Reno mengaku tak bernapsu melihat tubuh kecil Renata, tapi pada kenyataannya, setiap inci tubuh Renata seakan tidak lepas dari kecupannya.
Reno lupa dengan ucapannya, saat nikmat yang ia rasa dari tubuh Renata mengalir, dan membangkitkan gairahnya, yang sudah satu tahun menduda.
Renata hanya menurut, dan mengikuti keinginan Reno saja. Ia tak terlalu paham bagaimana cara orang bercinta. Meski ada perasaan sakit pada hati, dan tubuhnya, namun Renata berusaha bertahan.
Renata menjilat bibirnya yang terasa tebal, karena Reno memagut bibirnya cukup lama. Renata tak sanggup lagi menghitung, berapa kali tubuhnya menegang, dan miliknya menyemburkan pelepasannya.
Rasa perih, dan sakit yang awalnya ia rasakan, saat milik Reno masuk, dan menerobos miliknya, kini berganti dengan rasa yang tidak mampu ia ungkapkan. Rasa sakit, dan perih itu kini bercampur dengan rasa nikmat yang rasanya ingin terus ia rasakan.
Tubuh Renata bergerak, mengikuti irama hentakan pinggul Reno. Kedua telapak tangan Renata menggenggam sprei dengan kuat. Punggunya terangkat, kepalanya terdongak, bibir Reno terus bermain di antara leher, dan dadanya.
Buah d**a Renata yang kecil seakan mampu masuk ke dalam mulut Reno. Renata menggelengkan kepala, karena Reno terlalu kuat mengisap dadanya.
Reno mengerang dengan suara tercekat di tenggorokan. Lalu tubuh Reno ambruk di atas tubuh Renata, setelah miliknya menyemburkan benih di dalam rahim istrinya.
Hanya sesaat tubuh Reno menimpa tubuh Renata, lalu ia menarik diri, dan berbaring telentang di samping Renata. Renata tak bergerak, ia terlalu lelah, bahkan untuk membuka matanyapun ia merasa tidak mampu.
Reno menolehkan kepala, ditatap wajah Renata yang masih memerah. Tatapannya turun ke bawah, d**a Renata juga memerah, bahkan ada bekas kecupannya yang terlihat sangat kontras dengan kulit Renata yang putih. Begitupun di bagian perut, dan paha Renata.
Reno mengusap wajahnya, tubuh yang tadinya saat ia pandang tak membuatnya bernapsu, ternyata mampu membuatnya terpuaskan. Membuatnya lupa daratan, membuatnya menggeram, menahan rasa yang ingin segera dituntaskan.
Reno mencoba untuk tidur, tapi hanya matanya yang terpejam. Pikirannya melayang pada Alea Almadita, mantan istrinya, yang ia talak tiga satu tahun lalu. Hal yang menjadi penyesalan baginya sampai kini. Reno sangat mencintai Alea, begitupun Alea, juga sangat mencintainya.
Sayangnya, Alea tidak bersedia untuk hamil, dan melahirkan keturunan baginya. Bagi Reno, hal itu bukan masalah, karena ia menerima Alea dengan semua trauma masa lalu, yang membuat Alea enggan memiliki anak.
Namun, orang tua Reno tidak bisa menerima hal itu. Terjadi pertengkaran antara Alea, dan ibu Reno. Alea mengeluarkan ucapan kasar pada ibu Reno. Reno tidak terima, dan berujung pada perceraian, dengan talak tiga.
"Enghhh.... " suara Renata membuyarkan lamunan Reno. Renata memiringkan tubuhnya ke arah Reno, terlihat wajahnya meringis.
"Uuhh, perih.... " ia menggumam, namun matanya masih tetap terpejam. Renata kembali merubah posisinya, ia telentang lagi, dan membuka lebar kedua pahanya. Telapak tangannya mengibas di depan miliknya. Ia mengipasi miliknya, untuk mengusir rasa perih yang ia rasakan.
Tapi, mata Renata tetap terpejam, meski telapak tangannya bergerak, dan wajahnya sesekali meringis.
"Enghhh.... " terdengar kembali Renata menggumam, telapak tangannya tidak lagi bergerak seperti nengipasi, tapi kini bergerak mengusap miliknya dengan perlahan.
Reno terus memperhatikan, ekspresi wajah Renata, juga gerakan tangannya. Milik Reno kembali bereaksi, membesar karena tergoda oleh gerakan tubuh kecil di sampingnya.
Apa lagi, Renata mendesah-desah sambil mengusap miliknya. Desahan yang bagai sebuah undangan agar Reno kembali memberinya kenikmatan, dan menikmati tubuhnya. Namun kenyataannya Renata sedang merasakan sakit di miliknya.
"Perih.... " rintihan Renata membuyarkan angan Reno. Miliknya menyusut, seakan tahu, bukan waktunya untuk mencari makan.
Reno membiarkan saja Renata dengan igauannya. Ia turun dari ranjang, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Dibersihkan dirinya, baru ia ke luar dari dalam kamar mandi, dan mengenakan pakaiannya.
Setelah itu, ia berbaring di sofa, sambil menikmati acara televisi. Dan, tanpa sadar, pada akhirnya, televisi yang menonton ia tidur.
****
"Om, Om!"
Reno mengangkat lengannya yang menutupi sepasang matanya yang terpejam.
Wajah Renata menyapa matanya yang terbuka.
"Apa?"
"Hampir subuh," Jawab Renata pelan, karena takut mendengar suara berat Reno.
Reno mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya. Ia bangkit dari sofa yang ia tiduri.
"Om sholat subuhkan?"
"Tentu saja, apa kau pikir aku tidak pernah sholat!"
"Maaf, aku hanya bertanya," Renata menundukan kepalanya.
"Pertanyaan bodoh!"
Reno menuju kamar mandi, Renata mengeluarkan mukena, dan sajadah dari dalam koper. Ia menelpon ibunya saat bangun tidur tadi, menanyakan apa yang harus ia pakai hari ini, karena di dalam lemari hanya ada pakaian tidur saja.
Ibunya mengatakan di mana letak koper berisi pakaiannya. Ibu Reno yang mempersiapkan itu semua. Renata menggelar dua sajadah yang ia dapatkan dari dalam kopernya. Lalu ia mengenakan mukena, dan duduk menunggu Reno selesai mandi.
Reno ke luar dari dalam kamar mandi, ditatap Renata yang duduk di atas sajadah, menunggunya.
Reno mengenakan pakaian, lalu mendekati Renata. Ia berdiri di depan Renata, di atas sajadahnya. Cepat Renata bangkit dari duduknya.
Ditatap punggung Reno, ia merasa kalau dirinya sangat kecil jika berada di dekat Reno. Tapi ditepis perasaan itu, karena ia harus sholat subuh.
BERSAMBUNG