Aku melangkah keluar dari kos Dodo menuju jalan yang agak jauh dari tempat tinggal ini karena aku tidak ingin orang lain tahu jika aku berada di kost pria, aku menunggu jemputan dari aplikasi online untuk pulang di salah satu mini market terdekat.
"Temennya Tania ya" sapa seorang pria membuatku menatap wajahnya "kita pernah ketemu di rumah Tania saya Tian tetangganya"
Seketika aku ingat pria yang ada dihadapanku ini adalah yang aku temui pada saat menjemput Tania, kemarin waktu menjemput aku tidak mengamatinya dengan teliti karena sibuk bagaimana mengusir dirinya tapi saat ini setelah aku amati pria ini lebih dari segalanya dibandingkan Dodo. Usianya mungkin lebih tua dari Devan hanya saja terlihat lebih macho dibandingkan Devan dan seketika jantungku berdetak kencang melihat dirinya.
"Mau pulang bareng?" tanya Tian yang mengagetkanku.
Aku menggelengkan kepala "lagi nunggu jemputan supir online" Tian tersenyum.
"Udah aku antar aja" ucap Tian yang membuyarkan tatapanku "cancel aja lumayan bisa simpan uangnya"
Setelah aku pertimbangkan baiklah aku ikut Tian lumayan juga menghemat uang dengan segera aku membatalkan orderan karena ketika aku lihat sang sopir tidak ada pergerakan sama sekali, tujuanku bukan rumah melainkan kantor papa. Walaupun aku masih kuliah papa selalu meminta anaknya terlibat dalam urusan kantor setidaknya paham apa yang terjadi, tapi papa tidak pernah menuntut kami untuk bekerja disana karena bagi papa dengan kami berada di kantor maka kami bisa belajar banyak hal
"Kantor?" tanya Tian ketika aku menyebutkan nama perusahaan "kerja?" aku menggelengkan lalu menganggukkan kepala "kamu lucu" ucap Tian sambil tersenyum.
Aku terpana dengan senyuman Tian "bukan kerja tapi bisa dibilang kerja juga karena papa selalu minta kami untuk terlibat di perusahaan"
Tian mengangguk paham "apa hubunganmu dengan Tania?" aku diam dan bingung menjawab apa "Tania bercerai dari Yudi?" aku menatap Tian dengan terkejut "agak kaget juga ketika tahu mereka menikah karena setahuku Yudi sudah menikah sebelum menikahi Tania"
"Kamu kenal mereka?" tanyaku langsung "maksudnya suami dan istrinya itu?"
"Istri Yudi itu bersahabat dengan mantan istriku" jawab Tian menatapku sekilas "sekarang rumah itu sudah gak ada yang menempati setahuku itu adalah rumah hasil mereka berdua, setiap Tania cerita mengenai Yudi matanya selalu bersinar"
"Kenal Tania dimana?" tanyaku penasaran
"Kami kerjasama karena aku klien dari perusahaannya lalu bersahabat tapi lama tidak berhubungan dan baru kemarin bertemu" jawab Tian "lalu kamu?"
"Papaku jatuh cinta pada Tania cukup lama dan sekarang mereka menjalin kasih" Tian menatapku tidak percaya "sekarang mereka tidak terpisahkan"
"Wijaya? nama papamu?" aku mengangguk "orang tuamu itu panutanku dimana mereka tampak serasi dan saling mendukung"
Aku tersenyum "mereka layaknya teman bukan kekasih karena tidak ada cinta diantara mereka" Tian menatapku sekali lagi untuk memastikan perkataanku "mereka memang saling mendukung dan serasi karena tidak ingin orang lain tahu bagaimana mereka"
"Maaf" ucao Tian dengan bersalah
"Santai saja sekarang mama sudah bahagia bersama orang yang dicintai" ucapku sambil menatap lurus kedepan dan tersenyum "mama mencintai sahabat papa dan ternyata mereka memang saling mencintai, papa baru mengetahui saat mama dalam keadaan kritis karena mama mengakui semuanya depan papa lalu meminta kami untuk mendukung hubungan mereka berdua bahkan mama sudah menyelidiki seperti apa calon suami Tania pada saat itu dan ternyata benar adanya" Tian hanya diam "makanya sekarang kami mendukung hubungan papa dengan Tania" aku menatap Tian curiga "apa kamu juga suka dengan Tania"
Tian tersenyum "pria mana yang tidak jatuh hati pada Tania"
Aku mengangguk setuju atas ucapan Tian yang berarti aku harus membantu papa menjaga dan mengawasi Tania karena aku tidak mau papa mengalami kekecewaan yang dalam. Pertama kali papa mengalami jatuh cinta jadi jangan sampai papa patah hati di usia tuanya nanti walaupun sekarang sudah tua.
"Terima kasih sudah diantarkan" ucapanku ketika melihat mobil Tian sampai kantor
"Boleh minta nomer telpon?" tanya Tian sebelum aku membuka pintu "siapa tahu aku membutuhkanmu untuk kerjasama dengan perusahaan ini” aku hanya diam “ayolah aku mencoba mendekatimu ini dan tadi ya semacam rayuan agar kamu menyukaiku"
Aku tertawa "baiklah" sambil mengetikkan nomer ke ponsel Tian
"Terima kasih" Tian mengacak rambutku
Seketika aku membeku atas apa yang diperbuat dan entah siapa yang memulai aku merasakan bibirku bersentuhan dengan kulit lembut ketika sadar bibir Tian berada di bibirku. Diciumnya lembut bibirku membuatku seketika membeku padahal ini bukan yang pertama kali aku ciuman dan ada yang menggelitik di perut dan jantungku berdebar kencang, aku memejamkan mata mencoba menikmati ciuman Tian yang berbeda sekali dengan Dodo cara ciuman Tian seolah menyampaikan sesuatu terdalam dan aku menikmati apa yang Tian lakukan.
"Nanti aku hubungi" bisik Tian setelah melepaskan ciuman kami "bibir kamu enak" jari Tian menyapu bibirku lembut dengan jempolnya sambil menatapku “aku rasa kamu melupakan sesuatu” aku mengernyitkan kening mendengar perkataan Tian “kamu melupakan celana dalammu” aku melotot mendengarnya dan Tian tersenyum.
Aku langsung turun dari mobil Tian dan langsung masuk ke dalam kantor, aku malu jika bertemu dengan Tian kembali jangan sampai Tian melihat atau merasakan. Tunggu bukannya kita tadi berciuman apa tangan Tian meraba kemana-mana yang aku tidak sadari, bodohnya aku kenapa melakukan hal ini dengan orang yang baru dikenal atau ditemui. Sial aku seperti jalang yang mau dengan para pria yang ada di dekatku, terlalu lama dekat dengan Hilda membuat pikiranku ke arah sana.
Aku masuk ke dalam ruangan dengan segera aku belajar ke Lila mengenai sistem yang ada, Lila sangat baik dan sabar menghadapiku yang perlu banyak bimbingan. Lila ini kepercayaan papa dan mama dahulu bahkan kesayangan mama, banyak yang tidak tahu bahwa Lila mengurus perusahaan mama juga, banyak yang menilai Lila terlalu santai dalam bekerja dan Lila tidak ingin repot membantah karena baginya adalah kerja bukan mendengarkan perkataan orang lain yang bahkan tidak terlalu mengenal kita atau ikut memberikan dirinya makan.
“Kamu sama siapa tadi?” tanya Devan ketika baru datang berjalan ke arahku membuat Lila menatapku
“Tetangga Tania dahulu” Devan mengernyitkan kening “Tian dia juga pernah kerjasama dengan Tania” Devan dan Lila saling pandang membuatku menatap mereka bingung “kenapa?”
“Kita suka kerjasama dengan dia” jawab Devan santai “sejak kapan kalian ada hubungan?” aku bingung dengan perkataan Devan “walaupun Tian salah satu klien bukan berarti bisa mencium kamu sembarangan dan kamu jangan pernah memancing pria dengan pakaianmu ini” menatapku dari atas ke bawah.
Devan meninggalkan kami setelah selesai memarahi sikapku dan Tian baru saja, lagipula tidak mungkin aku menghubungi Tian masalah ini yang ada nantinya keras kepala bukan selesai masalahnya malah semakin besar