Part 02

1234 Words
Brakk ... Darren menatap ke arah gadis yang membuka pintu ruangannya secara kasar. Gadis yang memiliki sifat tak ada manis-manisnya sama sekali, berjalan membawa beberapa lembar kertas yang diyakini oleh Darren adalah tugas gadis itu. "Ini!" Jessi meletakkan secara kasar tugas yang diberikan oleh Darren, dengan harus mengorbankan mata dan tangannya sama-sama sakit. Tangan yang sakit akibat menulis, mata yang sakit akibat menatap huruf-huruf tidak ada seksinya sama sekali. "Kalau Bapak kasih tugas kira-kira, dong!! Saya hari ini nggak ada jadwal mata kuliah, karena Anda begitu jahatnya memberi saya tugas. Membuat tidur cantik dan mimpi indah saya harus terkorbankan!" Jessi menatap kesal pada dosen yang sangat tampan dan digandrungi oleh seluruh penghuni kampus. Mungkin, hanya Jessi yang tidak akan pernah terpesona oleh pesona Darren, sampai kapan pun Jessi akan membenci Darren—pria yang tidak mempunyai hati. Jessi mengambil duduk di depan Darren setelah meletakkan secara kasar tugasnya. Menatap dosen tampan nam rupawan, namum titisan dari iblis. Teganya ... Darren memberi Jessi tugas sebanyak itu, hanya dikerjakan dalam semalam. Oke, semalaman suntuk Jessi membut tugas harus tidur jam dua malam. Biasanya ia tidur jam tiga pagi tak masalah. Bukan tugas dikerjakan olehnya, malah dirinya menghabiskan tissue beberapa kotak akibat menonton drama Korea. "Saya tidak peduli." Darren mengambil tugas Jessi dan melihatnya sekilas, setelah itu membuangnya ke dalam tong sampah. Jessi melongo melihatnya. Tugasnya!! Dibuang begitu saja! Dasar pria tidak punya hati!!! "Pak, itu tugas saya kenapa dibuang? Saya udah mengerjakan capek-capek, penuh perjuangan, penuh pengorbanan." Jessi tidak terima tugasnya dibuang. Kalau Darren dibuang tidak masalah. Jessi malah senang. Senang sekali. "Saya hanya bercanda, mau mengetesmu apakah kamu akan marah-marah atau tidak?" Darren mengambil kertas tugas Jessi dari tempat sampah, meletakkannya di atas meja. "Bapak itu dosen menyebalkan!!" Jessi tidak akan pernah bersikap manis layaknya remaja jatuh cinta. Ia sangat membenci Darren, biang keladi atas penyiksaan kepada dirinya. Jessi harus mengorbankan waktunya untuk mengerjakan tugas yang sangat menumpuk sekaligus menyiksa. Kenapa harus ada dosen seperti Darren? Tidak punya belas kasih, malah Menyiksa dan tidak memikirkan kegiatan lain dari siswanya. "Saya tahu." Darren menjawab singkat, lalu kembali melihat kepada nilai-nilai yang akan diberikan kepada para mahasiswanya. Darren mengulum senyumnya, melihat wajah datar dari Jessi sangat menyenangkan. Ia tidak akan pernah bosan melihat wajah cantik nan mengemaskan itu, selalu membuat hatinya berdetak kencang dan seolah ingin keluar dari tempatnya. Jessi—gadis yang terkenal urakan—tidak ada manis-manisnya sama sekali. Kecuali Jessi yang sangat cantik namun bertolak belakang dengan sifat gadis itu. Darren sengaja memberikan hukuman kepada Jessi kemarin, agar hari ini Jessi ke kampus menyetorkan tugas yang diberikan olehnya. Tipuan muslihat sebagai dosen, ingin melihat mahasiswi yang disukainya berada disekitar dirinya. Darren benar-benar sudah gila. Gila mengharapkan gadis semuda Jessi menjadi pendamping hidupnya, bukannya mencari seumuran dengannya. Malah Darren ingin Jessi menjadi istrinya. "Saya tahu, kalau saya itu dirindukan oleh semua orang." Jessi membola, tidak percaya akan apa yang dikatakan oleh dosennya barusan. Jessi merindukan Darren? Dalam mimpi!! Dalam mimpi saja dirinya tidak sudi. Apalagi kenyataan! Dosen genit!! Darren bukan hanya menyebalkan, ternyata juga genit. Dari tadi menatap Jessi sembari mengedipkan mata, apakah dosennya tidak lelah? "Pak, Bapak lagi sakit mata? Saya mohon undur diri, soalnya saya tidak mau tertular sakit mata." Jessi berdir dari tempat duduknya, berjalan menuju pintu keluar ruangan Darren. Namun baru selangkah, Jessi merasakan tangannya ada yang memegang. Jessi menoleh, menatap tangan kekar Darren memegang tangannya. Ayolah, ini bukan jalanan raya, harus bergandengan tangan saat menyeberang. "Apaan, sih?" Jessi menghempaskan tangan Darren secara kasar. Mama!!! Tangan anak cantik jeliatamu sudah ternoda!! Tidak perawan lagi!! Selama ini Jessi tidak pernah bersentuhan dengan lelaki lain, kecuali Papa dan abangnya. Jessi harus menjaga kehormatan, walau hanya sebatas pegangan tangan. Masih ingat Jessi, saat melaksanakan OSPEK kemarin, dirinya memakai sarung tangan agar tidak ternoda saat melaksanakan kegiatan. Bukan ternoda oleh lumpur, takutnya Jessi ternoda oleh tangan lelaki. Kalau lumpur Jessi sudah biasa, pertama kali belajar naik sepeda motor dirinya kecebur dalam got. Belajar mengendarai mobil, dirinya dengan sangat cantik malah terpuruk di kubangan lumpur, betapa bersahabatnya Jessi dengan segala hal, berbau kuman. Maaf, kalau kuman cowok dia tidak pernah berurusan. Baginya lelaki semua sama!! Sama-sama punya belalai, juga tidak setia sering mengumbar janji-janji manis yang untuk diingkari. "Jangan sentuh saya!! Ini saya harus bersihkan tangan saya menggunakan Vanish, Detol, dan Rinso. Semua produk harus saya pakai!" oceh Jessi, tanpa memerhatikan tatapan geli Darren ketika melihat Jessi ngoceh. Darren merasa senang. Senang melihat bagaimana mulut gadis yang disukainya itu, berubah menjadi bebek yang tidak bisa berhenti berbicara. Darren ingin sekali, menghentikan ocehan Jessi menggunakan bibirnya, lalu melumat bibir Jessy dan menjelajahi rongga mulut gadis itu. Shit! Darren harus menahan segala pemikiran liarnya. Sabar. Dirinya harus sabar tidak boleh gegabah. Semuanya harus dipikirkan sematang mungkin. "Kau bisa berhenti mengoceh? Atau mau aku cium?" Darren menampilkan senyuman mesumnya. Jessi menghentikan ocehannya, menatap Darren tajam. Cium? Perjaka tua itu ingin menciumnya? Oh ... dalam mimpi pria itu!! Jessi tidak akan sudi dicium oleh Darren. Bisa-bisa bibirnya kena kurap, panu, atau penyakit kulit lainnya. "Dalam mimpimu!! Dalam mimpimu saja, aku tidak sudi dicium apalagi nyata!!" Jessi membuka pintu ruangan Darren lalu keluar dari ruangan pria itu. Brakk ... Lagi dan lagi, Jessi harus melampiaskan kekesalannya kepada sebuah pintu tidak berdosa sama sekali. Darren tersenyum menatap kepergian dari Jessi, lalu pria itu berjalan kembali ke arah kursi kebesarannya dengan senyuman geli. "Aku tidak menyangka, akan menyukau gadis seperti itu. Pernikahanku pasti penuh warna." Darren tersenyum membayangkan sebuah pernikahan bersama Jessi—yang belum tentu gadis itu setuju. Setuju tidak setuju. Darren pasti bisa mendapatkan Jessi menjadi istrinya. *** "Dosen berengsek!!" Prang ... Jessi menendang tong sampah tepi jalan raya. Dirinya sangat kesal dengan kelakuan dari Darren Robert William, bukan hanya menyebalkan pria itu juga m***m. Apa-apaan pria itu?! Ingin mencium dirinya, cih, sampai kapan pun Jessi tidak akan pernah sudi bibirnya harus bergulat dengan bibir Darren. Jessi pastikan, bibir Darren pasti banyak virusnya. Virus yang harus segera dibasmi. "Lo kenapa?" Jessi menoleh ke samping kirinya, mendapati sahabatnya yang masih mengidolakan Darren. "Gue kesal sama dosen kampret itu!" Jessi memjawab mengebu, membayangkan wajah Darren yang dirinya tendang atau disiram dengan air aki.  Biar Darren tidak sok ganteng lagi. Rena—sahabat dari Jessi, masih berawal dengan huruf R. Kenapa Jessi hobi sekali mempunyai sahabat awal hurufnya R? "Pak Darren? Astaga ... Pak Darren adalah dosen tampan bukan dosen kampret!!" Jessi mendengkus, kan, dirinya sudah bilang, kalau Rena, Rini, dan yang lainnya fans dari dosen tidak tahu diri itu sekaligus m***m!! Apa kelebihan dari Darren? Kalau boleh Jessi bertanya. Pasti! Hanya ketampan pria itu saja kelebihannya. "Terserah lo deh, gue capek nemuin spesies yang menanggungkan Darren-Darren kampret itu!!" Jessi menghentikan taksi lalu masuk ke dalamnya, malas dia, malas mendengar orang-orang membela Darren. "Rena, gue duluan!!" teriak Jessi dari dalam taksi. Rena mengangguk. "Ya," Jessi tersenyum dan menyuruh supir taksi untuk menjalankan taksinya, hari ini dirinya akan bermanja ria dengan kasur dan laptop-nya memikirkannya saja, sudah membuat Jessi merasa senang dan tidak sabar. Lupakan Darren—dosen m***m nan menyebalkan. Saatnya Jessi tenggelam dalam khayalan mempunyai suami seperti Oppa-oppa dalam impiannya. Oh ... seandainya Lee Min Hoo datang melamar dirinya, Jessi tidak akan menolak malah mengadakan syukuran. Atau dirinya akan mengelilingi kompleks perumahannya menggunaksn TOA dan menyampaikan kabar bahagia tersebut kepada para penghuni kompleks perumahan elite tempatnya tinggal. Membayangkannya saja, sudah membuat Jessi senyum-senyum sendiri. Apalagi menjadi kenyataan? Supir taksi yang membawa Jessi, bergidik ngeri melihat Jessi senyum-senyum sendiri. "Cantik-cantik, kok, kurang waras!" seru supir taksi tersebut dengan suara pelan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD