7. Bertemu Saingan

1302 Words
Wajah Rowena memerah padam. Teringat apa yang baru saja dilakukannya. Benar-benar tidak tahu malu, pria itu. Rowena bahkan masih bisa merasakan sensasi hangat di telapak tangannya yang kini telah memerah. Dia menggosok tangannya dengan sabun berulang kali untuk menghilangkan bau ambigu akibat ulah Jordan tadi. Pria itu tidak main-main. Dia bisa memanfaatkan setiap celah dengan baik. Mengabaikan masa periodenya dan mencari alternatif lain melalui tangannya sebagai bentuk hukuman. "Sialan, dia benar-benar mempermainkanku." Setelah selesai, Rowena dapat melihat beberapa bercak kemerahan pada area tulang selangka dan bagian atas dadanya. Jordan, benar-benar binatang. Untung saja dia juga sempat melakukan pembalasan yang tak kalah dengan perbuatan pria itu. Jangan berharap hanya dia yang akan mengenakan turtleneck keesokan harinya. Pria itu juga harus mengenakannya. Dia tidak rela harus menderita sendirian. Membuka pintu kamar mandi, Rowena melihat sosok Jordan yang tengah duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Posturnya, masih saja menggoda. "Kenapa kamu masih tidak mengenakan bajumu? Jangan harap aku akan mau melakukannya lagi." Rowena dengan segera menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggungnya. Takut-takut kalau pria itu akan kembali membuatnya tidak berkutik olehnya. Jordan tersenyum, meski dia masih merasa kurang cukup. Namun sebagai hidangan pembuka, itu tidak buruk. "Kemarilah." Meski kesal, Rowena tetap mendekat dan menarik selimut untuk duduk di sisi lain ranjang. Ekspresinya tidak dapat menutupi wajahnya yang memerah, sekalipun dia tengah memasang wajah marah. "Tidak ada gunanya marah, cepat atau lambat kita akan melakukannya. Anggap saja ini sebagai latihan. Karena ke depannya, mungkin akan lebih dari pada ini." Rowena menelan ludahnya gugup. Jantungnya tanpa sadar berdegup kencang. Bukan karena dia jatuh cinta, namun membayangkan benda besar itu akan menembus dirinya membuat sekujur tubuh gadis itu bergidik ngeri. Dia telah membaca banyak artikel dan mendengarkan dari orang lain kalau pertama kali melakukan hal itu akan terasa sangat sakit. Hanya menggunakan tangannya saja sudah membuat telapak tangannya kebas dan memerah. Rowena menggelengkan kepalanya beberapa kali. Mengusap lengannya yang merinding tanpa disadarinya. "Apa yang kamu pikirkan? Mengapa kamu sibuk dengan duniamu sendiri?" Entah sejak kapan Jordan sudah ada di belakang Rowena. Napas hangat pria itu menerpa leher jenjangnya. Rowena menelan ludah dengan susah payah, dia belum siap dengan serangan lanjutan dari Jordan. "Menjauhlah dariku, kamu binantang!" Rowena langsung melepaskan diri dari Jordan, menjaga jarak yang aman dan duduk di ujung tempat tidur. Menatap wajah tampan suaminya yang masih saja menggoda. Namun dia tahu dengan jelas, di balik tatapan matanya. Tersimpan sisi buas yang membuat Rowena merasa waspada. "Aku tidak akan menggigitmu, kemarilah." Jordan menatap Rowena dengan ekspresi lembut, yang malah membuat gadis itu merasa semakin waspada. Siapa tahu trik macam apa yang akan digunakan Jordan untuk memperdayanya sekali lagi. Rowena menatap Jordan dengan pandangan skeptis. Pria ini terlalu berbisa, mulutnya bisa saja mengucapkan kata manis. Namun trik di baliknya membuat Rowena harus berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkeramannya. "Menjauhlah dariku, jangan terlalu dekat. Aku tidak ingin lagi diterkam olehmu." Rowena beringsut menggulung dirinya di balik selimut. Ia sengaja mendorong Jordan menjauh, namun sia-sia karena tubuh pria itu sekeras batu. "Jangan menyentuhku!" Rowena sekali lagi memperingatkan Jordan, matanya melotot kesal. Bukannya takut, Jordan justru tertawa. Rowena mirip seperti kucing liar yang mencoba untuk menakutinya. Tapi sayangnya dia malah terlihat lucu dan menggemaskan di mata Jordan. "Kenapa kamu begitu sensitif? Bukankah kamu pernah bilang setelah kita menikah kamu akan memperkosaku setiap hari? Apa kata-katamu sebelumnya hanya omong kosong?" Telinga Rowena seketika memerah, dia masih ingat perkataannya saat dia setengah mabuk malam itu. Dia memang mengatakannya, namun sekarang dia masih belum berniat melakukan apa yang dia ucapkan saat itu. Akan ada saatnya nanti, tapi tidak sekarang. "Aku tidak mendengarmu. Aku mau tidur!" Rowena menutupi kepalanya dengan selimut. Mengabaikan Jordan yang masih menatap punggungnya dengan sudut abibir terangkat. Jordan tidak peduli, dia mendekat dan memeluk Rowena dari belakang. Meski Rowena ingin memberontak, bahkan menendang Jordan dengan kakinya. Jordan dengan mudah bisa mengunci gerakan Rowena. Dia ikut masuk ke dalam selimut, menarik pinggang kecil istrinya. "Pria ini, kenapa dia tiba-tiba menempel terus padaku seperti gurita setelah melakukan itu?" Rowena terus mengumpat dalam hatinya, ingin menendang Jordan sekali lagi namun tidak bisa. Menyerah, Rowena akhirnya pasrah dan memejamkan kedua matanya. Rowena mengucek matanya, dia turun dari lantai atas ke bawah untuk mengambil air minum dekat dapur. Namun melihat makanan sudah siap tersaji di meja makan membuat Rowena mengurungkan niatnya. Dia langsung beranjak ke meja makan dan menarik kursi. Ada banyak sekali hidangan sarapan, perutnya tiba-tiba saja terasa lapar. "Apa Bibi yang menyiapkan semua ini?" "Makanlah, kamu pasti lapar." Rowena tidak merasa segan, dengan segera mengambil bubur buatan bibi yang masih hangat dan terlihat menggugah. Ada suwiran ayam, dan irisan telur ayam di atasnya. Rasanya seperti kembali ke rumah, Rowena langsung menyukai masakan bibi setelah memakannya. Kepalanya sampai bergoyang ke kanan kiri saat merasakan lezatnya bubur. Biasanya dia tidak akan bernafsu makan jika sedang datang bulan. Setelah selesai makan bubur, Rowena meminum segelas s**u vanila. Perutnya seketika terasa sangat kenyang. Mengingat kemarin dia hanya makan sedikit karena tidak bernafsu makan. Rowena mengalihkan pandangannya pada Jordan yang sedari tadi rupanya tengah menatapnya dengan intens. Rowena menyipitkan kedua matanya, menatap pria itu dengan kening berkerut saat melihat kemeja dengan dua kancing terbuka. Dapat dia lihat dengan jelas hasil mahakaryanya di area leher dan tulang selangka pria itu. Jika kancingnya dibuka lebih ke bawah, Rowena yakin tanda itu pasti akan lebih banyak lagi. Meski merasa sedikit malu atas sikap tidak tahu Jordan yang terlihat seperti dengan sengaja memamerkan tingkah agresifnya semalam. Namun ada rasa bangga dalam diri Rowena. Melihat tanda yang dia tinggalkan jauh lebih banyak dan pekat dari pada milik pria itu, karena Rowena tidak segan untuk menggigitnya dengan kuat. Memanfaatkan waktu saat Jordan lengah ketika memanfaatkan tangannya untuk memenuhi keinginan binatangnya. "Jangan melihatku seolah kamu ingin memakanku seperti semalam." Bukan Rowena yang mengatakannya, tapi Jordan. Pria itu bisa melihat dengan jelas kilat jenaka di mata istrinya. Dia tidak keberatan, hanya saja gigitan Rowena tidak disangkal memang cukup menyakitkan. Bahkan ada beberapa yang sampai menembus kulitnya dan sedikit mengeluarkan darah. Istrinya, benar-benar kucing liar. Sangat sulit untuk dijinakkan dan suka menggigit atau mencakar. "Siapa juga yang ingin memakanmu, jangan terlalu percaya diri. Semalam aku hanya mengetes ketahananmu. Begitu saja kamu sudah menyerah, dasar lemah." Rowena memang tidak bisa menyaring kata-katanya agar bisa semanis gula dan tampak menyenangkan lawan bicaranya. Dia terlalu vulgar dalam menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya secara terbuka. "Mengetes ketahananku. Apa kamu masih meragukan ketahananku? Menurutmu yang semalam masih kurang? Kebetulan aku juga merasa kalau yang terjadi semalam juga tidak ada apa-apanya. Aku tidak keberatan kita melakukannya lagi lebih dari pada yang semalam dengan durasi yang lebih panjang dua kali atau lima kali lipat?" Rowena langsung memelototkan kedua matanya pada Jordan, dia kesal bukan main. Apa yang baru saja dia katakan seperti tengah menendang plat besi dan mengenai kakinya sendiri. Dia harus segera melarikan diri atau Jordan akan kembali memangsanya. Tepat Ketika Rowena hendak berniat melarikan diri, sebuah suara high heels yang berjalan mendekat mengurungkan niat Rowena. Dia menolehkan pandangannya ke arah pintu, melihat sesosok wanita cantik yang tampak lembut masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu dan tersenyum manis. "Wanita teratai putih milik siapa ini?" Rowena mengerutkan keningnya tampak berpikir. "Kak Jordan, aku merindukanmu. Aku sengaja datang ke sini karena ingin Kak Jordan menemaniku ke galeri seni nanti siang. Lukisanku terpilih dan dipamerkan di galeri seni nasional, aku tidak tahu harus mengajak siapa lagi selain kak Jordan sebagai pasanganku nantinya." Hanya dari perkataannya, jelas saja Rowena sudah bisa menebak apa maksud wanita sok cantik dan lemah lembut di depannya ini. Suara wanita ini juga tampak familiar. Suara wanita yang dia dengar semalam dari telepon Jordan. "Ah kamu, kenapa kamu bisa ada di rumah pribadi milik Kak Jordan?" Freya tampak terkejut saat baru melihat keberadaan Rowena dengan memakai baju tidur yang agak kusut. Juga ada beberapa bekas merah di sekitar leher wanita itu yang membuat kedua tangan Freya mengepal tanpa sadar. "Aku istrinya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD