Na Ra menutup panggilan dari Jae Jun, dan turun di salah satu halte bus dengan mata yang penuh dengan air mata. Ia merasa marah, kesal, dan putus asa. Semua yang terjadi telah menekan pikiran, dan membuatnya merasa terjebak dalam situasi sulit. Ia berjalan melewati jalanan kota Seoul yang lengang dengan langkah berat, mencoba meredakan perasaannya yang kacau.
Di dalam hati, Na Ra membatin untuk melepaskan kekesalannya. Berteriak, memekik, dan hanya dirinya sendiri yang dapat mendengar hal itu. Ia berani, katena merasa bahwa dirinya tidak bersalah, dan tidak akan membiarkan Dennis Oh atau siapa pun menekannya. Namun, di sisi lain, perasaannya tidak bisa berbohong. Air mata itu malah semakin menetes tanpa jeda saat pikirannya terus memikirkan pria itu, beserta ancamannya yang mengerikan.
“Kau benar-benar terjebak, Na Ra! Kau benar-benar akan tamat!”
Setelah berjalan cukup jauh, Na Ra akhirnya tiba di gedung perkantoran O’Neil Chemical, tempat di mana Dennis Oh–pria yang telah menjadi sumber masalah besar dalam hidupnya–berada.
Dengan tekad yang kuat, ia pun bergegas menuju lantai 5 di gedung itu, setelah bertanya kepada salah seorang karyawan di sana. Mengepal kedua tangannya kuat-kuat, lalu membukanya, dan kembali mengepal lagi. Berusaha agar bisa tetap bersikap tenang, sekalipun di hadapan Dennis Oh.
Sesampainya di lantai tujuan, Na Ra mencapai pintu ruang CEO yang nampak sudah terbuka. Melewati meja sekretaris kosong, lalu masuk ke dalam ruang tersebut.
Dennis Oh tampak sudah menunggu kedatangannya. Menatap penuh cemoohan dan ketidaksenangan saat ia melihat Na Ra yang berani ini. Sementara Na Ra ... Wanita itu juga tidak gentar. Ia menatap balik Dennis dengan penuh amarah, menolak untuk menundukkan diri di hadapannya. Pertarungan di antara keduanya adalah pertarungan ego dan prinsip, dan Na Ra tidak akan menyerah begitu saja.
“Rupanya, aku sudah salah dalam menilaimu, Nona Kim. Kau sangat pemberani, sekalipun harus masuk ke dalam kandang singa seperti ini,” celetuk Dennis Oh.
“Aku memegang kebenaran. Bukankah sudah sepantasnya aku berani menghadapimu?”
Dennis Oh tak peduli dengan omongan Na Ra dan malah kembali melontarkan syaratnya dengan nada tegas, matanya mencoba memaksa Na Ra untuk tunduk. “Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Nona. Aku hanya membutuhkanmu dalam rencanaku. Jika kau menolak, kau akan menyesalinya.”
Na Ra balas menatap Dennis dengan mata penuh keberanian. “Apa yang kau minta sangat salah, Tuan Dennis Oh. Aku tidak akan membantumu menjatuhkan orang lain hanya untuk membalas dendam. Itu tidak etis.”
Dennis semakin marah, ia tidak suka mendengar penolakan ini. “Kau tidak akan tahu, apa yang telah Kim Ae Ri lakukan padaku! Dia mencemarkan nama baikku dengan rumor palsu itu, hingga saham perusahaanku semakin jatuh setiap harinya karena skandal tersebut. Apa aku harus diam saja? Tidak, Nona Kim! Aku tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja.”
Namun, Na Ra tetap tak bergeming. “Tetapi Tuan Oh, aku tidak akan pernah menjadi bagian dari rencana busukmu itu! Itu hanya akan membuat segalanya malah menjadi lebih buruk.”
Dennis Oh menggertakkan giginya dan melontarkan ancaman yang lebih serius lagi. “Jika kau tidak membantuku, aku akan mengambil tindakan yang jauh lebih menyakitkan dari ini. Adik angkatmu, Kim Do Hyun ... Ah, aku yakin kau sangat mencintainya. Apa yang akan terjadi pada pria manis itu jka aku mengungkap rahasia gelapnya? Kau tahu, bukan, aku mampu melakukannya.”
