Sejak tadi Bianca mengeker setiap pergerakan Tama. Perlahan dia mendatangi bartender yang menyiapkan minuman untuk pelanggan. Karena pengunjung club’ tersebut malam ini cukup ramai, jadi bartender itu sempat lengah. Kesempatan itu digunakan oleh Bianca untuk mencampur sesuatu yang sudah dia siapkan dari rumah ke dalam gelas yang akan diberikan pada Tama. Dalam misinya, Bianca tidak terlihat sedikitpun ragu. Dia tersenyum smirk karena sebentar lagi Tama jadi miliknya seutuhnya.
“Tama, sudah hampir tiga tahun gue nunggu Lo balas perasaan gue. Tapi sepertinya Lo memang nggak peka, atau Lo memang udah nolak gue secara nggak langsung. Dari pada Lo sama cewek lain, lebih baik Lo musnah aja dari dunia keartisan. Gue gak bisa lihat lo dipuja banyak gadis, Tam." Bianca sudah tidak bisa menahan kegilaan ini. Dia menginginkan Tama 100%. Sayangnya dia selalu menjadi nomor sekian dari segala rutinitas Tama dan para fansnya. Bianca pikir, jika Tama dibuat 'menganggur' pemuda itu bisa lebih perhatian lagi.
Bianca seperti sudah kehabisan kesabaran. Dia sudah menunggu Tama terlalu lama, tetapi pemuda tampan itu terlihat terus menghindarinya di perbagai kesempatan. Bianca sudah meminta ayahnya melonggarkan waktu Tama. Tapi sialnya Tama sekarang bukan cuma artis production house mereka. Tama sudah menyelesaikan masa kontrak dua tahun ketika dia jadi pemenang acara kampus. Sekarang Tama artis bebas, dia nomaden. Tidak bernaung pada produser manapun. Tapi karena itu juga Tama makin kebanjiran job.
Tama bukan cuma tampan. Tapi dia pintar, dia tidak mau memperkaya sebuah production house karena adanya dia. Selama namanya masih bersinar.., Tama tidak mau tunduk oleh siapapun. Sifatnya yang sombong termasuk daya tariknya. Atas semua itu Bianca siap melakukan niatan buruknya.
Gelas berukuran kecil dan isinya pun tidak sampai setengah, jadi Tama merasa itu akan tetap aman ditubuhnya. Tanpa curiga sama sekali dia setuju untuk meminumnya lagi.
“Oke, satu kali lagi,” ucapnya dan langsung menenggak minuman tersebut.
Prok! Prok! Prok!
“Wooo. Keren, Lo, Tam,” puji Marcel. Dia tahu bahwa Tama kurang mau mabuk-mabukan seperti teman-teman yang lain. Jadi bisa membuat Tama minum beberapa teguk itu seperti prestasi tersendiri. Dia sangat bangga akan hal itu.
“Udah. Gue nggak mau lagi. Lo jangan maksa atau gue pulang sekarang, gue nyetir sendiri, nih.”
Akhirnya Marcel tidak lagi memaksanya minum lagi. Ekor matanya malah menatap gerakkan Bianca yang dinilainya agak janggal. Dia juga panas hati karena Bianca malah memberikan minuman pada Tama. Bukan kedia yang sedang ulang tahun.
Setelah memastikan minuman itu masuk ke dalam perut Tama, Bianca meninggalkan ruangan dengan musik DJ dan lampu gemerlap tersebut. Kini dia menuju parkiran yang ada di luar club’. Sebelumnya dia menelepon seorang ahli mobil. Ada sebuah rencana yang muncul di kepalanya.
Kebetulan orang yang dia hubungi sudah tiba, jadi Bianca langsung menjelaskan apa yang harus di lakukan pria bertopi hitam.
Sang ahli hanya diminta untuk membuka pintu mobil Tama, lalu menutupnya kembali tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
“Kalau itu soal gampang, Mbak. Yang penting bayarannya sesuai dengan risiko.” Pria itu langsung meminta harga tinggi.
“Cepat kerjakan dan kamu akan menerima bayaran lebih besar dari yang pernah kamu bayangkan,” sombong Bianca. Dia memang punya banyak uang hasil dari pemberian papanya setiap bulan. Kadang dia meminta lagi saat uang tersebut sudah habis untuk berfoya-foya.
Pria itu mengangguk dan mulai mencoba membuka pintu mobil Tama dengan hati-hati. Tidak sampai lima menit pintu itu terbuka tanpa menimbulkan suara sama sekali.
“Good job,” puji Bianca yang langsung masuk dan meletakkan sesuatu berukuran kecil dan diselipkan di sela-sela dekat kemudi mobil Tama.
“Tutup lagi,” titahnya yang langsung diangguki pria tersebut.
“Sudah, Mbak.”
Mobil sudah kembali seperti semula tanpa ada yang melihat tingkah mereka berdua. Bianca tersenyum lebar dan menyerahkan amplop cokelat yang cukup tebal.
Pria itu menerima sambil tersenyum sumbringah.
“Hubungi Saya lagi kapan-kapan, Mbak,” ujar pria itu yang menegaskan bahwa dia puas dengan upah yang diberikan Bianca. Dan menawarkan diri lagi jika sewaktu-waktu diperlukan.
Bianca tidak menjawab. Dia terlalu tak acuh mengurusi orang miskin macam itu.
“Tama. Kita lihat apa kamu masih bisa menyombongkan diri setelah ini?” Bianca lantas berlalu dari sana setelah puas dengan semua rencana.
Dia hanya tinggal menunggu hasilnya saja. Harapan besar semoga apa yang dia lakukan kali ini berhasil, sehingga obsesinya pada Tama bisa terlaksana.
***
Waktu sudah menunjukkan jam tiga dini hari. Brian sudah pulang bersama sopir yang selalu menemaninya. Miko juga sudah teler dan sedang menunggu jemputan dari bodyguard suruhan sang papa. Marcel si pemilik acara yang masih terlihat segar. Dia memang terkenal paling tahan terhadap minuman keras. Berapa botol pun yang dia minum, belum tentu bisa membuatnya mabuk.
Sedangkan Tama, dia memang hanya minum sedikit, tetapi rasanya kepala sangat berat. Sayangnya dia tidak bersama dengan Irwan, sang manajer. Jadi mau tidak mau dia harus pulang dengan menyopir mobilnya sendiri.
“Lo yakin bisa pulang bawa mobil, Tam?” tanya Marcel.
“Aman, Gue bisa, kok. Lagian cuma dua teguk juga,” sahutnya begitu percaya diri. Tama tidak membahas minuman waktu malam penghargaan. Karena kalau dia membahas itu teman-temannya menunjukkan mimik terganggu. Itu wajar, bahkan mereka saja tidak diundang. Namun Tama malah menang.
“Atau gue telepon manajer Lo aja, ya?” Marcel terlihat sedikit khawatir melihat kondisi Tama. Tapi Tama tetap ngeyel dan meyakinkan Marcel bahwa dia akan baik-baik saja dan sampai rumah dengan selamat.
“Ya udah kalo gitu Lo hati-hati.” Marcel akhirnya melepaskan Tama pulang sendirian.
Tama mengangkat tangan, pamit. Lalu dia berjalan menuruni tiap anak tangga menuju lantai dasar, kemudian berjalan lagi keluar menuju mobil yang dia parkirkan di parkiran club’ miliknya tersebut.
Tidak ada kecurigaan sama sekali karena orang suruhan Bianca memang sangat ahli dalam bidang otomotif. Hanya saja dia tidak tahu apa yang dilakukan Bianca tadi saat masuk ke dalam mobil Tama meski hanya sebentar.
Tama memijit pelan kepalanya yang terasa makin pusing, bahkan kadang pandangannya berubah jadi membayang.
Setelah merasa lebih baik, dia mulai memutar kunci dan menginjak pedal gas. Mobil pun melaju membelah jalanan dini hari yang tidak terlalu ramai.
Tama termenung sambil menyetir. Selain setengah mabuk dia merasa apa benar ini yang dia harapkan. Menjadi seorang aktor terkenal sebenarnya bukanlah mimpinya.
Kendaraan roda empat itu makin tidak terkendali. Sedangkan Tama tidak sadar bahwa dia mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Di jalanan yang menikung, Tama tidak lagi bisa membedakan arah jalan. Dia terus menekan gas dengan kuat, hingga tanpa sadar mobilnya keluar dari jalan raya. Terus meluncur hingga menabrak sebuah pohon besar.
Brakkk!!!
Tidak sampai disitu. Mobil itu melorot mengikuti grativikasi tanah yang miring.
Kepala Tama terbentur setang kemudi hingga mengeluarkan banyak darah hingga tidak sadarkan diri. Jadi waktu mobil itu berjalan sendiri ke sungai, Tama sama sekali tidak merasakan apapun.
Byyurrr!!
Mobil itu masuk setengah kedalam sungai. Entah apa yang terjadi dengan si Pengemudi itu.
***
Karena masih dini hari, tidak banyak yang lewat di jalan tersebut. Cukup lama Tama berada diambang maut dan tidak ada yang menolongnya. Meski sejak tadi mobil Tama diikuti seseorang. Orang itu menunggu Tama betul-betul kena batunya.
Tapi selain dirinya ada satu mobil lagi yang lewat.
“Eh, Bang, ada mobil nyemplung di sungai, tuh!” seru orang yang di bangku samping kemudi. Membuat sopir menghentikan laju dengan menginjak rem. Mereka fikir itu cuma bangkai mobil saja--karena mobil Tama yang ringsek.
Mobil Tama memang keluar cukup jauh dari jalan raya, jadi kalau tidak diperhatikan maka orang tidak akan tahu kalau kecelakaan itu barusan saja terjadi. Dan di dalamnya masih ada orang tak sadarkan diri.
“Iya, bener,” sahut si sopir.
Akhirnya mereka meninggalkan begitu saja seakan hati nurani mereka sudah tertutup. Orang yang memperhatikan Tama dari jauh jadi makin tersenyum girang.
Orang itu akhirnya melajukan mobil semakin dekat kearah Tama. Dia keluar membawa tongkat demi membebaskan Tama. Setelah dekat, dia menundukkan wajah ke kaca mobil Tama.
“Hai, kita ketemu lagi” ucapnya pada Tama. Tanpa perasaan takut wajah Tama terkena pecahan Kaca. Bianca memecahkan kaca itu.
Terlihat cairan kental yang mengalir melalui ban bagian dalam. Bianca cuma melirik, dia tahu harus cepat mengeluarkan Tama sebelum semua terlambat.
Kepulan asap yang tadi sedikit kini semakin banyak. wanita psikopat itu sampai beberapa kali terbatuk-batuk.
***
Mobil kedua datang. Tidak seperti penumpang mobil pertama. Mereka jauh lebih peduli dengan bangkai mobil yang tergeletak. Tanpa diminta mereka melaporkan hal ini ke pihak kepolisian.
"Apa di dalamnya ada orang?" tanya penumpang wanita kepada lelaki yang sepertinya suaminya.
"Entah. Tapi kita harus menyerahkan hal ini ke polisi saja!"
Setelah menunggu sirine mobil polisi terdengar. Mereka langsung berlari ke pinggir jalan untuk memberitahu posisi mereka.
Mobil polisi yang berjumlah tiga itu langsung berhenti secara berjajar. Enam personel turun dari mobil itu dan langsung menuju ke mobil Tama.
Dua kali hantaman seorang polisi berhasil memecahkan kaca mobil. Lalu dia orang lainnya mengeluarkan Tama yang sudah pucat dan tidak sadarkan diri. Darah yang mengaliri wajahnya terlihat sudah sedikit mengering. Nampaknya Bianca gagal menyelamatkan Tama yang pasti punya badan lebih besar darinya. Dia tidak ingin ketahuan, meski Bianca melakukan dengan sarung tangan.
Polisi lainnya menyiram mobil dengan air yang sudah tersedia di mobil. Alhasil tidak ada lagi asap yang mengepul. Membuat dua orang yang tadi menolong bernapas lega.
“Terima kasih telah membuat laporan,” ucap salah satu polisi.
“Sama-sama, Pak. Kami hanya kebetulan lewat tadi. Kalau begitu kami akan melanjutkan perjalanan.”
Mereka hendak berbalik pergi, tapi urung karena mendengar ucapan salah satu polisi, “Bukankah ini Tantama Buana? Aktor yang sedang naik daun itu?”
Dua orang tadi kembali lagi yang melihat dengan saksama wajah Tama yang kini disorot dengan lampu senter.
“Iya, bener. Itu Tama. Tadi malam dia baru saja dinobatkan sebagai artis pendatang baru ter-wah," kata yang wanita sangat hafal.
“Periksa mobil,” perintah kepala polisi pada bawahannya.
Pemeriksaan cukup sulit karena masih ada sisa-sisa asap di dalam mobil tersebut. Tapi sekitar sepuluh menit kemudian salah satu polisi berseru, “Pak, korban adalah seorang pemakai!” teriaknya seraya menunjukkan dua bungkus kecil berisi bubuk putih.
“Amankan mobil dan korban. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tangkap siapa saja yang mencurigakan.
Akhirnya Tama dibawa ke rumah sakit kepolisian untuk ditindak lanjuti. Sementara dia orang yang tadi membantu juga tidak boleh pergi. Mereka harus menyatakan kesaksian karena mereka adalah yang pertama kali melaporkan tentang kecelakaan tunggal tersebut. Untung saja keduanya tidak keberatan karena mereka memang tulus berniat membantu.
Mereka juga merasa tidak mungkin Tama adalah seorang pecandu. Selain narsis dan sok ganteng, aktor itu tidak punya cela buruk yang lain. Dia terkenal sangat baik dan tidak suka dengan sesuatu yang negatif. Image Tama masih begitu baik di mata orang lain.