Satu
Seorang wanita mengeratkan pegangan pada jaketnya, matanya melirik ke arah depan saat beberapa orang memenuhi kursi kosong di depannya.
Rupanya bus yang dia tumpangi bukan lah bus khusus pelajar, melainkan bus untuk umum. Kanaya menghembuskan nafasnya pelan, rupanya dia salah masuk bus.
Kanaya melihat seorang pria yang duduk di sebelahnya, dia tersenyum ramah lalu mengulurkan tangannya.
"Oh Hay, kenalin, gue Rayhan."
Kanaya merasa canggung baru kali ini dia berkenalan dengan seorang pria tampan. Hidungnya mancung, cukurannya keren, harum, pasti dia disukai banyak wanita. Bukannya tidak suka pada pria, tapi Kanaya terlalu pemalu dan selalu menutup diri pada lelaki, padahal selama ini banyak pria yang menyukainya.
"A-aku, Kanaya," Kanaya segera menjauhkan tangannya setelah bersalaman, lalu menggeser badannya agak jauh.
"Lo kelas berapa? Sekolah di SMA Garuda?"
Kanaya mengangguk.
"Kelas berapa?"
Kanaya tidak menjawab.
"Lo cantik, tapi lo gak menarik."
Kanya melirik pria di sampingnya itu, mengalihkan pandangannya dari buku yang sedari tadi dipandanginya.
"Maksud kamu?"
"Buktinya, Lo gak jawab pertanyaan gue?"
Lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan. "Sayang banget, padahal cantik banget."
Kanaya melihat bukunya lagi.
"Gue diusir sama bokap gue," ucap lelaki itu.
Kanaya meliriknya kembali. "Kenapa?" Kanaya mulai care walaupun sedikit cuek.
Lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan lalu melipat tangannya dan pandangannya lurus. "Seperti biasa, nilai gue jelek, padahal udah mau kelas 12."
Kanaya melihat bukunya kembali. "Harusnya kamu giat belajar, kalo aku kayak kamu, aku udah dipecat jadi anak," ucap Kanaya. Dia menyadari kalau perbincangan mereka mulai santai tanpa kecanggungan.
"Masa anak secantik kamu dibuang gitu aja, kalo orang tua kamu gak mau, sini, kasih aku aja."
Kanaya meraih tas di bawahnya lalu mengambil bolpoin. Kanaya paham sekali kalau pria seperti ini jago menggombal.
"Andai aja gue punya nomer Lo, mungkin gue bakal rajin belajar."
"Aku kan kelas sepuluh, Kak."
"Gak papa, Lo keliatannya pinter, kayaknya Lo nguasain pelajaran kelas sebelas, iya kan?"
Kanaya kembali diam.
"Tuh kan diem, yaudah, kasih nomer hp," Rayhan masih belum menyerah.
"Buat apa?"
"Mau minta aja, siapa tau lo butuh gue. Minta tolong apa kek ke gue, seneng kok gue kalo direpotin."
"Beneran?"
"Beneran lah, kita temenan boleh kan?"
'Kalo Kanaya pacaran, bisa bikin nilai Kanaya jelek.'
Kata-kata itu selalu Kanaya pikirkan saat berbicara santai dengan seorang lelaki seperti ini.
"Maaf Kak, Kanaya gak bisa."
Lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan. Dia merebut HP Kanaya yang dia pegang lalu mengetikan sesuatu.
"Gue udah save nomer gue, Lo harus hubungin gue kalo enggak, gue bakal cari Lo."
"Ta-tapi Kak?"
Lelaki itu menyerahkan hand-phone Kanaya, lalu buru-buru berdiri. "Gue duluan, mobil gue udah beres. Inget ya, gue mau Lo ngerepotin gue, jadi Lo harus hubungin gue."
***
Kanaya turun dari mobil bus bersiap untuk menyebrang namun seragamnya terciprat air genangan di depannya dan bukunya pun jatuh ke air.
BUKU YANG UDAH DUA BULAN DIA RANGKUM DARI BUKU PAKET!
