Andrean keluar, berjalan santai menuju tempat yang seharusnya ia berada. Andrean tidak memiliki apapun yang berharga di kehidupannya yang sekarang ini karena semua yang seharusnya menjadi hak miliknya diambil alih oleh Juan Kelino, paman Andrean yang sangat serakah.
Andrean sampai di halte bus terdekat dari gedung plathousenya berada. Andrean kerap kali menggunakan bus sebagai angkutan umum yang akan membawanya ketempat tujuannya. Tujuannya agar ia dapat berhemat untuk pengeluarannya. Sebagai seorang yang hidup sendiri dengan pekerjaan yang tidak tetap, membuat Andrean harus pandai-pandai untuk mengatur uangnya sendiri agar cukup sampai ia mendapatkan uang kembali. Andrean yang merupakan orang yang tidak mau ambil pusing dan cuek, ia tidak perduli dengan kemewahan, yang selalu ia perdulikan adalah agar cukup untuk dirinya hidup saja sudah lebih dari cukup. ia berbeda dengan orang-orang pada umumnya yang seumuran dengannya yang akan melakukan hal yang menyenangkan sambil menghabiskan uang orang tua atau bekerja untuk kesenangan sendiri. Sedangkan Andrean ia tidak lagi dapat bertemu dengan kedua orang tuanya saat ia masih berumur 3 tahun. Umur itu adalah umur puncak ia mengenal orang tuanya. Orang tuanya yang malang harus lenyap oleh keserakahan pamannya sendiri yang tidak lain adalah Juan.
```
Peperangan sebelumnya masih berlangsung sampai saat ini, genjatan senjata atau masa tenang hanya pada saat tidur bahkan terkadang hati dan pikiran tidak dapat tidur karena masih pada medan perangnya. Siang hari Aliana harus berusaha keras untuk tetap pada zonanya, bertindak seadanya, mempersiapkan jalan cerita sendiri.
Sore bertepatan dengan ajakan Salsa dan Erisa, Aliana terpaksa dan tidak dapat menghindar. Bahkan untuk mewanti-wanti sore itu ia benar-benar bergabung bersama saudarinya tersebut, ia menyelesaikan sesegera mungkin kegiatannya lalu menyembunyikannya ditempat yang tidak diketahui oleh orang lain di salah satu sudut kamarnya.
Kenyataan pahit, manis, asam yang harus ia rasakan. Hangout tersebut bukanlah suatu rencana yang buruk setelah dipikir-pikir ia jarang keluar rumah jika tidak ke sekolah, yang buruk itu adalah, “KENAPA MANUSIA ITU HARUS IKUT JUGA‼‼” geram Aliana untuk dirinya sendiri, merutuki hatinya yang tidak bisa tenang karena satu mobil dengan Brian, beruntung ia berada di kursi belakang bersama Salsa, karena mustahil menjadi kenyataan jika ia duduk di sebelah Brian yang mengemudikan mobil tersebut.
“Mbak selalu suka deh sama style kamu ini Al, cool kalau menurut Mbak,” puji Salsa pada Aliana yang duduk di sampingnya. Menurutnya Aliana itu cantik, imut, berbody model dan ditambah beberapa tahun belakangan Aliana menjadi sedikit berkarisma cool.
“Biasa aja kok Mbak,” jawab Aliana seadanya dengan tersenyum pada Salsa.
“Kamu ini kenapa sih, jadi berubah gini? Dulu kamu tidak dingin gini deh,” ujar Salsa, itu adalah pembahasan yang Aliana sangat hindari. “Ya Tuhan….! Kenapa Mbak Salsa ini malah bertanya tentang itu!” kalimat itu hanya ada pada pikirannya.
Aliana tersenyum canggung memperlihatkan gigi halusnya dan sidikit menyipitkan mata agar terlihat manis dan ikhlas, “Ah… tidak juga Mbak, Al hanya sedikit terpikir tentang UN nanti dan juga fakultas yang cocok untukku pilih,” jawab Aliana sekenanya, agar Salsa berhenti untuk berbicara apalagi bertanya lebih lanjut.
“Oh… begitu, jangan terlalu dipikirkan, kamu pasti lulus dengan predikat terbaik,” ujar Salsa, sarat memberikan semangat pada Aliana.
“Aamiin…” Aliana hanya dapat mengaminkan. Salsa tidak lagi berbicara, tetapi Aliana merasa perjalan mereka akan jauh. Yang ia sendiri tidak tahu tujuannya entah kemana. “Ini malam minggu, ya Tuhan… mau kemana ini?” pikir Aliana, ia masih gelisah pasalnya sosok itu berada di depannya, sebisa mungkin ia tidak menatap ke depan dan berusaha mengalihkan pandangan.
Aliana memasang earphone baru di telinganya sepasangan dengan iphone yang baru saja ia dapatkan dari Hasbie, dan larut dengan volume kencang lalu terhanyut. Ia tertidur, ia juga tidak mengerti dengan kondisinya saat ini, mudah tertidur.
Brian yang mengemudi tidak sama sekali untuk melirik penumpang di bangku belakangnya, hanya sekali-sekali ia terpaksa melihat ke belakang dan sekilas melihat sosok yang ia benci itu. Brian sendiri tidak mengerti mengapa kebencian itu terlalu mencuat untuk Aliana, kekesalannya akan membludak jika membahas Aliana. Setelah beberapa tahun belakangan ini, ia memang jarang melihat wujud Aliana. Seakan Aliana berlari menjauh darinya, dan ia tahu sekaligus bersyukur balkon kamar tetangganya itu kini tertutup oleh gorden bambu, menjadi tabir pandangan mereka.
Kondisi ini merupakan kondisi yang dia sudah duga, namun tidak dapat menghindar atau ia hindari untuk tidak berada di satu mobil dengan Aliana, kemuakannya kembali muncul setelah sedikit mereka karena jarang melihat manusia itu. “Si bodoh ini kenapa tidak menolak ajakan ini, apa ia masih memiliki perasaan bodoh itu,” pikir Brian. “Seharusnya dia juga tidak boleh dekat dengan Salsa,” batin Brian.
Perjalanan berakhir setelah mobil berhenti di sebuah parkiran yang cukup ramai kendaraan lain yang sudah dulu berada di sana. “Yeeee… sampai!” seru Salsa dengan suara keras. Ia bergegas turun, melupakan Aliana yang masih tertidur dan tidak terusik dengan suara keras itu Karena telinganya ada earphone yang memutar musik dengan volume kencang. Sedangkan, Erisa juga ikut dengan Salsa turun dari mobil dan tinggal-lah Brian, ia ingin melupakan keberadaan Aliana, tapi manusia satu itu masih pulasnya tertidur, tanpa membangunkannya ia menutup pintu dan menguncinya. Hanya sedikit celah bagian atap mobil yang sengaja Brian buka. Lalu Brian meninggalkan tempat parker tersebut tanpa menoleh ke arah mobilnya.
Erisa dan Salsa asik bermain di pinggir pantai, di atas pasir yang halus dan bersih. Mereka sengaja datang petang untuk melihat matahari tenggelam di ujung pandangan di tengah laut. Brian hanya memperhatikan mereka berdua dari jarak yang tidak jauh dari mereka bermain air. Pemandangan indah, “Erisa”.
Erisa yang menggunakan pakaian berwarna kuning berbahan lembut mudah tertiup angin dengan rambut panjang yang setengah diikat menambah kecantikannya. Senyum dan tawa yang mekar di wajahnya terlihat sangat indah. Salsa dan Erisa tergelirik untuk kejar dan mengejar ombak yang turun naik, menyusut dan kembali mengejar kepermukaan lalu menyusut lagi meninggalkan bekas selanjutnya naik lagi sehingga menghapus jejak sebelumnya. Pikiran itu terpikir melintas di pikirannya, dan mengukir senyum smirk, “bodoh”.
Kembali dikondisi Aliana, Aliana ternyata sebenarnya telah bangun beberapa saat setelah Brian meninggalkannya. Ia tidak berusaha untuk mencoba keluar dari sana walau ia dapat menghubungi Erisa untuk meminta bantuan. “Lebih baik aku membodoh di dalam dari pada menggila di luar.” Lalu ia kembali menenggelamkan dirinya dalam kesunyian dan kepengapan mobil itu.
Tepat pada menit tenggelamnya matahari menampakkan warna jingga kemerahan yang indah dan menyilaukan, Aliana tidak dapat menahan diri untuk tidak ikut melihatnya walau dari balik kaca gelap mobil tempat ia berada. Hatinya berkata, “Haruskah aku bahagia? Aku di sini, dia juga berasa di sini, dia juga manusia yang memiliki sedikit peduli. Sangat indah,” beruntung pemandangan matahari tenggelam itu dapat terlihat dari parkiran tersebut, Aliana mengangkat handphonenya dan membuka aplikasi kamera untuk mengambil foto. “Aku akan mengenang ini, aku ini hanya sebuah keterpaksaan. Tapi tetap bagaimana logika ku keras membenci, hati ku tetap melunak untuk mu,” batin Aliana.
(b)
….