Perasaan Alisya makin kalut dan menyambung-nyambungkan kejadian itu dengan dirinya yang kejatuhan cicak. 'Aduh, sebenarnya ada apa sih. Kok aku jadi makin nggak tenang gini ya?'
Alisya menoleh pada Karin, "Nggak aktif, Rin."
"Ishh… cowok mu kenapa sih, Al. Giliran lagi dibutuhin ajh, kagak nongol." Sungut Karin.
Tidak lama kemudian angkutan umum lewat depan mereka dan dihentikan oleh Karin. Akhirnya Alisya serta Karin menaiki angkutan umum untuk datang ke kantor tempat mereka bekerja.
***
"Alisya! Kamu di pecat!!"
Jedaaarrrr..
Suara kepala manajer seketika mendatangkan petir dan geledek di siang bolong. Alisya yang merasa selalu kerja dengan baik tanpa melakukan kesalahan fatal tidak terima dipecat begitu saja.
"Katakan pak manajer, apa salah saya sehingga anda memecat saya seenaknya saja!" Tegas Alisya meski pada manajernya.
"Diam kamu Alisya! Kamu sudah telat datang, masih saja beralasan. Banyak hal yang menjadi faktor kamu dipecat, terutama kamu sudah menyinggung orang yang seharusnya tidak kamu singgung. Pikirkanlah!"
Pak Manajer memberikan amplop dan menaruhnya di meja depan Alisya, "Ini pesangon terakhirmu. Saya sudah menambahkan sedikit bonus. Huh… lain kali, jangan menyinggung seseorang yang berkuasa. Aku harap kamu mengerti. Sekarang, keluar dari ruangan saya!"
Alisya mengambil amplop tersebut dengan kasar dan merematnya, lalu meninggalkan ruangan itu dengan emosi yang tertahan.
'Siapa sebenarnya yang sudah berbuat seperti ini padaku? Apakah aku sudah menyinggung seseorang?' batin Alisya kacau.
Tak lama, di depan lobi kantor Karin diam-diam menemui Alisya dan menariknya ke tempat sepi, "Al, apa yang pak manajer omongin ke kamu? Kok kelihatannya suntuk gitu?" Bisik Karin.
"Aku di pecat, Rin." Ucap Alisya lesu.
"Apa!! Seriusan?" Suara bass Karin seketika di bekap Alisya dengan mata membulat sempurna.
"Bisa nggak, volumenya dikurangi? Lu mau, di pecat juga!" Bisik Alisya sarkas.
Karin menepuk-nepuk tangan Alisya yang membekapnya, dan Alisya melepasnya dengan cengiran. "Huft… hampir ajh aku kehabisan napas. Terus kamu mau gimana, Al? Bukannya kamu lagi ngumpulin uang buat berobat ibumu yang sakit?"
Alisya nengangguk, "Hm, makanya aku bingung. Mana kondisi ibu makin memburuk, udah gitu gaji segini mah cuma cukup untuk beli obatnya doang. Belum lagi aku udah janjian sama dokter agar Ibu di Kemoterapi."
"Sabar, Al. Aku masih punya tabungan dikit-dikit nih. Kamu bisa pakai nanti, ya.."
"Nggak, Rin. Aku nggak bisa terus-terusan repotin kamu. Kemarin ajh aku belum kembaliin uang yang kamu pinjamin. Malu aku, ngutang mulu sama kamu."
"Aish… kayak sama siapa ajh. Ohya, aku udah lama ninggalin ruanganku. Bisa-bisa pak Gunawan yang suka patroli bikin gaduh gara-gara aku nggak ada. Maaf ya, aku tinggal."
Karin pun berlalu dari hadapannya. Alisya kembali melanjutkan langkahnya keluar dari kantor yang sudah 2 tahun ia bekerja disana.
Pikiran Alisya tertuju pada Ibunya. Ia membutuhkan uang yang tidak sedikit demi pengobatan Ibunya. Bahkan pandangannya seakan tidak di tempatnya, hingga tanpa sengaja Alisya tersandung batu kerikil yang ada di sepanjang jalan.
Alisya terjatuh dan tersungkur di tanah, "Aaarggghhh… kenapa sih aku apes banget hari ini? Pake acara jatuh segala lagi." Gerutu Alisya.
Ia meraih tas nya yang jatuh dan mencoba beranjak dari atas tanah dan menepuk-nepuk pakaian serta telapak tangannya yang kotor.
"Lain kali, kalau aku kaya dan punya uang banyak. Aku akan membeli mobil sekalian bodyguard agar tidak jalan kaki dan melakukan hal bodoh seperti sekarang ini." Gerutu Alisya dengan memanyunkan bibirnya.
Tanpa Alisya sadari, dari jauh ada seorang pria yang memperhatikan nya dengan senyum penuh arti. "Wanita yang lucu, bahkan berjalan kaki saja bisa tersandung."