Bab 4

1443 Words
Bel pulang sekolah telah berbunyi menandakan berakhirnya mata pelajaran di SMA Bangsa. Andara dan teman-teman sekelasnya itu sibuk memasukkan buku dan alat tulis yang berserakan di mejanya. Beberapa teman sekelasnya telah berlalu meninggalkan kelas, hanya beberapa orang yang masih diam di kelas termasuk Andara dan Gadis. Andara mengeluarkan tas kecil yang berisi alat tempurnya. Cewek itu mengambil tisu basah di dalam tas gendong ukuran sedang yang berwarna krem. Ia lalu mengusap wajahnya dengan tisu tersebut begitu juga yang dilakukan oleh Gadis, sahabatnya itu juga mengikuti kegiatan Andara. Tanpa mereka pedulikan teman-teman cowoknya yang sedari tadi memperhatikannya, baik Andara maupun Gadis tidak peduli. Mereka asyik membersihkan wajahnya. Setelah bersih dengan wajahnya, Andara memoleskan pondation pada wajah putih bersihnya. Setelah itu ia memoleskan wajahnya dengan bedak padat tipis-tipis. Lalu ia mengambil lip blam yang berwarna pink, seperti warna bibirnya. Seperti yang dilakukan pada wajahnya, Andara juga memoleskan lip blamnya kepada bibir tipisnya. Ia kemudian membenarkan letak cermin seukuran buku catatannya itu yang miring. Ia lalu mengambil sisir berwarna ungu dari dalam tas kecilnya. Andara melepaskan ikatan rambutnya yang berwarna ungu sehingga membuat rambut hitam kemerah-merahan panjangnya itu tergerai bebas. Sebenarnya tanpa Andara sisir pun, rambut Andara sudah rapi, tapi tetap saja cewek itu menyisirnya membuat teman-teman cowok Andara dan Gadis, yang duduk tak jauh darinya dapat menghirup wangi rambut Andara yang beraroma vanila. Terkadang Gadis selalu iri dengan rambut hitam kemerah-merahan milik Andara, karena dirinya memiliki rambut berwarna hitam. Kadang beberapa teman cewek mereka menanyakan salon langganan Andara, karena mereka semua ingin mempunyai rambut seperti Andara. Andara kala itu mengatakan dengan tegas, kalau rambutnya itu asli tanpa dicat oleh zat kimia yang bisa saja merusak rambutnya. Meskipun dari mereka ada yang tidak percaya dengan ucapannya, Andara tidak mau ambil pusing karena dirinya sudah mengatakan yang sebenarnya. Jadi jika teman-temannya itu tidak mempercayainya dia tidak peduli. “Ann, gue pinjam spons bedak elo yah?” sahut Gadis yang dibalas dengan anggukan dari Andara. Gadis tersenyum ia lalu membuka tas tempur milik Andara. Tas kecil itu berisi, sisir, pondation, eyeliner, bedak padat, bedak tabur, lotion, rexona dan juga lip blam yang menurutnya begitu lumayan komplit. Gadis mengambil sisir sedang yang berwarna ungu juga. Seperti inilah kelakuan mereka berdua sebelum pulang sekolah. Karena mereka berdua tidak pernah menyukai setiap pulang sekolah harus keluar dengan tampilan yang kucel, dan itu bukan tipikal mereka sekali. Andara membiarkan rambut indahnya itu terurai. Ia malas untuk mengikat rambutnya kembali. Meskipun di luar udara pasti panas, tapi ia tidak mau untuk mengikatnya. Dengan poni sampingnya, cewek itu semakin mempesona di depan teman-teman cowoknya. Setelah selesai dengan aktivitasnya, Andara bangkit dari tempat duduknya diikuti Gadis. “Pulang bareng gue yuk, Ann!” ujar Niko ketua kelasnya. Niko sama seperti Sam yang sama-sama tampan, apalagi Niko salah satu murid pintar di sekolahnya. Cowok itu juga begitu humble sehingga membuatnya mudah akrab dengan siapa saja, menjadi nilai plus tersendiri