Suasana sekolah pagi ini cukup ramai. Apalagi sebentar lagi akan diadakan keterampilan tataboga. Hari ini kelas Cinta kebagian untuk membuat Es Krim. Jangan tanyakan apa isi otak Cinta sekarang. Sudah jelas tentang Nando yang akan mencicipi eskrim buatannya dan cowok itu terharu lalu memberikan kecupan sebagai hadiah.
Kyaaaa! Pasti menyenangkan. Tak ada yang lebih menyenangkan bagi Cinta kalau bukan tentang Nando. Apa sih yang nggak buat cowok itu. Bahkan jika Nando minta es serut dari salju akan dia buatkan. Hahahah
Kelas masak belum dimulai tapi Cinta sudah tancap gas duluan dengan hayalannya membuat Sanni teman sebangku sekaligus sahabat Cinta mengernyit bingung.
"Wooii!! Bengong aja Lo!." teriak Sanny keras membuat Cinta telonjak kaget.
"Iiih Sanny! Apa-apaan sih Lo! ngagetin tahu nggak."
"Habis Lo nya bengong kayak orang kesambet. Kenapa Lo? Tu muka kenapa lagi merah gitu."
"Kepo banget sih Lo." gerutu Cinta.
"Ya elah Neng. Bilang aja kenapa sih?"
"Apaan sih."
"Masalah cowok ya? Andre ya?" Kening Cinta berkerut saat nama Andre sang ketua osis di sebut oleh Sanni.
"Kok Andre sih?"
"Ya karena kalau dilihat dari gelagat lo, kayaknya soal cowok nih."
"Trus kenapa harus Andre?"
Ya Tuhan, sahabatnya ini lola nya keterlaluan. "Ya karena seantero sekolah udah tahu Andre suka sama Lo."
"Trus hubungannya sama gue ngelamun apa?"
Sanni tiba-tiba geram. Ingin sekali gadis itu membejek-bejek sabahatnya itu agar otaknya sedikit baik.
"Lo tu, bener- bener ya. Lemot banget otak Lo." gemas Sanni sambil menoel kening Cinta.
"Ih apaan sih. Ya kan Cinta beneran nggak paham Sanni. Kenapa malah marah?"
"Karena lemot lo itu ngalahin komputer rusak."
"Ih jahat banget sih."
Debat aneh itu akhirnya terhenti karena guru yang mengajar mata pelajaran tata boga sudah datang.
Sang guru meminta semua Siswa untuk menyiapkan bahan dan satu persatu cara memasaknya disebutkan yang akan diikuti oleh Siswa di kelas itu.
Jam istirahat dipakai oleh para Siswa untuk membekukan adonan sebelum di mixer. banyak Siswa yang menghabiskan waktu dengan makan di kantin. Ada juga yang menunggu dalam kelas salah satunya Cinta dan Sanni.
Kedua gadis itu memilih untuk duduk di kelas sambil menunggu kelas lanjutan untuk tata boga.
"Lo kenapa sih cuek banget sama Andre?" tanya Sanni membuka percakapan. Di tangan gadis itu kini sudah ada sepotong roti yang dia bawa dari rumah.
"Nggak kok. Siapa yang cuek."
"Tapi satu sekolahan tahu kalau lo itu ditaksir sama si ketua osis."
"Haaah. Gue tahu soal itu. Cuma nggak mau direspon aja."
"Kenapa?"
"Karena gue cuma nganggap Andre teman doang." jawab Cinta pasti.
"Hmmm. Kasian sih. Cuma sekali-sekali iyain saat dia ngajak jalan lo kek. Hitung-hitung buat nyenengin hatinya dia. Ini jutex amat jadi cewek." Cinta melihat Sanni dalam. Ada sesuatu di mata Sanni tapi Cinta tak mau menerka-nerka.
"Iya deh iya. Nanti sekali-kali gue iyain."
"Nah gitu dong."
*****
Nando baru saja selesai rapat dan tepat sekali jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Sudah memasuki jam makan siang. Namun dari pada memilih makan di kantin, Nando lebih menujukan langkahnya ke arah Musholla kantor yang berada di samping markas K2.
Melaksanakan sholat Zuhur lebih dulu akan lebih baik dari pada makan. Alim bukan? Walaupun inteligen negara, Nando terkenal dengan ramah dan santunnya. Tapi hanya pada Cinta sifat ramahnya itu lenyap. Selebihnya, Nando akan masuk daftar teratas target para calon mertua. Hehehe
Nando dan tim K2 akan melakukan syukuran makan siang nanti di salah satu restoran Jepang yang ada di Grand Mall. Acara ini ada karena mereka berhasil mengusut tuntas kasus yang menimpa seorang pengusaha muda bernama Ian Fajar Angkasa. Karena itu, sebagai rasa terima kasih, pengusaha itu memberikan bonus lebih pada tim ini.
Nando sudah selesai sholat dan kini tengah bersiap menunggu anggota yang lain.
"Siap bro?" tanya kaptennya Erik pada Nando.
"Siap dong. Makan gratis masa nggak siap. Heheh."
"Dasar Lo. Lagian anggap saja ini pajak nikahan gue ya."
"Eiittsss, enak aja pajak nikahan. Pajak nikahannya ada lagi. Ini karena ucapan makasi Ian. Bukan pajak nikahan Lo nya." seru Nando cepat.
Mendengar itu, membuat Erik mendengus kesal. "Dasar Tim matre." dengusnya.
"Bukan matre kapten. Rezeki anak sholeh itu namanya. Heheheh."
"Serah Lo deh. Buruan."
"Iye iye ah. Sensian amat lo."
Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi merayakan kemenangan mereka. Karena tim mereka jumlahnya banyak, jadi Nando akhirnya memutuskan untuk pergi dengan motornya saja dan tim yang lain dengan mobil.
Nando sudah ditinggal lebih dulu karena alasannya motor bisa slip sana slip sini.
Perjalanan kali ini terasa cukup ramai namun tak sampai menyebabkan kemacetan. Banyak pengamen yang berkeliaran di lampu merah maupun orang yang meminta-minta.
Sebenarnya sangat disayangkan hal ini terjadi karena memang kabarnya biaya sekolah ditanggung pemerintah dan sekolah gratis untuk yang tak mampu itu ada.
Namun sekian banyak yang bisa dilihat Nando di jalanan, pandanganya justru jatuh pada seorang gadis yang sudah dua tahun ini berkeliaran di rumahnya bahkan dengan tak tahu malunya berisik seperti sudah kenal akrab.
Nando menajamkan penglihatanya pada gadis yang sedang berbicara dengan beberapa pengamen anak-anak itu.
"Ngapain tu cacing kremi di sana?" tanya Nando bermonolog sendiri.
Namun rasa penasarannya tak sebesar rasa laparnya sekarang. Biarkan saja tu gadis cacing di sana, dia memang selalu suka seenaknya sendiri.
Suara klakson mobil mengejutkan Nando. Ternyata lampu sudah mengubah menjadi hijau. Pantesan mereka pada ribut.
Nando kembali meng gas motornya kencang.
Sedangkan di lain tempat, Cinta kini tengah asik berkumpul dengan anak-anak jalanan. Tak banyak yang mereka bicarakan. Hanya saja satu kenyataan yang Cinta tahu kalau mereka yang di sini semua dikontrol oleh beberapa preman. Mereka dipaksa untuk mengamen dan mengemis, lalu uangnya diserahkan pada preman tersebut.
Brengsek!
Geram Cinta saat mendengar cerita mereka yang penuh penderitaan.
"Kalian udah makan?" tanya Cinta dengan iba.
"Belum kak. Kalau kami makan nanti bang Agus marah." jawab salah satu dari mereka dan diangguki setuju oleh beberapanya.
"Kita makan dulu ya. Diiiiii--sana." Seru Cinta menunjuk rumah makan Padang. "Mau ya?" ajaknya lagi.
Ada raut wajah takut yang anak-anak itu munculkan. Mungkin preman yang bernama Agus Agus itu benar-benar jahat. Kalau baik, anak-anak ini tak akan setakut ini.
