat ada adegan menyedihkan seperti tadi.
Napas Belva terasa sesak, untuk pertama kali seumur hidupnya dia mengalami mimpi yang terasa sangat nyata, lalu Belva meneguk air yang tersedia di atas nakas. Sebaiknya dia membersihkan dirinya sebelum tertidur lagi, mungkin karena tubuhnya yang sedikit kotor membuatnya jadi bermimpi buruk. Meskipun dia masih sangat penasaran dengan arti mimpinya!
.
.