Belva Catherine, seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang kini menjabat sebagai CTO atau Chief Technical Officer, petinggi kedua dibawah CEO, di usianya yang terbilang muda, karirnya sangat gemilang di perusahaan The R2 Company (baca Dua Cincin CEO untuk lebih jelasnya ^^). Perusahaan yang bergerak di bidang produk kebersihan rumah itu mengalami masa yang sangat sulit sehingga membuat banyak keputusan besar yang diambil.
Salah satunya menaikkan jabatan Belva, sekretaris dari Renata, salah satu pemilik perusahaan itu, menjadi CTO karena jasa-jasanya membantu memulihkan perusahaan.
Belva masih sama seperti dahulu, dengan rambut pendek yang dipapas persis lelaki hanya saja poninya yang menjuntai agak panjang. Memakai anting berwarna hitam di sebelah kanan daun telinganya.
Hidungnya sangat mancung dan wajahnya yang tirus, banyak yang menyangka bahwa Belva adalah perpaduan dari Indonesia dan negara Timur jika melihat dari bentuk wajah dan hidungnya. Tubuhnya yang tinggi semampai sekitar seratus tujuh puluh centi meter menunjang penampilannya yang semakin terlihat seperti laki-laki.
Dia bahkan hampir tak pernah mengenakan rok seumur hidupnya, terkecuali saat sekolah dulu. Dia sangat pintar, hal itu dibuktikan oleh banyaknya piala penghargaan atas olimpiade matematika yang diikut sertakannya, yang membawanya ke posisi seperti sekarang ini.
Hari ini merupakan pesta pernikahan rekan kerja sekaligus sahabatnya, Willi yang bersamanya menyelesaikan krisis The R2 Company. Pesta pernikahan yang digelar cukup mewah, wajar saja mengingat Aina, istri dari Willi merupakan dokter. Sementara dia memegang jabatan sebagai COO, Chief operating officer, hampir setara dengan jabatan Belva.
Para tamu undangan menghadiri gedung mewah pernikahan tersebut, wanita penyuka warna hitam itu bahkan hanya mengenakan atasan lengan pendek yang sedikit feminim karena rumbai di depan bajunya, juga celana bahan berwarna hitam. Berdiri di sudut gedung sambil memperhatikan ke sekelilingnya, rata-rata tamu undangan hadir bersama sahabat atau kekasih mereka, juga keluarga mereka. Termasuk Renata dan Regan, pemilik The R2 Company yang datang dengan anak mereka.
Setelah menyalami Willi dan Aina, Belva menarik dirinya. Dia sebenarnya tak terlalu suka berlama-lama menghadiri pesta pernikahan seperti ini, entah mengapa dia merasakan sebuah rasa kesal dan sesak jika terus berada di sebuah pesta. Mungkin karena masa lalunya yang kelam? Entahlah.
Belva yang sedang meminum sirup pun terhenyak ketika seorang pria dengan brewok di rahangnya tersenyum menatapnya. Pria berhidung mancung dengan mata keabuan menatapnya hangat.
“Belva, akhirnya kita bertemu disini,” ucap pria itu sambil tersenyum. Belva mengernyitkan kening menatap pria yang lebih tinggi darinya hampir dua puluh centi itu, sangat tinggi menjulang seolah menunjukkan bahwa dia perpaduan Indonesia dan negara lain.
“Siapa kamu?” tanya Belva judes.
“Kamu lupa?” tanya pria itu. Belva hanya mengangkat bahunya acuh.
“Perlu aku ingatkan? Bahwa aku laki-laki yang merebut ciuman pertama kamu,” ucapnya membuat wajah Belva bersemu.
“Kenapa mengingatkan-nya pakai adegan itu!” cebik Belva sambil meninju lengan sang pria, lalu mereka berdua tertawa. Sebenarnya Belva mengingatnya, ya pria itu adalah cinta pertamanya yang justru bertemu ketika mereka olimpiade di luar negeri belasan tahun lalu, saat Belva masih SMA.
Pria yang merupakan saingannya dan melampiaskan kekesalannya karena kalah dari Belva dengan mencium bibir Belva saat pertandingan usai dan mereka berada di ruang technikal meeting, hanya berdua.