'Apa gue minta bantuan sama pangeran tampan aja ya buat bebasin mereka?' batinnya bermonolog sendiri.
"Maaf kak, tapi kami nggak berani." jawab anak yang paling besar.
"Jangan takut, kalau nanti kalian dimarahi preman itu, kalian bilang kakak saja."
"Nggak usah kak, kami takut nanti kakak dijahatin sama anggotanya bang Agus. Kami nggak berani."
"Nama kamu siapa?"
"Rendi kak."
"Rendi, gini, kamu yang paling tua kan di sini?" Rendi langsung mengangguk. "Sebagai yang paling tua, kakak tanya sama kamu, kamu nggak kasihan sama adik-adik kamu ini. Mereka lapar lho."
Rendi langsung melihat satu persatu wajah kasihan adik-adiknya.
"Bukannya nggak kasihan kak, tapi kami takut di pukulin. Mereka kalau mukulin nggak ada belas kasihan."
Cinta tampak berfikir keras. Namun sedetik kemudian gadis itu dikagetkan dengan suara bentakan seseorang dan anak-anak itu kabur seketika.
"Kalian mau kemana?" tanya Cinta berteriak. Gadis itu kesal karena bentakan seseorang itu sudah membuat pengamen-pengamen ciliknya kabur. Dengan tatapan kesal, Cinta melirik ke belakang dan menemukan seorang pria brewokan, berkulit gelap, berwajah sangar dan bertubuh besar. Persis seperti preman pasar yang selalu memangsa pedagang-pedagang kecil.
"Apaan sih teriak-teriak!" bentak Cinta balik tanpa rasa takut.
"Kenapa lu ngumpulin anak-anak itu?" tanya si preman dengan wajah sangarnya.
"Ya terserah saya dong. Lagian situ jahat banget. Masa mereka diperlakukan seperti itu. Saya lapor polisi baru tahu rasa." ancam Cinta. Namun sepertinya ancaman itu justru menjadi boomerang baginya. Karena setelahnya Cinta merasakan lengannya di remas kuat membuatnya merintih kesakitan.
"Apaan sih lepasin.!!"
Cinta mencoba terus meronta. Namun bukannya terlepas, Cinta justru dibuat ketakutan karena dia di tarik paksa mengikuti si preman tersebut.
"Apaan sih bapak main tarik aja. Lepasin nggak!!"
"Diam!! Mau kamu saya pukul." ancamnya membuat Cinta ciut seketika.
Gadis itu ketakutan. Ingin teriak, namun tempat dia berdiri sedang sepi.
Entah kemana Cinta akan dibawa yang jelas ini sudah memasuki gang kecil. Alarm bahaya menghinggapi otaknya.
"Sial. Mau dibawa kemana ini gue." batinnya ketakutan.
Cinta melihat tangan preman yang sedang berada di lengannya. Dengan sekuat tenaga, gadis itu mencoba menggigitnya membuat sang preman berteriak kesakitan dan dengan spontan menampar Cinta kuat.
"b******k! Berani-beraninya lu gigit gue ya." bentak preman itu.
Cinta merasakan telinganya berdengung karena di tampar sangat kuat. Air matanya sudah menetes saat merasakan pipinya memanas.
"Hiksss--hiksss--uwaaaaaaa--aaaaaa--kenapa di tampaaaar. Sakiiitt--hiksss--hiksss.." Cinta berteriak menangis sejadi-jadinya. Cinta beringsut mendekat pada si preman dan menjangkau pinggiran baju preman itu sambil terus menangis dan meminta pipinya diobati.
"Sakeeeett--aaaaa--hikkss--hiksss. Pipi Cinta sakiiitt. Hikss--hikss--Om harus tanggung jawab. Obati ini--" Cinta masih saja terus berteriak membuat sang preman menatapnya horror.
"Gila ya Lu."
"Bukan gila tapi sakiit!! Huwaaaa!!"
"Aaiisshh... Berhubungan sama bocah nih gue kayaknya." dumal sang preman. Dengan kuat ia menyentakkan genggaman Cinta di ujung bajunya dan berjalan kencang meninggalkan Cinta yang masih menangis kejer.
"Mau kemana Om. Tanggung jawab dulu ini pipi saya sakiitt."
"Pergi lo. Jangan balik lagi."
"Tapi om--" Cinta menghentikan ucapannya sekaligus tangisnya. Sedetik kemudian seringai menjengkelkan muncul dari bibir tipis gadis tersebut. "Dasar preman g****k. Gitu aja takut." sengitnya. "Aduuh. Nyut-nyutan ini pipi gue. b******k tu bapak-bapak. Main tampar aja dia. Gue laporin pangeran tampan baru nyahok lo."
Cinta berdiri dari duduknya tadi dan langsung berlari keluar dari gang sambil terus memegang pipinya yang sudah pasti merah. Apalagi ia melihat ada darah yang menempel di jemarinya saat ia menyentuh sudut bibirnya.
Cinta tak juga jera. Sesampainya di gang luar, ia kembali mencari anak-anak tadi namun tak ia temukan satupun. Mereka sudah menghilang.
"Isshh.. Ini gara-gara preman banci sialan itu. Gue jadi nggak bisa ajak mereka makan enak. Iiiiii, pria jahaaatt. Awas Lo ya, gue aduin pacar gue baru tau rasa Lo.!" teriak Cinta mendumel sendiri sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah.
Dengan kesal Cinta pergi meninggalkan tempat itu dan bermaksud mencari apotik untuk membeli masker agar luka di bibirnya tertutup.
Ia berencana ke Mall. Cinta langsung berlari menuju motor matik nya yang ia tinggalkan di parkiran motor sebuah bank yang berada tak jauh dari tempat ia melihat anak-anak tadi.
Cinta kemana-mana memang suka menggunakan motor. Walaupun mendapat tentangan dari mami dan papinya, Cinta tetap tak mau menggunakan mobil yang memang sudah di sediakan orang tuanya untuknya di rumah. Alasannya sih simple, mobil itu terlalu mewah dan Cinta nggak mau terlihat pamer harta. Lagian dia ingin seiring dengan sang pujaan hati. Nando kemana-mana juga dengan motor walaupun cowok itu punya mobil.
Setelah menemukan apotik dan membeli masker, Cinta melanjutkan perjalannya menuju Mall yang di maksud.
Jarak dari apotik ke mall tak terlalu jauh. Setelah memarkirkan motornya, ia pun masuk ke dalam dan mampir ke sebuah restoran Jepang. Sebenarnya tujuannya memang ingin ke restoran tersebut. karena Cinta sudah rindu dengan menu Karaage yang ada di restoran ini.
Kalian tahu karaage kan? Makanan khas jepang yang terbuat dari ayam. Dan sangat enak.
Cinta memilih duduk di pojokan yang tanpa ia sadari, Nando beserta rekannya juga sedang ada di restoran tersebut. "Bro--bukannya itu Cinta?" Nando yang sedang asik menyantap makanannya langsung melirik ke arah tunjuk Ronald.
"Tu cewek ngintilin gue?" geram Nando.
"Pede banget Lo. Siapa tahu dia memang sengaja mau mampir." ucap Ronald membantah Nando. "Tapi kayaknya lagi sakit deh. Kenapa pakai ma-- What?" Baik Nando maupun Ronald sama-sama terkejut saat melihat Cinta membuka maskernya ketika pesanan gadis itu datang. "Bibirnya--"
Ya. Ronald dan Nando bisa melihat dengan jelas seperti ada bekas pukulan di wajah gadis itu. Bahkan masih sangat segar dan Cinta juga terlihat kesusahan membuka mulutnya saat ingin menyuapi makanan.
Nando melihat Cinta yang kesakitan, bahkan sampai gadis itu mengipas-ngipas mulutnya dan sesekali menyentuh bagian luka yang masih membiru. ‘Kenapa tu cewek?’ tanya Nando dalam hatinya. Pasalnya ia tadi melihat Cinta sedang berkumpul bersama beberapa anak jalanan. ‘Nggak tawuran kan tu cacing kremi?’