Surat Tuntutan

1289 Words
“Tolong! Lepaskan cucuku! Jangan bunuh dia, bunuh saja aku. Aku mohon, biarkan dia hidup! Aku mohon!” “B-Bu ....” “Tari, la-lari! Cepat, kelu–“ Srrtt! “Nenek! Nenek! Jangan bunuh nenekku! Aku mohon, jangan!” “T-Ta-Tari ....” Dalam satu entakan, kelopak mata yang semula terpejam begitu rapat, akhirnya membuka tanpa aba. Ribuan bulir keringat nampak membasahi sekujur tubuh, hingga pakaian yang dikenakan pun setengah basah. Jantung berdebar begitu cepat, diikuti napas terengah-engah, seakan menjadi riuh dalam keheningan pagi. Na Ra duduk tertunduk, berusaha menenangkan diri usai mimpi buruk yang dilaluinya. Mimpi yang sangat ingin ia kubur dalam-dalam. Mimpi dari kenangan masa kecilnya yang terus menghantui selama lebih dari delapan belas tahun. Semua masih tetap sama seperti kejadian mengerikan saat itu. Dimana sang nenek yang merawatnya sejak bayi, sedang tergeletak bersimbah darah, menatap sendu kepada Na Ra, hingga tangisan pilu dari seorang gadis kecil pun terdengar begitu nyaring dalam pikiran. ‘Mengapa mimpi buruk itu harus kembali di saat seperti ini? Benar-benar merusak hariku!’ gerutu Na Ra dalam hati. Setelah dirasa cukup tenang, dan mulai bisa bernapas lega, wanita itu pun bergegas keluar dari kamar, hendak bersiap diri untuk berangkat ke kantor NJT Media–sebuah perusahaan media yang terbilang cukup besar di antara perusahaan-perusahaan media lainnya, tempat Na Ra bekerja selama hampir lima tahun. Melewati Hee Jin yang tengah menyiapkan kudapan di meja makan, kemudian masuk ke dalam kamar mandi sembari menguap panjang. Tak butuh waktu lama untuk Na Ra berada di dalam sana, wanita cantik dengan handuk melilit pada bagian kepala itu pun kembali masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian tanpa sepatah katapun. Sampai-sampai, Hee Jin yang sedang menata meja, menatap kebingungan. “Na Ra, ayo kita menyarap bersama!” ajaknya. “Ya. Aku bersiap dahulu,” jawab Na Ra dari dalam kamar. “Bersiap? Apa kau akan pergi bekerja?” tanyanya dengan suara sedikit tinggi. “Tentu saja. Aku harus memberikan laporan pemberitaan acara di Namsan Tower kepada Tuan Park, hari ini juga. Sudah tidak ada waktu lagi,” jawab Na Ra lagi. Mendengar itu, Hee Jin seketika terdiam sejenak. “Apa kau yakin akan keluar dari rumah setelah kejadian kemarin?” Bersamaan dengan pertanyaan tersebut, Na Ra pun keluar dari kamar, dan berjalan menghampiri meja makan dengan pakaian kerja yang biasa ia gunakan. Menuangkan segelas air mineral, lalu meneguknya hingga habis. “Ya, aku yakin. Kenapa kau bertanya seperti itu?” Hee Jin menarik kursi satunya, dan duduk saling berhadapan dengan Na Ra. “Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu setelah kejadian kemarin.” Na Ra tersenyum menanggapi. “Aku sudah jauh lebih baik. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku.” Walau masih merasa belum yakin, Hee Jin pun hanya bisa menanggapi dengan anggukan kepala. “Ya sudah, jika itu maumu.” Wanita itu kembali tersenyum. Sedangkan matanya menatap hidangan yang tersaji di atas meja. “Whoa ... Apa kau yang memasak samgyetang ini?” tanyanya mengalihkan topik pembicaraan. Hee Jin mengangguk, mengikuti alur pembicaraan yang dibawakan oleh sahabatnya itu. “Tentu saja.” Sembari mencicipi kuah sup ayam ginseng dalam mangkuk, Na Ra bertanya, “benarkah? Tetapi, rasanya seperti samgyetang buatan ibumu.” “Sungguh, ini buatanku. Hanya saja, cara memasak yang kugunakan adalah cara memasak yang biasa ibuku lakukan. Termasuk resepnya,” jawab Hee Jin begitu percaya diri. Na Ra tersenyum takjub, sembari mengacungkan ibu jari tangan kanannya. “Kau benar-benar luar biasa, Hee Jin. Aku sangat bangga memiliki teman serumah sepertimu,” ujarnya. Wanita cantik itu memasukkan beberapa sendok nasi beserta daging ayam ke dalam mulut hingga penuh, lalu bangkit dari posisinya dan menyelempangkan tas hitam miliknya pada bahu. Sementara Hee Jin, kembali menatap bingung pada Na Ra. “Kau akan pergi sekarang?” tanyanya. Sembari mengikat rambut ke belakang, wanita itu mengangguk. “Ya. Aku sudah terlambat.” “Tetapi, makananmu–“ Belum sempat Hee Jin menyelesaikan perkataannya, Na Ra sudah lebih dulu berlari menuju rak sepatu di samping