Dua Wanita

1484 Words
Jalanan terlihat padat, bahkan celah untuk sepeda motor agar mudah menyelinap tidak lagi ada. Cuaca pun mulai tidak bersahabat, cerah yang terlihat tadi seakan menghilang begitu saja, kini awan hitam tampak bergelantungan memenuhi langit. Hitam, sangat tampak mencekam. Angin yang sepoi kini berubah menjadi bertiup lebih kencang dan berputar-putar, lalu tetes hujan jatuh satu per satu mendinginkan bumi. Riana semakin tidak tenang, ada rasa khawatir yang berlebihan kali ini. Takut Anggun membatalkan janjinya untuk datang, atau bisa jadi jika ia berniat datang hujan akan menghalanginya kali ini. Semua kemungkinan karena menunggu terlalu lama membuat Riana berpikir macam-macam. "Selamat siang, maaf aku terlambat. Kamu Riana?" Sapaan halus itu spontan membuat Riana mendongak dan langsung berdiri. Ia tidak menyangka Anggun datang secepat itu, bahkan ia berpikir kalau gadis itu bisa saja tiba-tiba membatalkan janjinya karena yang ingin bertemu adalah dirinya. Istri Radit, mantan kekasih yang sangat ia cintai. Rino yang melihat Anggun datang hanya menyambutnya dengan senyuman, lalu mempersilakan Anggun untuk duduk di meja yang sama di kursi depan Riana. Lalu, Rino memilih duduk di meja sebelah yang tidak jauh dari mereka untuk sekadar mengawasi dan tidak ikut campur pada masalah yang akan dibahas dua gadis cantik itu. "Ah, tidak apa. Santai saja, aku hanya khawatir jika kamu datang dengan basah kuyup tadi dan yang patut disalahkan ya aku. Membuat janji mendadak saat cuaca seperti ini. Maaf, ya," ucap Riana sambil menyalami Anggun dan merasa bersalah. "Ah, tidak apa. Hanya hujan rintik walau datangnya keroyokan," ucap Anggun membalas sambil tersenyum pada Riana untuk mencairkan suasana. Keduanya kini sama-sama duduk dengan canggung dalam diam setelah basa-basi yang dibuat dengan penuh keakraban. Beruntung, seorang pelayan kafe datang menawarkan minuman dan camilan tidak lama setelah Anggun duduk sehingga mereka bisa lebih santai. "Aku mau latte," ucap Riana setelah melihat daftar menu minuman yang diberikan pelayan cafe tersebut sambil tersenyum. "Aku juga," ucap Anggun sambil tersenyum pada Riana. "Boleh sama saja, 'kan?" sambungnya menatap Riana yang juga menatapnya. "Camilannya, aku mau Nachos, Onion Ring, dan ...." Belum selesai Anggun memilih menu, Riana langsung menimpali. "Lava cake? Bagaimana?" ucap Riana tersenyum mencoba mengakrabkan diri agar rasa canggung antara mereka menghilang. Spontan Anggun tergelak, "Baiklah, aku juga suka Lava cake." Anggun memberikan daftar menu kepada pelayan kafe tersebut. "Jangan lama ya, Bang. Laper," ucap Anggun tersenyum malu-malu sambil memegangi perutnya yang ramping. Kali ini Riana yang tergelak. "Jadi kamu belum makan?" tanya Riana membulatkan mata melihat sikap Anggun yang memang terlihat sangat lapar. "Ya belum, aku ke sini setelah kerjaan kelar, makanya lama. Maaf, ya. Sore juga ada pemotretan lagi, jadi mungkin aku tidak bisa lama." Anggun menjelaskan kesibukannya pada Riana berharap gadis itu paham, "Ah, tidak apa, tidak masalah. Toh aku juga ditemani Rino," ucap Riana kembali melengkungkan bibir tersenyum. "Jadi santai saja, aku malah terima kasih karena sudah mau meluangkan waktunya," sambung Riana mengungkapkan maksudnya dengan tersenyum sangat tulus. Rino yang sedari tadi bingung harus bersikap apa menjadi salah tingkah melihat dua gadis yang terlihat mulai akrab itu. Dia bahkan bisa bernapas lega setelah melihat keakraban yang tercipta oleh kedua, "Sini, No," ucap Riana melambaikan tangan ke Rino yang mulai tersenyum karena ia menjadi lebih tenang dari pikirannya tadi. "Iya, lagian ngapain kamu di situ sendiri? Jomlo, 'kan? Ya udah sini." Kata-kata Anggun spontan membuat mereka bertiga kembali tertawa. Rino yang sedari tadi merasa takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kini mulai merasa aman dengan melihat komunikasi yang terjalin antara Anggun dan Riana. Minuman dan camilan pun datang, semua sudah ditata di atas meja. Riana dan Anggun langsung berebut Lava cake. Porsi yang kecil membuat mereka hanya dapat satu potongan kecil masing-masingnya. Lava cake habis, spontan Riana dan Anggun kembali tertawa. "Kamu suka?" tanya Riana pada Anggun sambil membersihkan saus cokelat yang meleleh hingga permukaan piring terlihat licin. Tidak ada rasa malu yang dirasakan Riana, bahkan ia nyaman berebut makanan dengan Anggun walaupun pertama kali bertemu. "Ya, sangat. Entah karena lapar atau karena lapar banget," ucap Anggun sambil terkekeh menanggapi pertanyaan Riana. Riana akhirnya ikut terbahak, "Mungkin kata terakhir yang nyata dan itu aku percaya. Lapar banget!," ucap Riana menekankan pada kata banget dan keduanya kembali tertawa. "Ya udah kita pesan lagi saja, ya," ucap Anggun sambil memanggil pelayan. "Ide bagus," jawab Riana kembali tersenyum. Rino sadar akan kebesaran hati Riana, tapi kali ini ia bingung apakah senyum Riana saat ini tulus atau hanya sedang menutupi hatinya yang perih. Karena ia tahu, gadis itu sangat pandai berakting tentang perasaannya, padahal baru beberapa menit lalu mendung datang di wajahnya. Bagaimana bisa ia tersenyum dengan sangat sempurna hanya karena sepotong Lava cake? "Kamu tidak mau pesan sesuatu, No?" tanya Riana menatap Rino yang sibuk menatap dan memperhatikannya. Sontak Rino kaget ditanya Riana saat ia memikirkan perasaan gadis itu. "Ah, iya. Aku cappucino aja deh," ucap Rino. "Apa aku mengganggu kalian? Kalau iya, aku bisa pindah meja," ucap Rino menyipitkan mata merasa tidak nyaman. "Apa sih, No. Di sini aja, bertiga kan lebih rame," ujar Riana menahan Rino. "Dimakan Nachosnya, Nggun," sambung Riana beralih menatap Anggun. "Kamu kalau mau ambil saja, No," ujar Riana menatap Rino yang masih belum bisa mengalihkan pandangannya. "Iya, yuk, kita makan sama-sama," ucap Anggun mengambil santapan itu sambil tersenyum menatap Rino yang sibuk dengan pikiran-pikirannya. Suasana yang ditakutkan Rino tidak pernah terjadi. Dua gadis itu bahkan terlihat sangat akrab hanya karena suka dengan makanan yang sama. Langit semakin gelap, petir menyambar berkali-kali. Namun, saat ini Riana tidak takut akan cuaca yang biasanya membuat ia menggigil ketakutan dan berdiam di bawah selimut. Hujan akhirnya turun dengan deras. Namun, makanan di meja silih berganti. Cuaca dingin membuat mereka bertiga kelaparan. Sambil menunggu hujan yang semakin lebat Rino, Riana, dan Anggun mengisi waktu dengan pertanyaan tentang pekerjaan, kegiatan sehari-hari dan makanan apa yang mereka suka dan berbincang beberapa hal lainnya. "Wah, kita harus makan berdua nih kapan-kapan, Na," ucap Anggun menatap Riana dengan senyum manisnya. "Boleh juga, karena kebanyakan makanan kesukaan kita sama, bagus juga tuh. Ide bagus," ujar Riana menimpali dengan senyum yang sama manisnya. "Aku tidak diajak?" tanya Rino menatap