Bertarung dengan Rasa

1120 Words
Tarikan pelatuk pistol, dan melepaskan tembakan pertama dalam sunyinya. Tepat dilepaskan peluru menembus leher salah satu dari orang yang sedang bersenggama dan akan membuat sebuah keputusan akhir. Terlambat, salah satu dari mereka sudah mati karena lehernya sudah berlobang ditembus oleh sebuah peluru yang tembakannya halus tidak terdengar sama sekali oleh mereka. Mereka panik dan dengan cepat mengangkat senjata mereka masing-masing, was-was, dan rasa takut menghantui mereka. Mereka bukan pengecut takut pada senjata, atau tiba-tiba peluru melintasi mereka. Tapi karena mereka takut pada orang yang selalu menghantui kegiatan transaksi yang dilakukan oleh bos besar mereka. “Di-dia datang,” seru gagap seorang yang membawa barang haram untuk ditukarkan kepada rekan bisnis. “Ku kira akan aman di sini,” seru yang lain kemudian. “Tapi nyatanya tidak, dia pasti berada di kegelapan itu,” ungkap salah satu dari enam orang itu . “Aku sudah menduga bahwa transaksi kita akan diganggu begini,” ungkap orang yang menerima barang dari anak buah wali kota tersebut. “Kita tembak saja ke dalam, aku yakin salah satu peluru akan menembuh tubuhnya” inisiatip salah satu dari mereka. “Bodoh, tapi bisa kita coba, ayo lakukan,” setuju mereka. Dengan diskusi yang diakhiri dengan menembak ke dalam terowongan. “DORRR..!” suara menggema, dari tembakan yang tertuju pada titik tidak beraturan di dalam kegelapan tersebut. Pelepasan peluru berkali-kali dilakukan, jika ia bukan orang yang professional maka mustahil untuknya selamat dari banyaknya teluru yang menembus kegelapan tersebut. “Mau menghabiskan peluru kalian?” tanya satu suara terasal tidak jauh dari mereka yang berasal dari kegelapan di dalam terowongan. “Enyah kau! Bocah gila! Bukannya kami tidak takut untuk membunuhmu‼!” teriak salah satu dari pelaku transaksi karena geram dengan anak muda yang selalu mengacau mereka tersebut. “Tapi tidak pernah berhasil membunuhku, bukan? Lucu sekali, kalian bahkan ketakutan, aku melihatnya…” suara dari dalam kegelapan itu lagi. “Kalian gemetaran, hahaha” suara tawa dan kikikan terdengar dari dalam terowongan itu. mereka yang mendengarnya mendadak merinding, bulu kuduk mereka meremang hebat karenanya. “Sial!” umpat salah seorang dari enam orang yang tersisa 5 tersebut. “Syutt” bunya peluru menembus bahu kiri salah satu dari 5 orang tersebut. “Arghhh!” teriak dia yang terkena tembakan. Mereka samakin gila dibuatnya karena dihantui oleh  orang yang ada di dalam kegelapan tersebut, mereka ingin lari dari sana menggunakan mobil dan terus naik meneluruhi jalanan mendaki tersebut membelah hutan angker itu, maka itu bukanlah pilihan yang baik juga. Mereka saat itu merasa tertekan dan terkepung, tidak ada pilihan yang menjamin mereka hidup. Mereka di sana, mereka mungkin akan tetap mati. Jika mereka memilih lari maka mereka akan mati dengan tersiksa jika tertangkap oleh orang-orang Buruhiri, suku yang selalu menumbalkan manusia. Tidak berapa lama, kemudian salah satu dari 5 orang tersebut kembali ada yang tumbang, mati seketika setelah sebuah peluru senyap menembus d**a tepat mengenai jantungnya. “Salah kami apa?! Kami hanya mengambil barang transaksi kami!” teriak salah satu penerima barang yang dijual oleh anak buah wali kota tersebut. “Salah kalian adalah kalian membeli barang itu dari Pamanku,” jawabnya suaranya tidak beremosi tetapi jelas terdengar oleh mereka karena gema yang sangat kuat dari dalam terowongan tersebut. Mereka terdiam, mereka sudah menduga benar itu adalah Andrean Mahendra. Keponakan dari bos besar mereka. “Kalian taukan jika modal dari barang yang kalian pegang tersebut adalah hasil dari darah Ayahku,” ungkap orang yang ada di dalam kegelapan tersebut, tanpa emosi seperti seseorang yang hanya bercerita biasa pada temannya. “Baiklah, aku akan membuat kalian tidak lagi bekerja pada Pamanku itu, kalian akan bebas,” ujar suara jernih itu, terdengar lembut dan tegas. Mereka mendengar ucapan dari tuan muda mereka tersebut dengan bahagia mereka mengatakan, “terimakasih Tuan Muda Andrean!” Tidak berapa lama dari ucapan terimakasih tersebut, satu persatu peluru senyap menembus kepala dan d**a mereka, membuat mereka tumbang seketika. “Sudahku bilangkan aku akan membuat kalian tidak lagi bekerja pada Pamanku,” seru Andrean sambil bejalan keluar dari terowongan yang menelan dirinya di dalam kegelapannya. Andrean keluar dengan tersenyuman saat cahaya sudah mengenai dirinya hingga terlihat senyuman yang menawan terpatri di wajah tampannya. “Kalian menjual menggunakan darah Ayahku,” ungkapnya saat melihat 3 anak buah pamannya yang sudah tergelatak tidak bernyawa. “Dan kalian menukar darah ayahku dengan uang yang tidak seberapa itu,” ungkapnya kembali saat melihat ke arah 3 orang lainnya yang merupakan pembeli barang haram dari pamannya tersebut. “Dan kalian semua berakhir di tanganku, sama seperti sebelum-sebelumnya,” ucapnya. Lalu ia berjalan memungut barang haram yang bermodalkan dari darah ayahnya tersebut. Tetapi tidak mengambil satu koper uang yang dibawa oleh rekan bisnis pamannya tersebut untuk menukarkan barang haram tersebut. Lalu ia berlalu kembali memasuki kegelapan terowongan tersebut menembus kegelapan menuju mobilnya yang terparkir di satu ujung terowongan panjang itu. Andrean meletakkan barang haram yang dibawanya tersebut tepat di depan mulut terowongan yang tidak jauh dari terparkirnya mobil miliknya. “Maaf Ayah, aku harus membumi hanguskan barang ini, aku tau ini bermodalkan darah ayah. Tetapi ini bisa merusak, aku bahkan tidak ingin mencobanya karena barang ini bisa membuatku hilang akal sehat dan menjadi binatang,” ucapnya sambil meletakkan kantong besar berisi barang haram tersebut. “Ah aku lupa kalau kita memang binatang, yang benar adalah hewan, ah aku jadi kasian pada hewan jika manusia malah di samakan dengan hewan,” monolognya dan terkikik sendiri oleh ucapannya sendiri. Setelah meletakkan barang yang ia bawa tersebut, lalu ia berjalan menuju mobilnya, mengambil satu jirigen minyak, dan berjalan kembali di tempat barang tadi ia letakkan. Andrean menyiramkan minyak di atas barang haram tersebut. Lalu dengan tersenyum ia terlihat mematikkan korek api dan menjatuhkannya di atas barang haram tersebut. Dengan sekejap, api menyilap jalanan yang terkena oleh minyak dan menyambar barang haram yang sudah disiram oleh minyak tersebut. Api berkobar melahap tanpa ampun barang haram tersebut. Andrean tersenyum melihat api membakar barang tersebut. Andrean kemudian berjalan menuju mobilnya meninggalkan kobaran api dengan asap mengepul dari pembakaran barang haram yang dilakukan oleh Andrean tadi. Andrean pergi dengan mobilnya meninggalkan tempat itu dengan kecepatan mobil di atas rata-rata. Di pertengahan jalan, sudah cukup jauh dari tempat pembakaran yang dilakukan Andran tadi. Di satu-satunya jalan yang Andrean lintasi, ia melihat satu mobil yang berlawanan arah dengannya menace dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang Andrean kacaukan tadi. Andrean tersenyum, saat mobil itu melintas ia sudah tahu pasti itu adalah anak buah dari pamannya sendiri, yang sudah mengetahui bahwa transaksi mereka gagal lagi untuk kesekian kalinya. Mereka juga melihat Andrean tersenyum pada mereka saat mobil Andrean melewati mereka dengan kecepatan tinggi. Mereka melihat itu, merasa jengkel karena kalah dengan bocah berumur 20 tahun. Si pengemudi mobil tersebut memukul stirnya keras karena emosinya sudah membuncah ke ubun-ubun. (c) ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD