"Gue ketemu mas Faiz di TP, Ga. Cuma bentar, dia cuma minta maaf dan ninggalin gue lagi."
Arga mengerutkan dahi nya, "Maksud lo? Bukannya selama ini lo udah putus? Atau gimana? Gue ga paham. "
"Dia kan ngilang tanpa gue tau kejelasan hubungan kita berdua gimana. Selama ini gue tersiksa Ga, gue ga tahu dimana mas Faiz. Gue salah apa, gitu sampai dia menghilang. "
Arga manggut-manggut mendengarkan curhatan Rubi, "It's ok Bi. Sama seperti lo putus dari Raditya, waktu yang akan nyembuhin luka lo. Lo cuma butuh waktu aja."
"Sampai sekarang aja Radit juga ngilang tanpa jejak. Gue selalu berfikir salah gue apa? Sampai mas Faiz pun ngikutin jejak Radit."
"OYAA GA!!" pekik Rubi. Arga langsung membekap mulut Rubi. "Yang bener aja luu teriak disinii.. Ini kosan cowok Bi, masa tiba-tiba ada suara cewek. Bisa di grebek kita. Lu mau di nikahin sama gue??? " sahut Arga panik.
Rubi terkekeh, "Sorry Ga. Gue baru ingat, ternyata dalang itu semua bokap. Dia yang nyuruh mas Faiz ninggalin gue dengan imbalan duit." mata Rubi berubah sendu. "Selama ini gue diikuti. Bahkan bokap tau mas Faiz dibayari makan dan dibayari bensin sama gue setiap kita jalan. Dia mau gue sama orang kaya. "
Mata Arga membelalak, "E buset! Dodol banget lu! "
"Apaan sih?! "
"Kalau selama ini lu diikuti, bukan ga mungkin sekarang juga dodool."
Rubi langsung menutup mulutnya, "Terus gimana?"
"Lo harus pergi dari sini Bi. Kalau ga, bokap lo nge-gap kita disini." sahut Arga sambil menarik tangan Rubi. Rubi mengambil tas nya dengan terburu-buru. Arga membuka pintu kamar kosnya, dan di dapati depan wajahnya sudah ada Wirang. Wirang langsung meninju wajah Arga. Arga terhuyung ke belakang.
Rubi memekik histeris, "Arga!" Rubi bangkit dan menghadapi papanya, "Papa apa-apa an sih mukulin Arga! Kita ga ngapa-ngapain pa!"
PLAK!
"Seingat papa, papa ga pernah ngajari kamu jadi wanita jalang! " tangan Wirang mengepal. "Kamu jelasin ini di rumah!"
Wirang memanggil anak buahnya, "Kalian bawa Rubi. Dan untuk anak laki-laki itu kalian beri pelajaran. "
"Siap pak!" Beberapa pengawal membawa Rubi yang meronta minta untuk dilepaskan, dan yang lain bersiap memukul Arga.
***
Sesampainya di ruang tamu rumah, Wirang meminta pengawalnya melepaskan Rubi. Rita sudah menanti kepulangan putrinya dengan cemas.
PLAKK!!
Rubi kembali di tampar Wirang hingga jatuh tersungkur. Rubi menangis sambil memegangi pipinya.
"Kamu!! Ga punya harga diri!! Papa susah payah mengangkat derajat Papa dan keluarga ini, kamu malah melempar kotoran ke wajah papa!! "
"Rubi ga ngapa-ngapain pa! Rubi hanya ngobrol! "
"Nishayu Arimbi Pasha!" Wirang berteriak dan menatap tajam putrinya, "Kamu pilih, kamu menikah dengan laki-laki b******k itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mu atau menikah dengan pilihan papa?? "
Ribi tersentak kaget, ia menatap papanya dan terdiam.
Wirang melanjutkan, "Kalau kamu pilih si b******k, semua fasilitas untuk kamu, papa cabut. Silahkan jalani kemauan mu yang ingin memulai dari nol. "
"Tapi pa, Rubi ga cinta sama Arga! Rubi cuma mau menikah dengan orang yang Rubi cinta! Dengan pilihan papa pun sama aja! Rubi juga ga cinta! Ga kenal! "
"Itu urusan kamu! Pilihan cuma ada dua itu! Kamu harus pilih salah satu!" Wirang pun keluar rumah dengan diikuti pengawalnya.
Rubi menatap Rita, mamanya, "Ma. Tolong aku, ma. "
Rita menghela nafasnya, "Papa mu ga bisa dibantah Bi. Kamu tau sifat papamu, malah berulah! Mama ga bisa bantu kamu, Bi. Kalau mama ikut campur, papa juga akan stop uang belanja mama. " Rita berbalik badan dan menuju kamarnya, lalu ia berhenti dan berkata, "Sebentar lagi subuh, kamu sholat sana biar tenang. " Rita pun melanjutkan lagi langkah nya.
Rubi meneteskan air mata nya dalam diam.
***
Rubi mengurung diri di kamar, ia pun tak mengecek ponselnya yang sengaja ia matikan. Malam minggu yang ia janjikan ke Arga untuk menemani nya mencari kado pun batal karena insiden mereka.
TOK TOK TOK!
Ribi hanya diam, tak menanggapi. Ia melihat ke arah jendela kamarnya yang masih tertutup tirai.
"Bii.. " suara Shinta yang mendongakkan kepalanya di sela-sela pintu kamarnya. Shinta melihat sahabat nya yang duduk menghadap jendela kamarnya dan tak bergerak sedikitpun. Ia melangkah menuju Ribi. Di letakkannya tangan Shinta ke pundak Ribi. Ribi pun mendongak, dan langsung memeluk Shinta sambil menangis. Shinta menepuk-nepuk punggung Ribi, menunggu nya hingga ia selesai menangis.
"Gue tau dari Arga Bi apa yang terjadi sama lo. " Shinta memulai percakapan dengan Ribi begitu dirasa Ribi tenang. Ribi menatap Shinta, "Arga baik-baik aja kok Bi. Lo tenang aja. Mukanya bengep pas ke kampus nemuin gue. Abis cerita, dia langsung pulang kampung Bi, mau mulihin dirinya sama pikirannya. "
"Gue dikasih pilihan sama bokap Shin. Menikah dengan Arga sesuai konsekuensi gue atau dengan pria pilihan bokap. "
"Trus? Yang jadi beban apa? "
Ribi meninju pelan bahu Shinta, "Gue ga cinta kedua pilihan itu. "
"Ckckck. Cinta biss dibangun setelah menikah Bi. Yang lo udah kantungin, si Arga suka sama lo, sedangkan pria pilihan bokap lo diawal blm tentu suka sama lo. Ya kan? "
"Tapi, kalo gue milih Arga, semua fasilitas gue dicabut. Semua jadi tanggungan Arga. Sedangkan Arga keterima kerja aja belom. " Jawab Ribi ragu.
"Lo bilang sendiri ke gue kalau lo mau dampingin suami dari nol. Mana terus kepercayaan diri lo yang itu? "
"Liat dong Shin. Arga belom kerja. Kalau gue nikah di saat dia belom kerja, sama aja nemenin dari minus lah. "
Shinta terkekeh. "Lo pikir-pikir lagi deh Bi. Kalau lo masih ga pengen keluar dari fasilitas ortu lo ya terima perjodohan, kalau ga, ya nikah sama Arga dengan apa adanya kondisi dia. "
Ribi berdecih, "Ga bantu banget lu.. Tetep aja gue disuruh mikir sendiri. "
"Itulah kenapa di angkatan kita, tinggal kita berdua yang belum wisuda. Haha. " tawa Shinta yang diikuti Ribi.
"By the way Bi, kenapa lo ga cerita ke gue soal mimpi lo yang ke-99 kali itu?" tanya Shinta sambil melipat tangan di d**a. "Gue bukan sahabat lo ya? Padahal gue lebih lama temenan sama lo dibanding Arga. Huh! "
Ribi tertawa, "Waktu itu gue nonton berdua sama Arga. Gue ketiduran karena abis sidang RTA (*Rancangan Tugas Akhir). Gue mimpi dah tu soal Radit. Mimpinya selalu sama, dia dateng, berhadapan sama gue, tapi ga bilang apa-apa. Pernah sekali dalam mimpi itu dia minta maaf."
"Trus.. Truss.."
"Tiap gue mimpi, gue nangis. tidur gelisah. Arga udah beberapa kali liat gue gitu pasca mimpi pertama di bioskop, cuma dia diem aja. Sampai akhirnya, suatu momen gue kebangun, dan liat Arga lagi natap gue lamaa banget. "
"Aiih.. Gue berasa disitu Bi. hehe. Trus, lanjut! "
"Yaa gitu akhirnya dia tanya, Radit itu siapa? Kenapa gue tidur mimpiin dia terus? Dan lainnya. "
"Gue cerita ke dia. Temen cerita gue tiap gue mimpi. Dia nenangin gue, bahkan nemenin gue tidur by phone. Kalo gue mimpi lagi, dy panggil nama gue di headset kedengaran, jadinya gue ga lanjutin mimpinya. Kadang dia nyanyin lagu, kadang bacain surah Al-quran dan lain-lain. Gue udah tenang tuh Shin, ga mimpi lagi. Sampai dimana gue ketemu mas Faiz dan akhirnya gue mimpi lagi. "
"Oya? Setelah sekian lama? " Ribi mengangguk. "Elo ga coba ke psikolog gitu atau ke tafsir mimpi? " tanya Shinta sambil menopang dagu.
Ribi menggeleng, "Belum feel. Gue merasa masih bisa gue atasi. "
"Aha!!" sahut Shinta riang.
"Ape lu? "
"Lu nikah kontrak sama Arga aj. Abis itu kan lo bebas kembali. Daripada pusing-pusing."
"Gilaa lo! " toyor Ribi. "Pengen banget gue jadi Janda. "
Shinta tergelak, "Daripada lu ga fokus skripsi. Lo udah berapa kali mangkir bimbingan sama dosen m***m fans lo itu? "
"Enak aja fans gue. Pak Bonar emang m***m tapi bukan fans gue juga keuleus.."
"Nye nye nye.. " sahut Shinta sambil memonyong-monyongkan bibirnya. "Gak mau tau gue lu harus putusin secepatnya Bi. Gue gak mau wisuda sendirian. Lu harus bareng gue, kalau gak gue ngambek."
"Ga ada akhlak lu! Sono balik dah. "
Shinta tergelak, "Yauda gue pamit. bye."