pintu rumah, mengambil sneaker putih pada susunan kedua, lalu memakainya. “Aku akan pulang lebih cepat. Masukkan saja makanannya ke dalam lemari pendingin. Akan kuhangatkan untuk makan malam nanti.” Setelah mengatakan hal itu, Na Ra pun bergegas pergi keluar rumah, sambil berlari kecil menuruni tangga. Sementara Hee Jin, menaruh kembali sendok yang ia pegang di samping mangkuk nasi miliknya, kemudian menghela napas begitu dalam. Menatap layar ponselnya yang kembali menyala, menampilkan beberapa balon notifikasi berita terupdate yang tengha hangat dibicarakan, dengan headline news: ‘Dennis Oh Telah Melayangkan Gugatan Atas Pencemaran Nama Baik Terhadap Beberapa Perusahaan Media. “Bertahanlah, Kim Na Ra. Aku yakin, kau pasti bisa melewati semua ini.” *** Setibanya di kawasan gedung perkantoran kota Seoul, Na Ra yang tengah membaca ulang proposal di tangannya nampak berjalan begitu santai memasuki gedung NJT Media. Sesekali wanita itu mengalihkan perhatian untuk menyapa rekan sejawatnya yang berpapasan di lobby kantor. Tak jarang pula ia hanya berpura-pura membaca berkas di tangan, ketika menyadari tatapan mencemooh yang diberikan beberapa karyawan dari divisi lain terhadapnya. Bingung? Sudah pasti. Sebab, ini adalah kali pertama bagi Na Ra menjadi pusat perhatian banyak orang di tempatnya bekerja. Apalagi, tatapan mereka terlihat begitu tajam saat memandangnya, bak seekor elang hendak memangsa buruan. Apa yang sedang terjadi? Mengapa mereka memberikan tatapan semengerikan itu? Sialnya, kebingungan itu tak hanya sampai di sana. Setibanya di ruangan divisi, Na Ra harus kembali dikejutkan oleh sebuah kotak berwarna coklat, berisi barang-barang miliknya yang sudah tersusun begitu rapi di dalamnya. Termasuk, bingkai foto masa kecil Na Ra bersama teman-teman di panti asuhan ketika itu. Tak jauh dari meja kerjanya, Hong Min Jae–manager NJT Media–pun tengah berdiri, berkacak pinggang, menatap kepada Na Ra. Terlihat begitu geram, dan sangat marah kepada bawahannya itu. “Dasar jalang miskin yang tidak tahu diri!” umpat Min Jae dengan suara pelan, namun masih tetap terdengar jelas oleh orang-orang di sekitarnya. Na Ra mengerutkan dahi. Semakin dibuat kebingungan oleh sikap managernya tersebut. “Mulutmu benar-benar jahat, Tuan Hong! Mengapa kau mengataiku seperti itu?” Min Jae mendengkus, sembari melemparkan selembar surat yang diterima perusahaan pagi tadi, kepada Na Ra. “Kau masih berani bertanya, setelah apa yang sudah kau perbuat? Ha! Yang benar saja!” Wanita itu segera mengambil surat tersebut, dan membacanya. Sedangkan Min Jae, malah berteriak kesal dan menendang salah satu kursi milik bawahannya, sebagai luapan emosi yang terlalu membuncah dalam dirinya. “Semua ini terjadi karena berita bodoh yang kau buat, Kim Na Ra! Kau harus tahu itu!” ucap Min Jae penuh penekanan. Dan lagi ... Na Ra kembali dibuat terkejut untuk kesekian kalinya. Yang mana kejadian ini bahkan sebenarnya sangat mudah ditebak. “I-ini ....” Gumamannya terdengar sangat pelan, dan hampir tak terdengar. Min Jae berjalan mendekat, lalu berdiri di hadapan Na Ra dengan wajah merah padam. Mendorong bahu kanan wanita itu, hingga ia terpaksa bergerak mundur beberapa langkah. “Melalui konferensi pers di perusahaannya ... Dennis Oh secara gamblang menyangkal semua berita yang sedang beredar, termasuk berita yang sudah kau buat beberapa waktu lalu. Dia pun mengatakan, bahwa dirinya sudah membuat laporan tuntutan pada pihak kepolisian, untuk perusahaan-perusahaan media yang menyebarluaskan berita hoax itu–termasuk NJT Media–atas pencemaran nama baik! Apa kau masih ingin menyangkalnya? “Tun-tuntutan?” ulang Na Ra meyakinkan. “Dasar bodoh!” umpat Min Jae. “T-tapi, Tuan Hong, kau bahkan tahu, jika berita itu–“ “Semua berita eksklusif yang kau buat sudah kami takedown seluruhnya. Termasuk berita perihal Dennis Oh yang sempat menjadi spotlight di beberapa media sosial. Apa kau tahu artinya?” “Tu-Tuan Hong ....” “Mulai detik ini, kau sudah bukan lagi bagian dari NJT Media, Nona Kim Na Ra! Jadi, kembalikan papan nama yang kau miliki, dan silakan pergi dari sini beserta barang-barangmu!” potong Min Jae dengan cepat. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD