10 | Tawaran Lain

1351 Words
♥●♥●♥ "Aaakkh.... Kenapa si Aji jadi nyebelin lagi sih setelah kemarin baik banget." Kinara menjambak rambutnya frustrasi. Tak ia hiraukan meski rambutnya acak-acakan lagi setelah ia sisir rapi beberapa menit lalu. Gadis itu berjalan cepat melewati halaman rumah kost dan segera masuk mobil Ajisaka yang sengaja diparkir tepat didepan gerbang. Kegelisahan kinara bukan tak beralasan loh. Si Ajisaka ini pria beristri, punya anak juga, pun tua. Yaa... meski wajahnya gak sebanding dengan usianya, tetap ganteng dan terlihat awet muda, tapi kan tetap saja. Tua ya tua, angka gak bisa bohong. Dan, tentang istri Ajisaka, wanita bernama Wenny ini luar biasa cantiknya. Semua staff butiknya mengakui hal itu. Menurut Moko, gambaran bidadari itu nyata adanya pada diri Bu Wenny. Kinara memang belum pernah bertemu secara langsung dengan sosok Bu Wenny yang banjir pujian ini. Ia hanya sekilas mendengar dari staff butik Wardhana saat ia tampil mengisi acara. Juga mendengar dari Moko yang beberapa kali menerima tawaran pekerjaan dari Ajisaka. "Sudah sampai." ucap Ajisaka menyadarkan Kinara dari lamunannya selama perjalanan. "Loh, kok hotel? Katanya mau makan siang." "Kenapa kalo hotel? Kamu takut saya apa-apain hmm?" Kinara mengernyit penuh waspada. Setidaknya sebelum diapa-apain, ia sudah punya rencana untuk melarikan diri atau semacamnya. "Saya pulang aja kalo gitu." ancam gadis itu menatap tajam kearah Ajisaka. Ajisaka mengambil nafas panjang "Kita memang cuma makan siang Kinkin, restoran di hotel ini terkenal banget Sirloin steak nya." jawabnya kemudian. Kinara masih menatap pria didepannya dengan tatapan waspada. Tangannya sudah menegang handle pintu mobil bersiap untuk melarikan diri. "Saya serius Kin, turun dulu deh. Di lobby sebelah kanan kamu bisa langsung menuju restorannya, saya sudah reservasi tadi." lanjut Ajisaka. "Ya sudah, bapak jalan didepan kalau gitu." seru Kinara sedikit ketus. "Mas." "Suka-suka saya deh mau panggil bapak pake panggilan apa. Mulut juga mulut saya." entah keberanian darimana Kinara bisa menantang Ajisaka seperti itu. Ia pun tak habis pikir dengan kalimat yang spontan keluar dari mulutnya barusan. Apa mungkin karena terlalu menghayati nasihat Puspa beberapa waktu lalu. Yang menyarankan Kinara agar sedikit galak pada pria disekelilingnya. Memang ada benarnya, mengingat insiden mengerikan yang hampir merenggut kehormatan Kinara beberapa minggu silam. "Ya sudah kalau begitu, terserah mau panggil saya apa. Tapi tolong jangan 'pak' atau 'bapak'." pinta Ajisaka sebelum membuka pintu mobil lantas memutari mobilnya untuk membukakan pintu disebelah Kinara. "Saya bisa buka pintu sendiri." ketus Kinara lagi-lagi. "Saya hanya mencoba bersikap layaknya seorang gentleman Kinkin." Ajisaka membuang nafas pelan. Tapi Kinara menurut juga saat Ajisaka membukakan pintu mobil. Gadis itu seperti asisten Ajisaka saja karena lebih memilih berjalan di belakang Ajisaka saat mereka melewati lobby hotel menuju restoran. ▪️▪️▪️▪️ Ternyata benar kata Ajisaka, steak di restoran ini luar bisa enak, mampu memanjakan indera perasanya dengan baik. Tapi memang ini pertama kalinya bagi Kinara makan siang dengan menu mewah seperti ini. Sebelum-sebelumnya ia makan steak tiap ada acara yang mengundangnya bernyanyi dengan home band-nya. Awalnya, Kinara mengira Ajisaka akan mengajaknya makan siang di restoran cepat saji didekat tempat kostnya atau depot masakan Sunda yang tak jauh juga dari kompleks rumah kost-nya. Tapi ternyata semua tebakannya meleset, sejak Ajisaka memarkir mobilnya di area hotel berbintang lima ini. "Enak?" tanya Ajisaka begitu melihat Kinara menelungkupkan sendok dan garpunya. "Hmm... bener kata bapak, eh mas.. eh.. om tadi, steaknya enak." "Ckk... masalah panggilan tadi, saya serius Kinkin. Please jangan panggil saya bapak, apalagi om, kesannya p*****l banget saya ini." "Oke deal. Mas ya? Sebelum saya nemu panggilan lain yang pas." "Panggil sayangku, cintaku atau hubby sebenernya juga gapapa. Terdengar cocok sekali kan? saya juga tidak keberatan sama sekali." kata Ajisaka santai, bahkan tanpa mengalihkan pandangannya dari mangkok sup iga yang tengah disantapnya. Ajisaka ini mungkin memang minta digilas ya. Sudah cukup! Kinara tak tahan lagi ! Kinara memundurkan kursinya, berdiri berkacak pinggang dengan memasang muka sebal. Dilihatnya Ajisaka yang masih nyaman melahap makanannya. "Shut up..!" pekik Kinara membuat Ajisaka terperanjat. Gadis itu lantas berjalan cepat meninggalkan Ajisaka yang masih mematung Menyadari Kinara tak main-main dengan umpatannya, Ajisaka segera beranjak dan menyusul Kinara setelah menyelesaikan bill restoran. Tepat waktu, Ajisaka mencekal lengan atas Kinara pelan saat gadis itu baru saja menghentikan taksi didepan hotel. "Gak jadi pak, ini ambil saja buat ganti rugi." ucap Ajisaka pada supir taksi yang menurunkan jendela mobilnya. Ajisaka sengaja mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah, dan menyodorkannya pada sang supir. "Kebanyakan ini pak." ucap sang supir hendak menolak. "Gapapa pak, anggap rezeki untuk keluarga bapak hari ini." lanjut Ajisaka memaksa, hingga sang supir tak punya pilihan lain selain menerimanya penuh syukur. Mengendurkan cekalan tangannya pada lengan Kinara, Ajisaka menatap gadis itu dengan penuh rasa bersalah. "Maaf." desis Ajisaka. "Saya memang berterima kasih sekali mas Aji sudah menyelamatkan saya malam itu. Ta-tapi bukan berarti saya akan luluh dengan perhatian dan kata-kata manis mas." lirih Kinara hampir tak terdengar. "Iya maaf, saya salah. Saya gak akan bicara seenaknya lagi. Hmm.." jawab Ajisaka setelah melepaskan jemarinya. "Saya antar pulang?" bujuk Ajisaka yang untungnya diangguki pelan oleh Kinara. "Mau langsung pulang ke kost atau mau mampir dulu?" tanya Ajisaka lagi ketika mereka berdua sudah sudah dalam perjalanan pulang. "Antar ke rumah Moko aja, saya ada perlu sama Moko." "Perlu apa?" selidik Ajisaka sedikit melirik gadis disebelahnya yang masih acuh tak acuh. "Gak usah kepo? Mas juga gak akan ngerti deh." "Masalah kerjaan?" "Hmmm... Kurang lebihnya begitu. Saya gak biasa nganggur terlalu lama, ini udah hampir tiga minggu Moko sengaja gak kasih kerjaan." "Kin," panggil Ajisaka membuat ia menoleh seketika. "Sebenarnya saya juga punya andil kenapa Moko belum kasih job nyanyi ke kamu." lanjut Ajisaka masih fokus dibalik kemudi. "Maksudnya?" Kinara mengernyitkan kening bingung. "Yaa.. saya sempat ngobrol sama Moko, agar menunda dulu semua job menyanyi kamu. Kan ada Bimo dan Risa yang masih bisa jadi vocalis nya." "Gimana saya mau dapet duit kalau saya gak dapet job nyanyi mas? Kenapa Moko gak ada cerita sama saya." tuntut Kinara. "Mungkin belum sempat Kinkin, lagipula saya pernah mengajukan tawaran pekerjaan lain untuk kamu lewat Moko." "Pekerjaan di toko?" Latar belakang Ajisaka sebagai pemilik beberapa toko batik di Rembang tentu saja membawa pikiran Kinara mengarah pada pekerjaan di toko pria itu. "Bukan. Saya lihat kamu suka sekali menyanyi, pekerjaan ini masih berhubungan erat dengan dunia yang kamu sukai Kinkin." "Jelasin." Kinara mulai sedikit tertarik dengan tawaran Ajisaka. Pantas Moko belakangan ini seolah mendorong dirinya untuk mencari pekerjaan lain diluar kegiatan menyanyi bersama Moko dan band nya. Apa mungkin karena tawaran pekerjaan dari Ajisaka ini? "Ada salah satu teman saya yang baru saja membuka kafe kekinian di sekitar Taman Kartini. Ada live music disana setiap hari, tapi dia kesulitan mencari penyanyi untuk weekend. Padahal setiap weekend kafenya selalu penuh pengunjung." "Hmmm... terus?" "Kamu bisa saya kenalin ke pemilik kafe itu jika bersedia menyanyi disana, hanya untuk hari jumat sampai minggu." Kinara diam seolah sedang berpikir. "Lalu pekerjaan saya dengan Moko dan teman-teman yang lain?" "Kamu bisa bicarakan dengan Moko terlebih dahulu. Tapi saya rasa Moko pasti mendukung jika kamu menyanyi di kafe milik teman saya. Disana jadwalnya tetap, tempatnya juga enak, hommy banget dan yang penting gak perlu pergi jauh-jauh seperti saat kamu dengan teman-temanmu manggung." Kinara mendesah. Tawaran yang menggiurkan sebenarnya, karena ia tak perlu lagi melalui perjalanan jauh dari lokasi satu ke lokasi yang lain. Belum lagi jika ia harus berhadapan dengan penonton yang kurang sopan jika ia menyanyi di tempat terbuka dengan banyak penonton yang berdesakan. Masih ia ingat jelas musibah yang menimpanya saat dia mengisi acara di rumah Bu Marni. Ia tak ingin kejadian serupa menimpanya lagi. Tapi disisi lain, ia juga memikirkan pekerjaannya yang terdahulu dengan Moko dan teman-teman seperjuangan yang sudah menganggapnya sebagai keluarga sejak ia bergabung 4 tahun silam. "Gimana kin?" pertanyaan Ajisaka membuyarkan pikiran gadis itu. "Saya ngobrol sama Moko dulu." "Hmm.. itu orangnya, sepertinya tau banget kalau kamu mau datang." Ajisaka mengendikkan dagu kearah luar, dimana Moko sudah berdiri melipat tangan didepan d**a didekat pagar rumahnya. . . Bersambung yaa... ➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜ Ada yang saling cemburu nih kayaknya antara Ajisaka dan Moko. ( ꈍᴗꈍ) Kiss and hug, Mbak Li, ( ˘ ³˘)♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD