Dan....
Tubuh Renata jatuh ke lantai. Mata Reno membola melihat gadis yang baru sah sebagai istrinya itu pingsan.
"Hhhh, dasar anak ingusan, menyusahkan saja," gerutu Reno. Diangkat tubuh Renata, ia baringkan di atas tempat tidur.
Reno membiarkan saja Renata pingsan, ia tidak berusaha menyadarkannya. Dilepas pakaian resepsinya, diletakan di sofa, lalu ia masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan dirinya.
Ke luar dari dalam kamar mandi, dipandangnya Renata yang masih terbaring pingsan. Setelah mengenakan pakaiannya, kaos oblong, dan celana boxer, Reno duduk di tepi ranjang. Ditepuknya pipi Renata pelan.
"Rena, Rena ... bangun."
Cukup lama Reno berusaha menyadarkan Renata, barulah mata Renata terbuka. Renata terjengkit bangun dari berbaringnya. Ditatap wajah Reno dengan perasaan takut.
"Sebaiknya ganti pakaianmu," Reno berdiri, ia mengambil ponsel dari dalan tas, lalu menuju sofa, ia duduk di sana, dinyalakannya televisi. Renata memperhatikan setiap gerakan Reno.
Perlahan, Renata turun dari ranjang. Ia duduk di depan cermin, dilepas hiasan yang ada di atas kepalanya. Tangannya sedikit bergetar, hatinya terasa gentar, melihat sosok Reno yang besar.
Selesai melepas hiasan kepala, Renata bangkit dari duduk. Ia berusaha melepas restleting gaun pengantinnya. Tapi, ia kesulitan melakukannya. Renata menggigit bibir bawahnya, ia tahu, perlu bantuan orang lain untuk melepas restleting gaunnya.
Ia tak mungkin menelpon ibunya sekarang, tapi untuk minta bantuan Reno, ia tidak berani juga. Renata kembali duduk, ditundukan kepala, dijalin jari jemarinya dalam kebimbangan, dan kecemasan, akan bagaimana nasibnya, juga nasib pernikahannya kelak.
Renata mengangkat kursi dengan perlahan, ia letakan semakin dekat ke meja rias, yang di atasnya kosong, tanpa ada satu barangpun. Ia sangat lelah, dan mengantuk, tapi ia tidak bisa membuka restleting gaun pengantinnya. Ia harus menunggu pagi, lalu menelpon ibunya, untuk datang, dan membantu melepaskan restleting gaunnya.
Renata tidak berani meminta bantuan Reno, karena melihat sikap Reno yang sangat dingin padanya. Renata duduk di kursi, dilipat tangannya di atas meja, lalu ia rebahkan kepalanya. Matanya ia pejamkan, ia biarkan kantuk menyerangnya. Ia ingin tidur, dan melupakan masalahmya, meski itu hanya untuk sejenak saja.
Reno mematikan ponselnya, lalu memijit remote televisi. Televisi mati, ia bangkit dari duduknya. Lalu menatap ke arah ranjang, keningnya berkerut dalam. Dialihkan pandangannya, matanya membola saat melihat Renata yang tertidur dengan kepala terkulai di atas meja rias.
"Ya Tuhan, apa lagi yang dilakukan anak ingusan ini, menyusahkan saja!"
Reno mendekati Renata.
"Hey, kenapa tidur di sini?"
Renata terjengkit bangun, dan langsung bangkit dari duduknya karena tepukan Reno dibahunya cukup keras.
"Ma ... maaf, aku mengantuk, tapi ... ehmm, aku tidak bisa membuka restleting gaunku," jawab Renata tergagap. Renata menatap wajah Reno dengan tatapan takut.
Terdengar Reno menarik napas, lalu diputarnya tubuh Renata, diturunkan restleting dengan cepat.
"Sudah, sekarang cepatlah mandi, aku tidak ingin tidur dengan orang yang tidak mandi, paham!?"
"I-iya," cepat Renata menarik ujung gaunnya, lalu segera memasuki kamar mandi. Saking gugup, dan takutnya, ia lupa masuk ke kamar mandi dengan tanpa membawa pakaian ganti.
Renata melepas gaunnya, lalu menggantung gaun dengan gantungan baju yang tersedia di sana. Ia beruntung, gaun pengantingnya buka gaun yang berekor panjang, tapi gaun dengan potongan sederhana, untuk menyesuaikan bentuk tubuhnya yang mungil, dan usianya yang masih sangat muda.
Selesai mandi, barulah Renata menyadari kalau ia lupa membawa pakaian ganti. Untungnya, ada jubah mandi yang bisa ia kenakan, meski kebesaran di tubuhnya.
Renata membuka pintu kamar mandi sedikit, ia mencoba mengintip di mana posisi Reno saat ini. Ternyata Reno sudah berbaring di atas ranjang, dengan punggung menghadap ke arahnya.
Renata menarik napas lega, lalu ia mulai mencari pakaiannya di dalam lemari yang ada di sana. Ibunya sudah memberitahu, kalau semua pakaian yang disiapkan untuknya di lemari hotel, adalah pakaian baru, pemberian ibu Reno.
Renata menatap bingung isi lemari.
'Kenapa pakaian tidur seksi semua, tidak ada daster atau piyama. Lalu, besok pagi aku harus pakai apa, pakai baju tidur seksi ini juga?'
Renata menggigit bibir bawahnya. Dengan ragu diambil satu stel lingerie berwarna hitam. Ia bawa masuk ke dalam kamar mandi. Lalu ia kenakan di depan cermin besar yang ada di kamar mandi. Mata Renata membola, melihat dadanya menyembul karena belahan d**a yang sangat rendah.
Pahanya yang putih pucat juga terlihat terekspose dengan sempurna.
"Untuk apa pakai baju begini, terlihat sama saja dengan telanjang," gumamnya sendirian.
"Hey buka, aku ingin buang air!" pintu diketuk, dan suara Reno yang bernada tidak sabar terdengar.
Cepat Renata membuka pintu kamar mandi. Reno berdiri menjulang di hadapannya, tanpa baju, hanya ada celana boxer menggantung di pinggangnya. Tubuh Renata bergidik, melihat bulu yang tumbuh di d**a Reno, dan membuat jalur sampai ke bawah perutnya.
"Apa, menyingkirlah!"
"Maaf.... " Renata cepat ke luar dari dalam kamar mandi. Reno masuk, dan menutup pintu kamar mandi.
Renata berdiri bingung, ia harus bagaimana, tidur di mana. Tapi, ia teringat akan tujuan orang tua Reno memintanya menikah dengan Reno. Mereka ingin segera memiliki cucu.
Itu artinya, ia harus rela menyerahkan tubuhnya pada Reno. Renata duduk di tepi ranjang, ditatap pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat.
Rasa takut juga cemas kembali merasuki perasaannya. Ia takut tak mampu memenuhi keinginan mertuanya, karena sikap Reno yang sangat dingin padanya.
Pintu kamar mandi terbuka dengan tiba-tiba. Mengagetkan Renata, dan membuyarkan lamunannya. Renata bangkit dari duduk, tatapannya tertuju pada Reno yang juga tengah menatapnya.
Jantung Renata berpacu dengan cepat. Telapak tangannya terasa dingin namun berkeringat. Pikirannya terasa buntu dengan tiba-tiba. Tatapannya tak bisa ia alihkan dari wajah tampan Reno.
Reno melangkah maju, tanpa sadar Renata ingin mundur, tapi tak bisa, karena ada ranjang di belakangnya. Ia terduduk di tepi ranjang, wajahnya mendongak, menatap Reno yang sudah berdiri tegak di hadapannya.
BERSAMBUNG