Lagi-lagi, ancaman itu kembali terlontar dari mulut Dennia Oh hingga Na Ra merasa terjebak di antara pilihan yang sulit. Membantu pria itu sama halnya melibatkan diri dalam skema yang salah dan tidak etis. Tetapi jika Na Ra menolak, adik angkatnya akan menjadi sasaran dan risiko karir Dennis Oh yang semakin terpuruk juga bisa berakibat pada perusahaan tempat sang adik bekerja. Na Ra merenung sejenak, berusaha mencari jalan keluar dari tekanan ini.
Setelah berpikir panjang dengan segala kemungkinan yang mungkin terjadi jika salah dalam mengambil keputusan, Na Ra pun terpaksa mengangguk, dan menerima tawaran dari Dennis Oh. Mereka akan memulai skenario palsu ini, dan Na Ra bertekad untuk menjalankannya dengan caranya sendiri.
“Aku akan menerima tawaranmu, asal kau tidak mengusik Do Hyun barang sehelai rambut pun. Apa kau paham?”
Mereka saling berhadapan, dan Dennis Oh mengangguk, setuju. “Kita akan memulainya malam nanti. Jadi, bersiaplah!”
Na Ra kembali terdiam. Dia merasa sudah benar-benar terlalu jauh menyelam hingga terjebak dalam permainan berbahaya yang melibatkan Dennis Oh. Namun, Na Ra pun sadar, bhawa hanya dengan cara ini ia bisa menjaga adik angkatnya agar tetap aman.
‘Tuhan, tetaplah bersamaku. Aku mohon.’
***
Malam pertama tawaran mereka pun akhirnya dimulai dengan seulas senyum yang dipaksa untuk menyiratkan kebahagiaan. Keduanya nampak duduk manis di atas kursi salah satu meja makan dalam restoran mewah tersebut, sembari berbincang hangat selayaknya sepasang kekasih yang bahagia, meskipun dalam hati mereka sama-sama tahu bahwa ini hanyalah sandiwara.
Sepanjang percakapan mereka tentang makanan dan film berlanjut, Dennis dan Na Ra terus menunjukkan kerja sama yang semakin membaik. Mereka bercanda, tertawa, dan berbagi pendapat tentang film romantis terbaru yang sedang tayang di bioskop.
Jari-jari tangan mereka pun nampak begitu asik saling bertaut, seakan-akan sedang memperlihatkan kasih sayang di antara keduanya.
Dennis Oh mengambil sebuah gigitan dari hidangan mereka, merasakan kenikmatan sejati. “Kau tahu, makanan di sini selalu luar biasa,” ucapnya sambil tersenyum ke arah Na Ra.
Wanita itu memandang hidangan yang tersaji di atas piring dengan penuh minat. “Benar sekali. Rasanya begitu autentik, hampir seperti kita benar-benar berada di Italia. Aku sangat menyukainya.”
Tak berselang lama, pelayan restoran mendekati mereka, bertanya, “apakah semuanya baik-baik saja? Apakah ada tambahan lain?”
Dennis Oh mengangguk. “Semuanya sangat lezat. Terima kasih.” Dia lalu melirik Na Ra. “Ada sesuatu yang kau inginkan, Sayang?”
Walau Na Ra merasa risi dengan panggilan tersebut, wanita itu tetap bereaksi manis. “Sepertinya,minuman anggur merah akan sempurna untuk malam ini.”
Pelayan itu dengan ramah menjawab, “tentu saja. Saya akan segera menyiapkan itu untuk Anda.”
Saat kembali berdua, dengan mata menatap awas, Dennis Oh berbisik kepada Na Ra. “Kita harus membuat semuanya terlihat lebih nyata. Mereka mengamati kita, ingat?”
Na Ra mengangguk, memahami maksud pria itu. “Tentu, kita harus membuat semuanya meyakinkan. Kita akan memperlihatkan kepada mereka bahwa kita pasangan yang romantis.”
Dan benar saja, dari kejauhan, seorang pria berpakaian serba hitam, membawa kamera digital di tangan, nampak bersembunyi di belakang pilar semnari mengambil beberapa jepretan foto. Sorotan kamera meredup dan flash yang mengejutkan menyelinap tanpa diketahui Dennis Oh dan Na Ra.
Wartawan itu mencoba mendapatkan foto eksklusif dari berbagai sisi, termasuk tangan Dennis Oh yang sedang membelai sisi wajah seorang wanita, seulas senyuman manis dari kedua sudut bibir mereka, juga sorot mata yang diperlihatkan oleh keduanya.
“Ini berita besar! Ini berita sangat besar di dunia bisnis!”
***