ANCUR! KANAYA AKAN SANGAT MARAH!
"HEH! BERENTI!" teriaknya.
Kanaya berlari mengejar pria yang membawa motor hitam besar. Setelah sampai, pria itu menaikan helm full face-nya. Pria itu hanya menautkan alisnya yang tebal.
"Bajuku basah, buku yang aku rangkum selama dua bulan itu basah gara-gara kamu!"
"Lo nyalahin gua?" balasnya dengan suaranya yang berat.
"Karena kamu salah!" ucap Kanaya kesal.
Lelaki itu membuka helm-nya.
"Gua bukan tipe orang yang gak bertanggung jawab, berapa harga buku Lo?"
"Bukan masalah harga buku! Tapi masalahnya aku ngerangkum selama dua bulan sampai bergadang!"
"Terus, Lo nyalahin gua? Itu kesalahan Lo sendiri! Udahlah, gak ada waktu."
Pria itu memegang helm-nya kembali, namun Kanaya memegang tangannya.
"TANGGUNG JAWAB!" teriak Kanaya, air mata mengalir dari pipinya.
"Ngapain nangis?" lelaki itu frustasi, kemudian menghembuskan nafasnya pelan. "DIEM! JANGAN NANGIS!" omelnya.
"Buku aku, hiks.. hiks.."
Lelaki itu mengusap wajahnya dengan gusar. "Astaga, mimpi apa gua semalem."
Kanaya melihat name tag di kantong jaket hitamnya di sana tertera tulisan 'Rajes Geraldi Pratama'.
'Oh, jadi namanya Rajes, awas aja aku incar kamu, udah berani beraninya rusakin buku kesayanganku,' batin Kanaya
"LO TUH CENGENG TAU GAK!" omel Rajes.
"Nyesek banget tau! itu rangkuman bikin tanganku pegel! Seminggu lagi dikumpulin! Aku bisa dapet c, kamu gak tau kalo nilaiku jelek, aku bisa diapain sama Mama aku!"
"Lo jangan nyalahin sepihak dong, salah Lo juga berdiri di situ, itu kecerobohan Lo! Awas! gue mau pergi, Lo mau gue tabrak berdiri di situ! Gak punya otak ya Lo!"
"INGET! SEBERUSAHA APA PUN LO BERJUANG HASILNYA AKAN NOL DENGAN SATU KECEROBOHAN LO!" teriak pria itu.
Kanaya masih berdiri di situ. Apa keinginan Kanaya? sampai segitunya?
"RANGKUMIN LAGI!"
Mata pria membulat. "Gue terlalu sibuk, gak ada waktu! Minggir!"
"GAK!"
"MINGGIR GAK! GUA BURU-BURU, MAU TEMPUR!"
"GAK! KAMU SEKOLAH DI SMA GARUDA KAN, ITU JAKET KAMU KAN! AKU BAKAL NEMUIN KAMU!" Kanaya dengan kemarahannya, karena ini masalah nilainya.
"AWAS! NANTI GUA RANGKUMIN! MINGGIR DULU LO NYA!"
Kanaya menyingkir denga tatapannya yang ketus melihat kepergian pria menyebalkan itu.
Kanaya melihat jam tangannya. "Udah jam segini, waktunya les matematika, tapi bajuku? Udahlah, sedikit ini kotornya," gumam Kanaya.
Kanaya harus bergegas menuju tempat les. Kanaya ditekankan agar menjadi juara kelas, apalagi dia sudah SMA sekarang. Harusnya umur 17 tahun duduk di kelas dua, tapi karena dulu Kanaya sempat sakit, dia berhenti satu tahun.
Belajar.
Belajar.
Jangan sampai turun rangking, Kanaya bisa dicaci oleh ibunya sendiri dan dibandingkan dengan kakak-kakaknya yang jenius, sungguh membuat Kanaya tertekan. Tapi kalau Kanaya punya nilai jelek, pasti Ayahnya akan mengusirnya seperti waktu dulu. Mereka keras soal nilai.
***
Masih penasaran dengan kisah Kanaya? mau lanjut?