Setelah kejadian itu mereka terkadang saling mengirim pesan di sosial media namun karena kesibukan keduanya membuat mereka semakin jauh, masih terlalu muda kala itu dan di pesta ini mereka bertemu lagi.
“Kamu ngapain di Indonesia?” tanya Belva yang memang mengingat pria bernama Zayn selama ini berada di Turki. Meskipun tak pernah saling mengirim kabar, namun mereka masih saling mengikuti akun sosial media satu sama lain.
“Itu yang nikah kan sepupu aku,” tunjuk Zayn.
“Aina atau Willi?”
“Aina, anak dari paman aku,” jawab Zayn yang cukup masuk akal di telinga Belva.
“Lalu sudah berapa banyak istri kamu sekarang?” goda Belva.
“Tidak ada satupun, atau kamu mau melamar menjadi calon istri aku, aku akan beri tiket gratis di ruang tunggu VIP,” balas Zayn membuat Belva tertawa.
“Kamu konsisten ya, menjadi orang paling percaya diri sedunia,” kenang Belva.
“Jika tidak seperti itu, aku tak akan muncul dalam ingatan kamu,” cebik Zayn. Mereka tertawa lalu terdiam.
“Aku serius Va, aku menyiapkan hari ini setelah mendengar cerita dari Aina, aku banyak mendapat info tentang kamu darinya, dan ya seperti yang kamu lihat ... aku berdiri disini, untuk menemui kamu dan meminta kamu menjalin hubungan serius dengan aku,” ucap Zayn.
“Aku nggak mau menikah,” ketus Belva.
“Bukan nggak mau, tapi belum mau.”
“Iya kah?” ledek Belva sambil mengangkat sebelah alisnya. Zayn tersenyum menimpalinya, baginya Belva memang wanita yang mandiri dan tentunya susah didapatkan. Sehingga membuatnya selalu penasaran.
“Ya, dan aku akan membuat kamu mau menikah dengan ku, kita lihat nanti,” ucap Zayn sambil mengedipkan matanya, yang membuat jantung Belva merasa berdetak tak normal seperti biasanya.
“Oke, kita lihat nanti,” ujar Belva, bukan Belva namanya jika langsung mengakui perasaannya, dia perlu melihat sejauh mana Zayn serius pada ucapannya. Pria keturunan Turki Indonesia berhidung mancung itu terus tersenyum dengan mata penuh cinta memandang Belva, wanita tomboy yang sangat cerdas dan mampu mengalahkannya saat olimpiade.
“So, mau makan siang bersama sambil mengenang semuanya?” ajak Zayn.
“Di sini banyak makanan, kamu bisa pilih apapun yang kamu mau,” tunjuk Belva ke hidangan yang tersaji di meja makan dalam gedung tempat resepsi pernikahan itu.
“Aku ingin mencari suasana baru, ayolah, kamu libur kan hari ini? Kita jalan ke tempat yang sejuk,” ajak Zayn setengah memaksa.
“Libur bukan berarti nggak ada kerjaan,” cebik Belva membuat Zayn terkekeh, dia tahu dari Aina, bahwa Belva memang sangat giat bekerja bisa dibilang dia adalah salah satu orang yang gila kerja pesaing terbesar Willi saat ini.
“Belva,” sapa Renata menghampiri Belva dan Zayn. Wanita mungil berambut panjang itu tersenyum sopan kepada pria tampan di hadapan Belva, meskipun bagi Renata tetap yang tertampan adalah Regan, suaminya.
“Oiya, Re, ini Zayn teman aku dari Turki,” ucap Belva mengenalkan Zayn kepada Renata, wanita yang kini mengikrarkan diri untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya dan menyerahkan seluruh kekuasaan perusahaan di tangan sang suami.
“Zayn,” sapa Zayn sambil mengulurkan tangannya.
“Renata,” ucap Renata membalas jabatan tangan dari Zayn.
“Aina sering bercerita tentang kamu,” ucap Zayn.
“Lho kamu kenal Aina? Bahasa Indonesia kamu terdengar lancar?” ucap Renata.
“Aina kan anak sambung dari pamanku jadi kami telah mengenal cukup lama. Dan juga ... mendiang ibuku berasal dari Indonesia,” ucap Zayn.
“Oh pantas bahasa Indonesia kamu terdengar lancar.” Renata tersenyum ke arah Zayn dan menoleh ke Belva yang tampak acuh, justru menikmati musik yang dibawakan oleh home band di pesta itu.
“Va, aku pulang duluan ya, Rajendra rewel,” ucap Renata menyebut nama putra kecilnya.
“Oh, baiklah. Hati-hati dijalan ya,” ucap Belva, Renata pun mengangguk dan meninggalkan mereka berdua, menuju sang suami yang sudah menggendong anak mereka yang lucu itu.
***
Pada akhirnya, dengan seribu jurus rayuan maut yang dilontarkan pria tampan berkebangsaan Turki itu, Belva mau juga diajak pergi oleh Zayn.
Melihat Zayn yang seolah hapal jalanan di kota Jakarta itu membuat Belva sedikit bingung, apakah dia telah lama tinggal di negara ini? Belva tak mau lebih lama menahan rasa penasarannya, karena itu dia pun memilih bertanya langsung pada pria itu.
“Kita mau kemana?” tanya Belva.
“Sentul,” jawab Zayn.
“Melihat kamu yang seolah tahu arah jalan, apa kamu sudah lama tinggal disini?” tanya Belva lagi. Zayn pun mengangguk.
“Aku sedang mengembangkan bisnis di daerah Sentul dan sudah berjalan sekitar enam bulan,” jawabnya.
“Kenapa baru nemuin aku sekarang?”
“Ya, aku cari moment yang tepat saja,” ucap Zayn, mengarahkan mobilnya menuju kawasan liburan di kota itu. Dia tahu disana ada sebuah air terjun dengan pemandangan yang cukup indah.
“Bisnis apa?”
“Kontraktor bangunan. Kamu bagaimana? Senang menjalani pekerjaan kamu?”
“Tentu, sepertinya aku cocok di tempat itu,” jawab Belva sedikit acuh kini.
Belva mengalihkan perhatian ke ponsel pintarnya, dia memang gila kerja dan dia tak suka jika ada pekerjaan yang terhambat, dia bahkan hampir tak mengenal hari libur, itu sebabnya dia mempunyai dua sekretaris saat ini. Bahkan Regan yang CEO saja hanya mempunyai satu sekretaris. Namun karena itulah perusahaan tampak semakin berkembang.
Untuk memobilisasi kegiatannya, Belva yang cekatan itu selalu ingin timnya bekerja dengan maksimal, namun dia tetap memprioritaskan kesejahteraan mereka di balik itu semua. Dia rela membuat perusahaan membayar mahal atas kinerja timnya, asalkan dia memberikan benefit yang besar untuk perusahaan.
Itu sebabnya sejak menjabat sebagai CTO dia mampu mengembangkan sayap perusahaan menjangkau pasar yang lebih luas, jika The R2 Company mendapatkan banyak penghargaan, merupakan salah satu hasil kerja keras dari Belva karena itu dia sangat mencintai pekerjaaannya dan tak mau menukarnya dengan apapun juga.
Dan karena kegilaannya bekerja itu, membuat dia bisa melupakan masalahnya, masa lalunya yang selalu menghantui. Melupakan bahwa dia merupakan anak yang tak diinginkan ibunya dan terdampar di sebuah panti asuhan.
Hatinya selalu sakit ketika melihat kedekatan antara ibu dan anak, karena dia tak merasakan itu selain dari Tere, bundanya yang mengurusnya sejak bayi di panti asuhan. Padahal sejak kecil dia sangat penasaran, bagaimana rupa sang ibu? Apakah dia cantik? Apakah dia baik? Apakah dia pintar sepertinya?
Dia selalu mempertanyakan, alasan sang ibu tega membuangnya? Apakah dia merupakan aib yang membuatnya malu? Sehingga tega membuang darah dagingnya sendiri. Bahkan karena terlalu sakit, Belva tak pernah ingin mencari tahu jawaban dari itu semua. Cukuplah dirinya menyimpan semua dalam hati kecil yang rapuh.
***