bagi cowok itu. “Bareng gue aja, Ann. Gue punya film baru Channing Tatum,” mata cantik Andara seketika berbinar. “Romance apa action nih?” “Romance action, dong,” ucapan Sam membuat Andara langsung saja menyetujui ajakannya. Membuat Niko berdecak karena kalah dari Sam. Sedangkan Sam, cowok itu begitu tersenyum lebar mendengar Andara yang setuju pulang bareng dengannya. “Udah anterin gue aja,” sahut Gadis tiba-tiba, masih dengan wajah lesu karena kalah dari Sam, Niko mengangguk menyetujui. “Emang, elo enggak dijemput si Rei, Dis?” tanya Andara bingung. Gadis mengangkat bahunya cuek. Andara yang melihat Gadis enggan untuk membahas lebih dalam lagi hanya bisa pasrah menunggu Gadis bercerita sendiri tanpa paksaan darinya. *** Pagi itu Andara sudah siap dengan pakaiannya untuk lari pagi. Rambutnya ia ikat ekor kuda, sebenarnya ia berencana untuk lari keliling komplek saja. Tapi dirinya teringat akan lapangan besar yang dipakai untuk berolahraga dan beberapa penjual makanan yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Andara menutup pintu pagar rumahnya. Cewek itu lalu memasang headphone yang berwarna ungu, kemudian Andara memutar lagu nge-beat. Sambil berlari kecil, Andara menyanyikan lagu yang berasal dari headphone-nya. Setelah sampai di lapangan tersebut, Andara berlari mengitari lapangan itu hingga sepuluh kali putaran. Andara berjongkok menormalkan detak jantungnya yang cepat. Baju yang dipakainya kini basah oleh keringat, wajahnya pun sama saja. Tiba-tiba saja dari hadapannya ada seseorang yang memberinya sebotol minuman. Andara tersenyum begitu mendongak melihat siapa orang yang memberinya air. Andara berdiri sambil mengambil minuman yang disodorkan pria di hadapannya. “Makasih, Pak,” Andara berujar sambil tersenyum manis. Ia langsung saja meminum air yang diberikan oleh Adrian, sedangkan Adrian hanya mengangguk dengan wajah yang seperti biasa dingin. Tatapannya kini jatuh pada tubuh Andara. Ia tidak percaya bahwa ternyata cewek yang memakai baju Chelsea bisa sebegitu baiknya jika yang memakai adalah Andara. Karena biasanya ia akan sambil lalu jika melihat para wanita yang memakai baju bola. Matanya kini ia larikan pada celana olahraga yang dipakai Andara berwarna biru, sama seperti warna bajunya yang terlihat begitu pas dengan pinggang rampingnya. Pantas saja sedari tadi banyak pria yang meliriknya penuh minat. Karena meskipun wajahnya penuh keringat, tapi cewek di depannya itu tetap saja cantik seperti biasa. Andara mendudukkan pantatnya di kursi yang telah di sediakan di sana. Ia melepaskan headphone ungunya dan menggantungkannya di leher. Tanpa memedulikan Adrian yang sedari tadi mengawasinya, Andara mengambil sebuah tisu di dalam saku celananya. Ketika cewek itu akan mengusap keringatnya dengan tisu, Adrian meletakan sapu tangan berwarna biru miliknya pada kening Andara. Cewek itu seketika terdiam menerima perlakuan manis dari Adrian. Andara tersenyum menikmati wajahnya yang dibersihkan oleh Adrian. Adrian kemudian berhenti melihat mata murid nakalnya itu yang terpejam. Di bawah mata Andara terlihat sekali ada lingkaran hitam dan kantung matanya yang lumayan besar, ia tiba-tiba penasaran. Kenapa murid nakalnya itu bisa mendapati lingkaran hitam di bawah matanya? Rasa penasarannya itu tiba-tiba lenyap begitu tersadar yang dilakukannya kali ini di luar nalarnya. Seharusnya ia menjaga jarak dari cewek di hadapannya karena dirinya harus ingat kalau dirinya sudah bertunangan. Ingatkan dia juga bahwa yang ada di dalam hatinya hanya Kiandra. Mata Andara seketika terbuka, begitu sudah tidak merasakan lagi pergerakan pada wajahnya. Adrian kini duduk di sampingnya sambil melemparkan sapu tangan miliknya pada tangan Andara. “Bersihkan sendiri,” desis Adrian dingin yang membuat Andara mengernyit bingung. “Makan yuk, Pak, saya lapar nih,” tanpa menunggu jawaban Adrian, cewek itu telah menarik tangannya membuat Adrian mengikuti Andara. Pria itu melirik tangan halus Andara yang memegang tangannya. Seharusnya ia menolak dan melepaskan tangan Andara yang memegang tangannya, tapi entah kenapa ia membiarkan saja tangan muridnya itu membawa tangannya ke sana-kemari. Tibalah mereka di stand bubur ayam. Cewek itu masuk ke dalam tenda diikuti Adrian di belakangnya. “Pak Adrian, mau buburnya apa aja? Biar aku yang pesenin sekalian. Bapak yang cari mejanya,” awalnya Adrian terdiam mendengar ucapan Andara. Biasanya ia yang selalu memesankan makanan bukan wanita, tapi berbeda dengan Andara. Cewek itu malah yang menawarkan dirinya sendiri yang memesan. Adrian menyebutkan bubur yang dipintanya. Andara mengangguk mengerti. Setelah itu, Andara kembali menuju penjual bubur, sedangkan Adrian, cowok itu, berjalan mencari meja dan tempat duduk yang menurutnya pas. “Pak, bubur ayamnya dua mangkuk yah! Yang satu mangkuk buburnya banyakin, Pak, kayak biasa enggak pakai bawang, seledri. Yang satunya lagi campur aja, Pak.” “Iya Neng, duduknya di mana?” Andara menatap sekeliling tenda bubur yang lumayan luas. Pandangannya berhenti begitu melihat Adrian yang ternyata sedang menatapnya. “Paling ujung, Pak,” setelah mengatakan pesanannya dan tempat duduknya. Andara kemudian berjalan menghampiri Adrian yang kini sedang memainkan ponselnya. Andara memandang wajah gurunya yang kini duduk di sampingnya. Ia tidak mau duduk di depan karena baginya melihat Adrian dari dekat membuatnya lebih mengasyikan. Andara menompang dagunya sambil memiringkan wajahnya agar leluasa untuk memandang Adrian yang entah kenapa semakin tampan saja dengan pakaian kasual. Pria itu mengenakan baju hitam pendek yang memperlihatkan otot-otot lengannya, membuatnya ingin bersandar pada lengan Adrian. “Kenapa kamu memandang saya seperti itu?” ujar Adrian tiba-tiba yang masih sibuk dengan ponselnya membuat Andara tersenyum malu karena ketahuan. Adrian risi melihat tatapan Andara yang memujanya. Ia bukannya tidak menyukai, hanya saja tatapan murid nakalnya itu telah membangunkan sesuatu di dalam dirinya. “Bapak ganteng sih,” balas Andara cepat. Adrian kini menyimpan ponselnya ke dalam saku celana trainningnya. Ia lalu memfokuskan matanya pada Andara. Tak berapa lama pesanan bubur mereka telah sampai cewek itu bergumam terima kasih, Andara lalu menyodorkan mangkuk bubur milik Adrian ke hadapan pria itu. Tanpa Adrian sadari ia merasakan perhatian yang tidak pernah dirasakannya ketika bersama tunangannya. Pandangan cowok itu beralih ke mangkuk Andara yang ternyata porsi bubur milik muridnya itu lebih besar dari pada mangkuk bubur miliknya. Adrian kemudian memakan bubur miliknya mengikuti Andara yang begitu dengan lahap memakan buburnya yang penuh dengan sambal. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD