Ketika keluar aku melihat pemandangan bagaimana Tian merawat Boy segera aku menyusul mereka dan bergabung. Boy menatapku dengan tanda tanya namun aku hanya bisa membalas dengan tersenyum agar tidak terlihat salah tingkah depan Boy, walaupun kami pernah bertemu sebelumnya tapi melihatku keluar dari kamar papanya pasti akan menimbulkan tanda tanya besar.
"Tante ngapain disini?" tanya Boy "keluar dari kamar ayah juga" benar tebakanku membuat aku menatap Tian meminta bantuan.
"Mulai sekarang panggil mama jangan tante" ucap Tian sedangkan Boy menatap dengan tanda tanya "mama yang akan merawat Boy dan adik-adik nantinya" lanjut Tian “Boy bukannya ingin ada mama di rumah ini? papa akan mencoba mengabulkan permintaan Boy untuk memiliki mama” Boy masih diam menatapku seolah menilai tapi aku hanya bisa diam melihat Boy.
"Lalu mommy?" tanya Boy
"Mommy sudah sama daddy dan adik-adik kamu" jawab Tian "perhatian papa gak akan berkurang seperti yang mommy lakukan, ya kan mama?" Tian menatapku lembut.
Aku menatap Tian bingung dan Boy menatapku menunggu jawaban "ya mulai sekarang mama ada disini nemenin Boy" aku membalas tatapan Boy dan memberikan senyuman tulus “Boy bisa mengandalkan mama apapun itu” ucapanku membuat Tian tersenyum seketika aku menyesali kata-kata yang keluar dari bibirku ini.
"Benar?" Tian mengangguk "jadi nanti mama yang antar jemput Boy dan temanin Boy tidur?" Boy menatapku dengan memohon membuatku menatap Tian kembali meminta bantuan.
"Ya tentu" jawab Tian menatapku menahan senyum "mama akan tidur disini bersama kita" aku melotot mendengar jawaban Tian.
“Malam ini?” tanya Boy penuh harap yang langsung dianggukin Tian “hore Boy bisa tidur sama mama” Boy berlari memelukku erat membuatku hanya bisa membalas pelukannya dan Tian menatap kami dengan senyuman tidak pernah lepas.
"Tapi aku masih ada jadwal kuliah" mencoba untuk protes namun wajah Boy langsung berubah sedih membuatku tidak enak.
"Mama antar aku terus kuliah, jemputnya kalau mama bisa tapi kalau gak biasanya supir yang jemput tapi mama harus ada disini dan temanin aku sampai tidur" usul Boy dengan mata bersinar penuh harap.
Aku menatap Tian sekali lagi yang hanya memberikan senyuman dan terdapat kepuasan dari wajahnya atas permintaan Boy dan cara kami interaksi, aku akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah. Aku membantu bibi menyiapkan persiapan sekolah Boy lalu masuk ke dalam kamar Tian yang sedang membuka ponselnya membuatku sedikit cemberut dan tanpa malu aku duduk di pangkuan Tian.
“Boy sudah siap, papa” godaku membuat Tian tersenyum.
“Aku serius untuk membuat kamu menjadi ibunya Boy dan melahirkan anak-anakku selanjutnya” ucap Tian membuatku menghentikan gerakan di pipinya.
“Kita baru kenal bagaimana bisa kamu mengajakku menikah?” tanyaku membuat Tian tersenyum simpul.
“Jatuh cinta denganmu adalah hal yang sangat mudah dan aku harap kamu membalas perasaan ini serta bisa menjadi ibu anak-anak kita nantinya” aku menatap mata Tian yang menandakan keseriusan di wajahnya membuatku menghela nafas pelan.
“Beri aku bukti jika kamu mencintaiku bukan hanya di ranjang” putusku langsung membuat Tian tersenyum.
“Aku akan bicara dengan Devan atau Wijaya tentang niatku ini” bisik Tian “waktunya Boy berangkat sekolah kita lanjutkan nanti ok” mencium bibirku sekilas yang langsung menurunkanku dari pangkuan “rapikan pakaianmu kita mengantarkan Boy, mama” bisik Tian sambil menggenggam tanganku.
Kami mengantarkan Boy ke sekolah, dalam perjalanan Boy banyak sekali bicara sedangkan kami hanya mendengarkan cerita Boy. Boy mencium dan memelukku sebelum berpisah membuat aku semakin tidak bisa lepas dari Boy, setelah memastikan Boy masuk ke dalam kelas Tian mengajakku masuk ke dalam mobil dengan menggenggam tanganku untuk segera pulang dapat kulihat jika Tian menahan hasratnya dari tadi.
Tian membuka celana dan celana dalamnya ketika di mobil menatapku lembut yang membuatku terkejut atas apa yang dilakukan, menarik daguku dan mencium bibirku lembut. Tangannya menuntunku untuk memegang miliknya yang sudah berdiri tegak seperti dugaanku jika dari tadi Tian menahan diri dan sekarang tidak bisa menahan hasratnya, meminta aku memuaskan dirinya di dalam mobil. Aku tidak yakin Tian mampu berkonsentrasi dengan menyetir sambil aku memainkan penisnya, aku memandang Tian seolah memastikan atas apa yang akan aku lakukan.
"Kocok perlahan sampai rumah kalau mau oral silahkan" bisik Tian mencium pipiku seolah menjawab apa yang menjadi keraguanku.
Tian menyalakan mesin mobil dan meninggalkan sekolah Boy yang jaraknya dari rumah tidak terlalu jauh. Aku mengocok p***s Tian yang sangat berbeda dengan Dodo, aku menatap kepala milik Tian yang berwarna merah dan diameternya yang besar membuat penisnya tidak cukup di dalam genggaman ditanganku. Tian membelai rambutku dengan tangan yang lain fokus pada setir, sesekali Tian melirik apa yang aku lakukan seolah memastikan bahwa aku mengerti apa yang dimaksud.
Perlahan aku mengocok milik Tian yang memang sudah tegang, gerakan tanganku berhasil membuat milik Tian tegang dengan sempurna. Sesekali aku menatap wajah Tian yang merasakan setiap gerakan bahkan desahan tertahan keluar dari mulutnya atas apa yang aku lakukan.
"Enak sayang akhhh" desah Tian "ougghhh tangan kamu lembut ahhh"
Aku mengamati wajah Tian ketika mengocok miliknya suatu hal yang tidak pernah aku lihat pada Dodo, Tian membelai rambutku di setiap gerakan tangan di miliknya seakan menikmati apa yang aku lakukan. Aku menyukai perhatian kecil Tian kepadaku walau aku tahu perbuatan kami salah.
"Akkhhhh" desah Tian ketika aku membelai kepala penisnya
Aku merasakan mobil kami berhenti, Tian menarik daguku mendekat dengan lembut mencium bibirku dari ciuman ini aku merasakan kelembutan. Gerakan tanganku pada penisnya tidak berhenti membuat ciuman kami semakin menggebu dengan memainkan lidah dan bertukar saliva menandakan bahwa kami menikmati kedekatan ini.
"Kamu hebat" ucap Tian ketika melepaskan ciuman "luar biasa aku iri dengan pacarmu yang mendapatkan ini dari kamu"
"Kamu bisa mendapatkan aku sepenuhnya dibandingkan dia" ucapku tiba-tiba.
"Benarkah?" tanya Tian memastikan namun aku hanya diam "baiklah aku akan menunggu itu semua, sekarang kita sudah sampai rumah bisakah melakukannya di dalam?" aku mengangguk langsung.
Tian menaikkan celana dalam dan celananya lalu menutup resletingnya, sebelum keluar Tian mencium bibirku lembut dan tatapan mata Tian yang lembut membuat jantungku berdebar kencang.
"Jika kamu tidak mau bisa pulang atau menolak ini semua" ucap Tian "pikirkan sebelum masuk"
Tian masuk ke dalam rumah setelah mengatakan hal tersebut dan meninggalkanku di dalam mobil dengan berbagai pemikiran apa yang harus aku pilih. Aku menyandarkan diri di kursi menatap sekitar dan merasakan detak jantungku beberapa kali bersama Tian membawa sensasi berbeda pada diriku, tapi apa aku harus memberikannya saat ini kepada Tian dan sejauh mana perasaanku pada Tian sehingga aku bisa melepaskan harta ini kepada orang yang baru bertemu dan bahkan mengenal.