dua gadis itu bergantian. "Ya, hayuk. Ikut aja, "jawab Anggun terkekeh melihat Rino yang sedikit memohon. "Gimana kalau kita berempat, ajak Radit." Pernyataan Rino membuat Anggun dan Riana terdiam saat itu juga. Suasana yang tadi cair mulai mencekam. Riana dan Anggun hanya menunduk dan pura-pura sibuk dengan hidangan di depan mereka, "Ah, maaf. Maaf, aku mengacaukan semuanya," bisik Rino menatap kedua gadis yang kehilangan senyumnya. "Tidak apa, No. Ini juga yang aku ingin bicarakan dengan Anggun, bukan?" Kali ini Riana menatap Anggun lekat dan serius. "Ya, silakan," ucap Anggun memandang Riana yang tidak kalah serius. Suara telepon dari tas Anggun terdengar sangat nyaring. Rino bersyukur di dalam hati kepada siapa pun yang menelepon Anggun kali ini karena bisa sebentar saja menyelamatkan mereka dari situasi yang tidak nyaman seperti barusan. "Dijawab aja," ucap Riana tersenyum kaku dan terlihat tidak nyaman. "Ah, iya. Sebentar ya," ujar Anggun menjauh dari mereka dan fokus pada ponselnya. Percakapan yang terlihat sangat berarti untuk Anggun, gadis itu terlihat mengangguk berkali-kali. Lalu, kembali ke tempat duduknya. "Maaf, Na. Harusnya kita bisa bercerita lebih lama. Tapi, barusan ada telepon dari agency. Aku harus melakukan pemotretan secepatnya. Entah kenapa dimajuin, maaf sekali," ucap Anggun merasa bersalah dan mencoba menjelaskan. "Tidak apa, pekerjaan itu penting. Pasti pekerjaan itu sangat penting buat kamu, 'kan? Kalau aku santai saja, kita bisa bertemu lagi?" tanya Riana penuh harap, ada hal yang belum terselesaikan di hatinya. Namun, waktu seakan belum berpihak. Riana menyalami Anggun dengan hati-hati. "Jika ada waktu boleh kita bertemu lagi?" ucap Riana tersenyum lebih ramah. "Tentu saja, apalagi dibarengi dengan kuliner. Bagaimana?" tanya Anggun mencoba kembali mencairkan suasana. "Hei nanti gendut, gimana mau pemotretan. Siapa yang suka sama model yang lemaknya memenuhi tubuh?" ucap Rino terbahak mencoba ikut dalam obrolan mereka. "Dasar laki-laki," ucap Riana menepuk pundak Rino dengan kesal. "Anggun, terima kasih sudah datang. Kini aku tahu kenapa Radit sangat mencintai kamu," ucap Riana tersenyum dan mulai memahami sesuatu. "Dan aku tahu kenapa ibunya memilihmu sebagai menantu, kamu wanita yang baik, Na," ucap Anggun tersenyum walau manik matanya kini terlihat sayu dan wajah itu terlihat sangat menyedihkan. "Terima kasih, Anggun. Sampai bertemu," ucap Riana melambaikan tangan pada Anggun. Wanita itu pergi menembus hujan, memasuki mobilnya, lalu menghilang memasuki jalanan yang mulai lengang. Riana kini menghirup udara dalam, lalu mengembuskannya dengan sangat hati-hati. Ada perasaan lega yang kini tercipta di hati, rasa penasaran pada Anggun pun sudah menguap, gadis itu memang pantas dicintai suaminya dengan sangat. Bahkan, ia sebagai wanita saja sangat menyukai Anggun yang sangat santai walau sudah menjadi model terkenal. "Terima kasih, No. Udah mau mempertemukan aku dengan dia. Yuk, habiskan kopinya. Kita pulang," ucap Riana sambil menuju meja kasir. Rino yang terdiam atas kata-kata perpisahan kedua gadis itu, kini sadar dari lamunannya. Entah siapa yang harus disemangati. Anggun dan Riana sama-sama merasakan perih yang sangat mendalam. Dengan langkah cepat Rino memotong Riana ke meja kasir, "Biar aku yang bayar," ucapnya sambil mengeluarkan dompetnya dari saku celana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD